Keluarga Bahagia, Adakah?

Versi printer-friendly
Januari




Salah satu penemuan yang mengejutkan adalah, tatkala kita memerhatikan kehidupan keluarga para hamba Tuhan yang dicatat di Alkitab, ternyata cukup banyak yang bermasalah. Sebagai contoh, Raja Daud harus menuai banyak masalah di hari tuanya gara-gara masalah anak. Imam Eli — dan juga Samuel — menghadapi banyak masalah yang ditimbulkan oleh anak-anak mereka. Gara-gara mereka, Israel menolak Tuhan dan meminta diperintah oleh raja. Yakub pun harus menuai banyak masalah, baik yang berasal dari istrinya, maupun dari anak-anaknya. Bahkan di dalam penderitaan, bukan saja Ayub tidak mendapat dukungan dari istrinya, ia pun disuruh mengutuk Tuhan dan mati. Jadi, sebenarnya adakah keluarga yang bahagia ? Jawaban terhadap pertanyaan "Adakah keluarga bahagia" ialah ADA, namun kita mesti terlebih dahulu jelas dengan makna bahagia, dalam kaitannya dengan keluarga. Berikut akan dipaparkan beberapa ciri atau tanda bahagia.

  1. Keluarga bahagia TIDAK BERARTI SETIAP SAAT, SETIAP ANGGOTA KELUARGA MERASA BAHAGIA DENGAN KELUARGANYA.
    Tidak ! Di dalam hidup berkeluarga, pastilah ada konflik, dan konflik membuat hati susah, bukan bahagia. Juga, mustahil untuk selalu memenuhi keinginan masing-masing; tentulah ada saat di mana kita tidak bisa atau tidak bersedia memenuhi keinginan anggota keluarga yang lain dan sewaktu itu terjadi, ia tidak akan merasa bahagia. Itu sebab, mustahil untuk merasa bahagia senantiasa, termasuk di dalam keluarga. Jika demikian, apakah definisinya bahagia di sini ? Bahagia berarti bahwa secara keseluruhan kita merasa puas dengan keluarga kita. Kita tidak buta; kita tahu bahwa keluarga kita tidak sempurna, tetapi secara keseluruhan kita merasa bahwa di dalam keluarga, jauh lebih sering kita merasa puas dan senang, ketimbang kesal dan tidak puas. Kita tahu kelemahan masing-masing anggota keluarga namun sejauh ini kita masih dapat menoleransinya dan masih tetap dapat menjalin relasi yang baik antara satu sama lain.
  2. BILA KITA BISA BERSYUKUR KEPADA TUHAN ATAS KEHADIRAN MEREKA DI DALAM HIDUP KITA.
    Tatkala kita tidak bisa bersyukur atas kehadiran mereka, itu pertanda bahwa keluarga kita tidak bahagia. Kita bersyukur atas kehadiran mereka bukan karena mereka membuat hidup kita lebih menyenangkan atau lebih mudah. Bukan ! Kita bersyukur kepada Tuhan atas kehadiran mereka karena melalui mereka kita bertumbuh menjadi manusia yang lebih menyerupai Kristus, Tuhan kita. Pertumbuhan yang saya maksudkan di sini bukanlah pertumbuhan yang diakibatkan oleh MASALAH yang ditimbulkan oleh anggota keluarga, tetapi pertumbuhan yang terjadi akibat PEMBELAJARAN dari satu sama lain. Suami belajar dari istri dan anak-anak, istri belajar dari suami dan anak-anak, anak-anak belajar dari orangtua dan dari satu sama lain. Dengan kata lain, kita belajar dari kehidupan yang layak dicontoh, bukan dari KEBURUKAN yang mesti dihindari dan ditanggung dari satu sama lain.
  3. BILA KITA DIKASIHI DAN DITERIMA APA ADANYA.
    Singkat kata, kita bisa menjadi diri kita apa adanya dan tidak mesti menjadi pribadi lain—yang bukan diri kita—supaya dapat diterima dan dikasihi. Bila kita tidak dapat menjadi diri apa adanya karena dituntut untuk menjadi diri yang berbeda, maka kita tidak akan merasa bahagia berada di dalam keluarga. Sudah tentu ada peraturan atau pengharapan yang mesti kita perhatikan di dalam keluarga; kita tidak dapat—dan tidak seharusnya—hidup sesuai kata hati tanpa menghiraukan orang lain. Kita harus menyadari bahwa tindakan kita dapat mengecewakan orang, tidak soal seberapa besar kasih dan penerimaannya terhadap kita. Sungguhpun demikian, seyogianyalah di dalam keluarga kekecewaan hanya disiapkan untuk hal yang sangat penting seperti karakter dan kerohanian, dan bukan hal sepele seperti prestasi dan penampilan. Dengan kata lain, bila kita bisa berkata bahwa kita dikasihi dan diterima walau kita tidak berprestasi tinggi dan berpenampilan bagus—karena yang terpenting bagi keluarga adalah siapakah kita dan apakah karakter dan kerohanian kita, bukan prestasi kita—maka kita dapat menyebut bahwa keluarga kita bahagia. Dan, jika kita pun bisa berkata bahwa kita juga menerima keluarga kita apa adanya walau tidak berprestasi tinggi dan berpenampilan bagus—karena kita mendasari penerimaan dan kasih atas siapakah mereka dan apa karakter serta kerohanian mereka—mereka pun dapat menyebut keluarganya bahagia.
  4. BAHAGIA JIKA ADA KETERBUKAAN UNTUK SALING MENGOREKSI DAN DIKOREKSI.
    Kita berani mengoreksi karena kita tahu, teguran kita diperhatikan. Dan, kita pun tidak berkeberatan dikoreksi karena kita tahu, mereka bermaksud baik. Sebaliknya, jika kita tidak dapat menyampaikan koreksi karena anggota keluarga lainnya cenderung bersikap defensif, kita tidak bisa berkata bahwa keluarga kita bahagia. Tidak ada keluarga yang berbahagia secara mendadak; semua harus melewati tahapan yang panjang dimana kita saling mengoreksi dan dikoreksi. Sewaktu kita mengoreksi, sesungguhnya kita tengah menyampaikan harapan agar mereka menjadi seperti yang kita dambakan. Nah, makin dekat mereka pada harapan, makin senang dan puas hati kita. Sebaliknya, makin jauh mereka dari pengharapan, makin tawar dan makin tidak puas hati kita. Jadi, makin terbuka kita terhadap koreksi, makin besar kemungkinan kita menikmati kebahagiaan di dalam keluarga.
  5. BILA KITA DAPAT MEMBAYANGKAN DAN MENANTI-NANTIKAN MENGHABISKAN MASA DEPAN BERSAMA DENGAN MEREKA.
    Ya, kita hanya dapat membayangkan dan menanti-nantikan menghabiskan masa depan bersama keluarga bila kita dapat menikmati keluarga kita SEKARANG. Sebaliknya, jika kita tidak bisa menikmati keluarga kita sekarang, kecil kemungkinan kita akan dapat membayangkan dan menanti-nantikan menghabiskan masa depan bersama mereka. Jika kita menikmati keluarga kita sekarang, kita akan berusaha memperpanjang menghabiskan waktu bersama mereka—makin panjang, makin baik. Secara spontan kita pun akan merancang masa depan dan hari tua; kita akan memikirkan di mana kita akan tinggal dan apa yang akan kita lakukan, baik kita dengan pasangan maupun kita dengan anak atau cucu. Secara alamiah rancangan ini muncul karena memang tidak ada orang yang dapat membuat kita bahagia dan puas hati seperti keluarga kita sendiri. Itu sebabnya bersama merekalah kita mau hidup bersama atau berdekatan supaya kita dapat menghabiskan waktu dengan mereka.
Kesimpulan

Memang tidak ada keluarga yang sempurna, tetapi ada banyak keluarga yang bahagia. Kita puas dengan keluarga kita dan ingin menghabiskan waktu bersama mereka. Sudah tentu tidak selalu kita sependapat dengan mereka dan tidak selalu kita bangga dengan satu sama lain. Kita tidak selalu berlaku benar dan kadang kita mengecewakan orang yang dekat dengan kita dan mengasihi kita. Jadi, adakalanya kita mempermalukan mereka, begitu pula sebaliknya. Namun pada akhirnya kita berhasil menerima satu sama lain dan melanjutkan relasi.

Amsal 14:11 mengingatkan kita, "Rumah orang fasik akan musnah, tetapi kemah orang jujur akan mekar." Ya, awal dari upaya memekarkan rumah atau keluarga adalah KEJUJURAN. Nama lain dari kejujuran adalah KETULUSAN dan KETERBUKAAN. Di mana ada ketulusan dan keterbukaan, di sanalah ada kebahagiaan. Sumber: Oleh Pdt. Paul Gunadi. Audio dan transkrip dapat diperoleh di www. telaga.org dengan kode T513 C.








Pertanyaan:

Saya seorang suami berpenghasilan Rp 3,5 juta dan setiap bulannya penghasilan saya dialokasikan untuk bayar penunjang kebutuhan hidup. Penghasilan saya habis untuk hal-hal tersebut. Istri saya berpenghasilan Rp 1,8 juta dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari dan memberi uang "hidup" untuk saya karena saya bekerja di luar kota. Dan akhir-akhir ini ada biaya untuk cicilan Hp dan istri saya janji menyanggupi untuk membayarnya dari penghasilannya sendiri, tetapi janji tinggallah janji saya yang kerepotan untuk cari pinjaman supaya dapat membayar cicilan Hp tersebut karena cicilan atas nama saya. Sedangkan saya orang yang malu jika harus ditagih oleh ‘debt-collector’. Bila saya mengingatkan istri saya untuk bayar cicilan, istri hanya mengiyakan saja sampai jatuh tempo. Anehnya juga uang hidup saya di luar kota pun dihentikan. Akhirnya saya tidak mau cari pinjaman untuk bayar cicilan Hp. Ketika saya tanya "mengapa kamu membohongi saya? Mengapa uang hidup saya diberhentikan?", istri saya akan mengatakan seribu alasan yang saya rasa itu mustahil. Saya marah dengan kebohongan istri saya. Saya harus bagaimana Pak, sudah 2x saya melakukan hal tersebut. Kalau terlalu banyak ribut, saya merasa tidak enak dengan mertua sebab kami tinggal serumah dengan mereka. Usia pernikahan kami 6 bulan, saya mohon solusinya. Jawaban:
Dear Pak NN,

Dibohongi seseorang apalagi orang terdekat, tentu adalah hal yang dapat membuat kita marah dan mengurangi rasa percaya kepadanya. Untuk alternatif solusi atas kasus Bapak, saya mengusulkan jika Bapak dan Ibu dapat membahas secara serius di tempat lain (jangan di rumah). Situasi lain terkadang dapat menciptakan suasana yang lebih rileks dan kreatif dalam menghasilkan jalan keluar. Dalam situasi itu, Bapak juga perlu menyampaikan tentang perasaan Bapak dan tanyakan kepadanya, "Boleh tidak saya dibantu untuk bisa tahu caranya lebih mempercayaimu dalam kasus ini? Dan apa yang perlu engkau lakukan supaya saya juga makin memudahkan saya lebih mempercayaimu?" Jadi prinsipnya adalah Bapak mengajak diskusi untuk memikirkan bagaimana kedua pihak bisa mendukung proses dipercayai dan mempercayai. Demikian tanggapan yang dapat kami berikan, mudah-mudahan bisa membantu.

Salam : Andrew A. Setiawan








Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Bp.& Ibu Suriptono, Ph.D. (Rp 2.500.000,-), Sdri. Bekti Dharmayani di Jawa Tengah (Rp 700.000,-) dan Ibu Gan May Kwee di Solo (Rp 750.000,-.
  1. Bersyukur Radio Syalom FM di Tobelo yang telah cukup lama kehilangan kontak, kembali menghubungi Telaga lewat email dan program Telaga bisa disiarkan kembali.
  2. Untuk menjalin relasi dengan para mantan pemain fragmen, telah diadakan acara Natal dan menyambut Tahun Baru 2019 di Sekretariat Telaga pada tgl. 8 Januari 2019. Yang hadir ada 19 orang dewasa dan 2 anak, termasuk Bp.& Ibu Pdp. Maurits Tahya yang sedang berada di Malang.
  3. Dalam bulan ini sempat menghubungi radio-radio yang sudah lama tidak ada beritanya dan ternyata ada 8 radio yang "off-air" yaitu Radio Barigas Terang Borneo FM, Gosyen FM, Nafiri FM, Yobel FM, Alpha Omega GM, Nests FM, Pelita Kasih Seruyan FM dan MARS FM di Palu. Doakan untuk 8 radio tersebut.
  4. Kesulitan untuk menghubungi Radio Bahana Sangkakala AM dan Swaranusa Bahagia FM di Jayapura; Sumber Kasih FM di Manado dan Swara Alam FM di Kendari. Sudah dihubungi lewat telepon dan email namun sampai saat ini belum ada tanggapan.
  5. Bersyukur judul "Tatkala Stres Melanda Remaja" telah direkam ulang dan juga ada tambahan judul "Komunikasi Orangtua dan Remaja" dengan Ev. Carolina Soputri sebagai nara sumber. Doakan agar dalam bulan Pebruari 2019 bisa diadakan rekaman lagi.
  6. Bersyukur dari 40 radio yang bekerjasama saat ini, ada 13 radio yang merupakan radio streaming dan jangkauan siaran juga sangat meluas.
  7. Doakan agar dalam masa kampanye pilpres dan pileg dalam 2,5 bulan ini situasi tetap aman dan terkendali.
  8. Bersyukur untuk sumbangan dari donatur tetap yang diterima dalam bulan ini, yaitu dari:
    • 006 – Rp 150.000,-
    • 011 – Rp 300.000,- untuk bulan Nopember dan Desember 2018







"Kalau kau senangi jiwa-jiwa
Hendaknya kau mencintainya dalam Allah,
Sebab jiwa-jiwa itu pun berubah-ubah.
Kalau tertambang di dalam-Nya, jiwa-jiwa itu menjadi mantap,
Kalau tidak, pergilah dan binasalah mereka.
Maka hendaknya
mereka dicintai di dalam Dia!
Renggutlah yang dapat kau renggut bersamamu
kepada-Nya
Dan berkatalah kepada mereka: "Dia itu, marilah kita mencintai-Nya.
Dialah yang menjadikan hal-hal ini dan Dia tidak jauh. Sebab
semuanya ini telah diciptakan-Nya …. ,"

Sumber: Pengakuan-Pengakuan (Kitab IV: Augustinus Guru di Thagaste dan di Karthago) oleh Augustinus (Kanisius 1997)