Mengampuni

Versi printer-friendly
Maret

Di Matius 18:21-22 dicatat percakapan antara Petrus dan Tuhan Yesus. "Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus:: ""Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." Bagaimanakah mungkin kita mengampuni orang sebanyak itu yang secara tidak langsung berarti, tanpa batas?

Rintangan untuk Mengampuni
  • Kita memiliki kodrat keadilan dan sebagai makhluk yang dianugerahkan kodrat keadilan, kita terdorong untuk menuntut balas tatkala kita dirugikan. Kita ingin menghukum perbuatan salah itu dengan ganjaran yang menurut kita setimpal dengan tindakannya.
  • Kita adalah makhluk emosional yang dapat merasakan sakit dan marah—dua elemen yang menyulitkan kita untuk mengampuni. Tatkala sakit dan marah, kita terdorong melampiaskan emosi yang kuat itu dalam bentuk pembalasan. Tindak balasan cenderung menyurutkan intensitas marah dan sakit yang kita rasakan.
Menerapkan Matius 18
  • Mengampuni seseorang lebih dari sekali hanyalah dimungkinkan bila kita memandang perbuatannya satu per satu. Kecenderungan kita adalah menyamaratakan satu perbuatan salah dengan perbuatan-perbuatannya yang lain dan mengaitkan satu perbuatan dengan pribadi orang secara keseluruhan. Menyamaratakan adalah kodrat alamiah manusia untuk melindungi dirinya dari kerugian. Dengan kata lain, menyamaratakan merupakan perisai dan mengampuni lebih dari sekali menuntut kita untuk meletakkan perisai manusiawi ini.
  • Mengampuni berulang kali melawan kodrat manusiawi kita dan hanya dimungkinkan bila kita hidup di dalam Tuhan sebab mengampuni berulang kali sesungguhnya adalah kodrat ilahi. Jadi, mengampuni berulang kali hanya dimungkinkan jika kita hidup dekat dengan Tuhan karena hanya dekat dengan Tuhanlah kuasa-Nya baru dapat mengalir masuk ke dalam diri kita dan memampukan kita melakukan sesuatu yang ilahi seperti mengampuni ini. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur demikian juga kamu tidak berbuah jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." Yohanes 15:4
  • Mengampuni berulang kali hanya dimungkinkan jika kita memercayai Tuhan untuk melindungi dan memelihara hidup kita sepenuhnya. Pada dasarnya mengampuni merupakan masalah iman: Apakah kita cukup beriman untuk menyandarkan hidup pada tangan Tuhan ataukah kita bersandar pada kekuatan sendiri?
Oleh: Pdt. Dr. Paul Gunadi

Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T 410 A.










Pertanyaan:
 (ringkasan dari pengirim surat)
 Dear tim Pengasuh,

Saya menikah dengan orang Taiwan, pada waktu itu dia berumur 41 tahun. Awalnya saya hanya iseng-iseng ikut lewat jalur perjodohan, namun sebelumnya saya bergumul kepada Tuhan apakah dia jodoh saya. Kami menikah tahun 2006 ketika itu saya berumur 30 tahun yang menurut saya dengan umur itu saya sudah tua. Tahun 2007 saya tinggal di Taiwan bersama dengan mertua perempuan dan adik ipar laki-laki saya. Selama saya 1 bulan di rumah itu saya melihat keganjalan pada suami saya; dia jarang sekali pulang ke rumah, tidak bekerja pula. Saya bertanya-tanya terus kenapa dia tidak pulang. Akhirnya saya mengetahui bahwa suami saya seorang penjudi; bahkan saya pernah diajak ke tempat judi tersebut. Saya marah dan takut akan kenyataan tersebut. Suatu kali saat Imlek saya menerima banyak angpao dan ketika suami saya mengetahui banyak uang yang saya dapatkan dia mencuri uang saya. Saya sempat berpikir untuk kabur karena takut sebab bukan hanya penjudi tapi mencuri juga pekerjaannya. Setelah 4 bulan di Taiwan saya mendapatkan pekerjaan berkat bantuan dari adik ipar perempuan saya. Penghasilan cukup lumayan untuk uang belanja, karena suami tidak memberikannya. Selain itu saya menyisihkan uang untuk saya kirim ke Indonesia buat mama saya. Suami saya tetap sama, dia minta uang ke saya dan sering mencurinya.

Hari Minggu 2 Desember 2007 saya menerima kabar bahwa papa meninggal dunia, saya sedang berduka saat itu. Bukannya memberi penghormatan kepada papa saya dengan membiarkan saya berduka, suami malah menyuruh saya tidak menangis dan harus membantu persiapan keluarganya untuk sembahyang papanya yang sudah meninggal. Lalu saya memutuskan tidak membantu sama sekali karena saya dalam keadaan berduka atas meninggalnya papa saya yang sangat saya cintai. Keesokannya suami dan keluarganya berjanji untuk memulangkan saya ke Indonesia, tapi janji tinggal janji. Dalam 2 hari saya menunggu untuk janji itu ditepati ternyata saya melihat gelagat mencurigakan dari pihak keluarganya dan suami saya. Meskipun kita bertemu mereka tidak bicara sama sekali, atau ketika suami berbicara dia malah membentak-bentak saya. Saya diminta oleh mereka untuk pulang ke Indonesia dan tidak boleh balik lagi ke Taiwan. Saya mengalami tekanan batin yang amat sangat ketika saya diminta untuk menandatangani surat perceraian tanpa legalitas dari surat pemerintah setempat. Saya mencoba mencari informasi untuk menyelamatkan hidup saya disana dalam hitungan beberapa hari. Tapi saya putuskan menandatangani surat perceraian itu dengan kekecewaan, perasaan hancur dan semuanya menjadi satu.

Setelah pulang ke Indonesia meskipun dengan sedikit uang dari suami, saya tinggal dengan orangtua saya. Saya tidak peduli lagi orang atau tetangga saya berkata apa tentang hidup saya. Puji Tuhan, setelah 1 bulan di Indonesia saya mendapat pekerjaan yang pada awalnya saya begitu depresi dan tidak mau bekerja, sebab saya kehilangan papa tercinta dan suami saya.

Meskipun saya ada kesibukan bekerja selama 8 bulan ini, namun kepahitan saya masih melekat dalam hati saya sehingga itu mengganggu saya secara fisik saat sebelum tidur malam. Bagaimana saya bisa memaafkan suami dan keluarganya?

Terima kasih atas perhatiannya.

Jawaban:
Kepada Ibu NN,

Terima kasih atas kesediaannya untuk menceritakan pengalaman Ibu.

Luka batin adalah pengalaman psikologis yang tidak dapat dihindarkan karena kita hidup di dunia yang sudah rusak oleh dosa dimana kita hidup saling menyakiti orang lain. Luka batin sangat bergantung pada beratnya stres yang menekan dan daya tahan orang tersebut pada stresnya. Kita tidak boleh mengabaikan pengalaman luka batin yang menyakitkan tersebut. Salah satu cara untuk menyembuhkan luka tersebut ialah mengampuni, yang merupakan proses perubahan dimana kita sebagai orang yang disakiti memutuskan untuk tidak membalas dendam atau menghindarinya tetapi kita membebaskan orang yang menyakiti kita itu dari hutangnya. Dan perubahan ini hanya dirasakan melalui tingkah laku, ekspresi wajah, postur tubuh dan kehidupan sehari-hari.

Lalu bagaimana Ibu bisa melakukan itu? Mengampuni orang merupakan proses yang panjang dan menyakitkan karena harus mengorek kembali luka lama yang sudah lama terkubur dalam alam bawah sadar kita. Proses ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan konseling melalui surat namun dengan konseling tatap muka. Namun dengan surat ini kami dapat memberikan beberapa langkah. Pertama, Ibu harus menguji perasaan Ibu dengan pertanyaan: siapa orang yang saya ampuni? Apakah perlakuannya telah melampaui batas? Mengapa saya harus mengampuni? Apakah ada imbalannya? Adilkah itu?

Kedua, ibu belajar untuk mengerti bahwa kalau seseorang itu jika melakukan sesuatu berarti dia memiliki alasan. Jika seseorang itu berbuat curang, tidak sopan, memarahi kita, atau mencampakkan kita mungkin dia sedang berbeban berat atau memunyai trauma masa kecil sehingga berperilaku aneh. Ketiga, Ibu membuka wawasan baru tentang suami dan keluarganya bahwa mereka manusia biasa, penuh kelemahan, penuh kekurangan. Bisa saja mereka mungkin membutuhkan bantuan atau dukungan dari kita. Keempat, Ibu belajar mengasihi mereka dengan kasih yang dari Tuhan. Kasih dari Tuhan adalah kebajikan dan kehendak baik yang tidak mengenal batas. Suatu kasih yang hadir bukan karena adanya perasaan mengasihi tetapi semata-mata karena ingin mengasihi. Kasih yang seperti ini adalah "kasih" sebagai kata kerja.

Sebagai penutup, kami ingin menyampaikan 5 hal yang nampaknya baik dan indah namun sesungguhnya itu bukan mengampuni. Mengampuni bukanlah melupakan, membiarkan, memendam konflik, bukanlah berarti juga menerima kembali mantan suami dan bukanlah toleransi atau membiarkan saja.

Mengampuni membantu Ibu untuk mengurangi stres kehidupan, kekuatiran, depresi, kebencian, kemarahan, kedengkian, tindakan kekerasan, gangguan fisik dan membebaskan kita dari rasa bersalah. Mengampuni justru meningkatkan harapan, harga diri dan kekuatan diri, memerbaiki hubungan yang retak. Doa kami kiranya Tuhan menolong Ibu dalam proses mengampuni mantan suami Ibu dan keluarganya. Jika Ibu tidak keberatan tolong konfirmasikan domisili Ibu agar kami bisa mengarahkan utnuk Ibu mengikuti konseling tatap muka dengan konselor setempat.


Salam,
Tim TELAGA










  1. Bersyukur untuk sumbangan yang diberikan oleh 2 orang donatur tetap dari luar kota Malang, yaitu Ibu Paulina Susanti di Tangerang (Rp 1.000.000,-) dan Ibu Gan May Kwee di Solo (Rp 500.000,-).
  2. Bersyukur untuk tambahan 14 judul rekaman bersama Bp. Paul Gunadi sebagai narasumber selama hampir sebulan berada di Malang.
  3. Bersyukur ada tambahan 2 judul rekaman bersama Ev. Carolina Soputri sebagai narasumber.
  4. Bersyukur Tuhan telah menggerakkan Ibu Sri Haryati Gani, pemilik rumah Jl. Cimanuk 56 Malang untuk mempersilakan LBKK menggunakan rumah ini sebagai sekretariat Telaga selama 11 tahun.
  5. Doakan untuk rencana Ev. Sindunata Kurniawan mengadakan rekaman selama berada di Malang dalam bulan April 2019.
  6. Bersyukur radio ROM 2 di Manado telah bersedia bekerjasama menyiarkan program Telaga yang akan dimulai pada bulan April 2019 yad.
  7. Tetap doakan untuk kelanjutan pengerjaan database Telaga.
  8. Kita sudah memasuki minggu pra-Paskah ke-4 pada akhir bulan ini. Biarlah pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib yang diperingati pada hari Jumat Agung dan kebangkitan-Nya yang diperingati pada Hari Paskah bisa benar-benar dihayati dan disyukuri oleh setiap anak Tuhan.
  9. Tetap doakan untuk keamanan pada masa kampanye Pilpres dan Pileg yang semakin gencar diadakan sampai dengan tgl. 13 April 2019 agar Pemilu yang diadakan serentak pada tgl. 17 April 2019 dijauhkan dari kerusuhan dan hal-hal yang tidak diinginkan.
  10. Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap di Malang yang diterima dalam bulan ini, yaitu dari :
    • 006 -- Rp 300.000,- untuk 2 bulan























Bersyukur untuk tambahan radio pada bulan Maret 2019 ini. Radio Suara Abdi Allah adalah sebuah radio streaming yang baru dimulai pada tanggal 17 Juli 2018. Atas rekomendasi Ibu Maria Iroth, pada tanggal 19 Pebruari 2019 tim TELAGA mencoba menghubungi radio ini untuk berkerjasama dan akhirnya tanggal 12 Maret, staf produksi mengirimkan profil Radio Suara Abdi Allah ini. Radio ini terletak di Pacet, Mojokerto tepatnya di jalan Raya Pacet Km. 2 dan berlokasi yang sama dengan kampus Sekolah Tinggi Teologia Injili Abdi Allah (STTIAA Pacet). Radio ini dipimpin langsung oleh Rektor STTIAA yaitu Bapak Dr. Rei Rubin Barlian. Program TELAGA disiarkan setiap hari pukul 21.00 WIB dan ada rencana akan disiarkan 2 kali sehari. Berikut alamat website untuk mengakses radio streaming Radio Suara Abdi Allah tersebut : http://u18.klikhost.net:8000/suaraabdiallah.










33) Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya.
34) Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya.
35) Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia , katanya: "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah."
36) Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka mengunjukkan anggur asam kepada-Nya
37) dan berkata: "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!"
38) Ada juga tulisan di atas kepala-Nya: "Inilah raja orang Yahudi