Ketika Pasangan Tidak Bisa Melepaskan Selingkuhannya

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T381A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Salah satu masalah terbesar yang kadang mesti kita hadapi adalah perselingkuhan. Ibarat batu besar jatuh menimpa atap rumah, demikianlah perasaan korban selingkuh. Secara tiba-tiba hidup hancur dan kita mungkin tidak tahu lagi apakah kita akan dapat membangun kembali rumah tangga yang telah hancur. Jika saja pasangan yang selingkuh bersedia untuk memutuskan tali asmaranya, mungkin akan sedikit lebih mudah buat kita melanjutkan hidup. Masalahnya adalah tidak semua bersedia melakukannya. Ada yang terus menjalin relasi asmaranya. Apakah yang mesti kita perbuat bila pasangan tidak bersedia melepas kekasihnya?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu masalah terbesar yang kadang mesti dihadapi adalah perselingkuhan. Ibarat batu besar jatuh menimpa atap rumah, demikianlah perasaan korban selingkuh. Secara tiba-tiba hidup hancur dan kita mungkin tidak tahu lagi apakah kita akan dapat membangun kembali rumah tangga yang telah hancur. Jika saja pasangan yang selingkuh bersedia untuk memutuskan tali asmaranya, mungkin akan sedikit lebih mudah buat kita melanjutkan hidup. Masalahnya adalah tidak semua bersedia melakukannya. Ada yang terus menjalin relasi asmaranya. Apakah yang mesti kita perbuat bila pasangan tidak bersedia melepas kekasihnya? Pada dasarnya pilihan kita hanyalah dua: bertahan atau bercerai. Dengan keputusannya yang memilih untuk meneruskan relasi selingkuhnya, itu berarti ia memilih untuk hidup dalam dosa perzinahan. Lewat perzinahan ia sudah menghancurkan pernikahannya dan secara de facto ia sudah menceraikan kita. Tidak heran, Tuhan Yesus sendiri berkata (Matius 16:9), "Barangsiapa menceraikan istrinya kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah." Meski alternatif perceraian ada, namun penting bagi kita untuk tidak bertindak gegabah. Sebaiknya kita mengambil langkah untuk bertahan terlebih dulu—setidaknya memberi kesempatan kepada pasangan untuk bertobat. Nah, bila kita memutuskan untuk bertahan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menolong kita melalui masa yang sulit ini.

  • Pertama, mulai saat itu kita harus HIDUP DEKAT DENGAN TUHAN.
    Perjalanan yang akan dilalui bukan saja panjang, tetapi mustahil bila kita bersandar pada kekuatan sendiri. Setiap hari harus menjadi hari kita berdoa dan bersandar pada Tuhan; setiap hari kita harus menimba kekuatan dari Firman-Nya.
  • Kedua, kita mesti MENURUNKAN PENGHARAPAN DAN TUNTUTAN.
    Kita tidak bisa berharap—apalagi menuntut—ia akan memerhatikan atau mengasihi kita. Kita tidak dapat berharap—apalagi menuntut—ia berbuat banyak buat kita, sebagaimana seharusnya diperbuat oleh seorang suami atau istri. Pada saat seperti ini kita harus melihatnya dari dua lensa: di satu pihak ia adalah suami kita tetapi di pihak lain, ia bukan suami kita.
  • Ketiga, pada akhirnya kita harus BERHADAPAN DENGAN LUKA DI HATI.
    Luka di hati bermanifestasi dalam dua bentuk: kemarahan dan kesedihan. Kita marah karena ia tega menyakiti hati kita, membohongi serta berkhianat kepada kita. Kita sedih karena kehilangan orang yang kita kasihi. Sebagaimana kita ketahui, kemarahan dan kesedihan merupakan dua perasaan yang bertolak belakang. Kemarahan berada di atas dan kesedihan berada di bawah.
  • Jadi, bila kita sering merasa marah dan sedih, itu berarti kita akan diayun oleh perasaan-perasaan ini—membuat kita kehilangan kestabilan. Oleh karena kita tidak bisa menghilangkan perasaan perasaan ini, maka satu-satunya tindakan yang dapat kita lakukan adalah menumpahkan perasaan-perasaan ini pada orang lain— hamba Tuhan, konselor atau sahabat. Berbagi rasa memang tidak menyelesaikan masalah tetapi setidaknya, berbagi rasa akan dapat menstabilkan ayunan emosi.
  • Keempat, kita MESTI MEMUTUSKAN APAKAH KITA AKAN PERGI MENEMUI REKAN SELINGKUH PASANGAN ATAU TIDAK.
    Bila kita tidak siap dan takut lepas kendali, jangan. Namun jika kita siap, mungkin ada baiknya kita pergi menemuinya. Kita tidak datang untuk mengemis agar ia memutuskan relasi dengan suami kita. Kita datang untuk memperlihatkan bahwa orang yang dilukainya adalah seorang manusia yang riil.

Singkat kata, kedatangan kita memberikan wajah pada nama yang telah diketahuinya. Kita tidak berharap ia akan segera memutuskan hubungan zinahnya, tetapi setidaknya, perjumpaan kita dengannya telah membuat perzinahannya menjadi PERSONAL—ia telah berzinah dengan suami orang yang sekarang dikenalnya dan ia telah berandil menghancurkan hidup sebuah keluarga, yang sekarang dikenalnya ! Satu hal lagi, perjumpaan kita dengannya mengingatkannya akan pertanggungjawabannya secara pribadi—bahwa ia telah terlibat dalam sebuah perbuatan dosa, baik kepada Tuhan maupun kepada diri kita.

Firman Tuhan di Amsal 5:22 mengingatkan, "Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya dan terjerat dalam tali dosanya sendiri." Kita mesti percaya bahwa Tuhan akan membalaskan kejahatan pasangan dan juga rekan selingkuhnya. Mungkin tidak hari ini, tetapi suatu hari kelak mereka akan tertangkap dan terjerat dalam dosa mereka sendiri. Jadi, biarlah kita menunggu Tuhan bertindak dan membela kita. Tidak usah kita membalas.