Tuntutan Yang Menghimpit Anak I

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T286A
Nara Sumber: 
Pdt.Dr.Paul Gunadi
Abstrak: 
Ibarat tanaman, anak pun membutuhkan ruang untuk bertumbuh. Tugas orang tua adalah mengawasi dan merawat pertumbuhan anak agar sesuai dengan arah yang diinginkan orang tua. Masalah timbul bila selain dari mengawasi dan merawat, orang tua pun membebani anak dengan tanggung jawab yang melebihi usia dan kemampuannya. Ibarat tanaman yang terhimpit beban, pertumbuhan anak akhirnya tersendat dan melenceng dari jalur semula. 5 beban yang kadang keliru diembankan pada anak yaitu tuntutan sebagai anak sulung, tuntutan sebagai anak perempuan, tuntutan sebagai anak kesayangan, tuntutan sebagai anak terpandai dan tuntutan sebagai anak rohani.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ibarat tanaman, anak pun membutuhkan ruang untuk bertumbuh. Tugas orang tua adalah mengawasi dan merawat pertumbuhan anak agar sesuai dengan arah yang diinginkan orang tua. Masalah timbul bila selain dari mengawasi dan merawat, orang tua pun membebani anak dengan tanggung jawab yang melebihi usia dan kemampuannya. Ibarat tanaman yang terhimpit beban, pertumbuhan anak akhirnya tersendat dan melenceng dari jalur semula. Berikut akan dipaparkan beban yang kadang keliru diembankan pada anak.

  1. Tuntutan sebagai anak sulung. Cukup banyak orang tua yang menuntut anak tertua untuk memikul tanggung jawab besar. Misalnya, ada orang tua yang melimpahkan anak sulung untuk menjaga dan mengurus adik-adiknya pada usia yang relatif muda. Memang adakalanya orang tua terlalu sibuk atau memunyai anak terlalu banyak sehingga tidak lagi dapat memberi pengawasan dan perhatian kepada semua anak. Terpaksa orang tua menuntut anak sulung untuk menolong orang tua.
    Masalahnya adalah, bila hal ini dilakukan di kala anak sulung masih berusia belia, tuntutan ini akan membebaninya secara berlebihan. Tugas mengawasi serta mengurus adik sudah tentu akan menyita waktunya sendiri. Ketika ia ingin bermain-sebagaimana layaknya anak seusianya-ia terpaksa menjaga dan mengurus adiknya. Alhasil ia cenderung kehilangan masa kanak-kanak yang seharusnya menjadi miliknya. Sebagaimana kita ketahui kehilangan masa kanak-kanak berakibat negatif pada pertumbuhan anak. Ia cenderung matang terlalu dini dalam hal tanggung jawab namun miskin pemenuhan kebutuhan emosionalnya.
  2. Tuntutan sebagai anak perempuan. Masih banyak orang tua yang memerlakukan anak perempuan sebagai setengah pembantu rumah tangga. Misalkan sehabis makan, anak laki-laki dibiarkan pergi tetapi anak perempuan diwajibkan untuk membawa piring ke dapur dan mencucinya. Ketika anak laki bermain di luar, anak perempuan disuruh untuk membantu ibu memasak. Tatkala anak laki pergi bersama teman untuk menonton, anak perempuan diminta orang tua untuk menjaga rumah.
    Semua perlakuan ini keluar dari pandangan bahwa tempat bagi anak perempuan adalah di dalam rumah. Itu sebabnya anak perempuan dianggap tidak perlu pergi bermain keluar. Terpenting adalah menyiapkan anak perempuan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang cakap. Sudah tentu ada waktu dan tempat bagi anak perempuan belajar keterampilan mengurus rumah. Namun, ada pula waktu dan tempat bagi anak laki untuk belajar keterampilan mengurus rumah. Tuntutan yang berlebih pada anak perempuan berpotensi memasungnya menjadi anak yang tidak berinisiatif dan sukar menikmati hidup. Ia pun cenderung bermasalah dengan rasa bersalah yang tidak pada tempatnya.
  3. Tuntutan sebagai anak kesayangan. Sebagai anak kesayangan, seorang anak dituntut untuk senantiasa mengerti perasaan orang tua. Ia pun dituntut untuk menjadi anak yang bersikap dan berbuat baik kepada orang tua. Jika ada pertentangan antara orang tua dan anak lainnya, anak kesayangan merasa berkewajiban untuk membela orang tua-tidak peduli siapa yang salah. Singkat kata, anak kesayangan menerima beban untuk mengasihi orang tua lebih daripada anak-anak lainnya.
    Ia pun dituntut untuk mengabaikan kelemahan orang tua dan hanya memfokuskan pada kelebihan. Akibatnya anak kesayangan sering kali susah mengembangkan obyektivitas dalam hidupnya. Kesetiaannya bukan terletak pada APA yang benar tetapi pada SIAPA yang dianggapnya benar. Dengan kata lain, benar atau salah menjadi relatif serta bergantung pada siapa yang disukainya.
    Dampak lainnya adalah anak kesayangan tidak mempunyai kebebasan untuk menjadi diri apa adanya. Ia harus menjadi anak sesuai kehendak orang tua walaupun itu bertentangan dengan karunia dan isi hati yang sesungguhnya.
  4. Tuntutan sebagai anak terpandai. Kadang kita berpikir bahwa beban terberat dipikul oleh anak yang paling tidak pandai. Pada kenyataannya anak terpandai dalam keluarga tidak kalah menderita tekanan. Sebagai anak terpandai pada dasarnya ia diharapkan untuk tidak pernah gagal. Hasil yang dicapainya mesti senantiasa selaras dengan tuntutan orang tua.
    Bila orang tua tidak fleksibel, anak yang terpandai merasa lebih merupakan sapi perahan. Ia cenderung merasa bahwa ia hanya berharga bila ia dapat memuaskan harapan orang tuanya. Jika tidak, ia pun tidak merasa dirinya bernilai. Singkat kata, oleh karena itulah tuntutan dan perlakuan yang diterimanya, pada akhirnya ia pun memerlakukan dirinya sama dengan perlakuan orang tua terhadap dirinya. Ia hanya merasa bernilai bila ia sanggup mencapai tuntutan dirinya sendiri. Kegagalan dihapus dari kamus hidupnya, keberhasilan menjadi dewa yang disembahnya.
  5. Tuntutan sebagai anak rohani. Orang tua tentu senang melihat anak bertumbuh secara rohani. Misalnya anak gemar membaca Firman Tuhan dan rajin ke gereja. Masalah muncul tatkala orangtua menuntut anak untuk selalu bersikap dan berperilaku rohani, dalam pengertian tidak boleh marah atau merasa kecewa dan sebagainya. Sudah tentu tuntutan ini tidak realistik. Kendati ia rohani sebagai anak yang manusiawi ia pun dapat melakukan kesalahanl. Tugas orang tua seyogianya adalah menuntun anak untuk dapat menghadapi kegagalannya melakukan sesuatu seturut kehendak Tuhan. Orang tua mesti mengajarnya untuk datang meminta pengampunan dari Tuhan dan memberi pengampunan pada diri sendiri. Kesalahan orang tua adalah kadang orang tua malah memperalat kerohanian anak untuk kepentingan orang tua. Misalnya melarang anak untuk pergi studi ke kota lain dengan alasan sebagai anak yang berbakti kepada Tuhan tidak seharusnya ia pergi meninggalkan keluarga.

Dampak Keseluruhan

  • Kaku. Ada sebagian anak yang bertumbuh dengan kepribadian yang kaku. Ia sukar melihat interaksi dan hanya dapat melihat aksi-reaksi. Ia cepat marah dan tidak suka ketidakkonsistenan. Ia tidak mudah mengerti mengapa orang berbeda dari dirinya.
  • Perfeksionis. Ia menuntut kesempurnaan di atas segalanya. Ia tidak menoleransi kegagalan baik pada dirinya atau orang lain. Standar hidup dan karyanya sukar diturunkan karena ia tidak mudah berkompromi.
  • Menyalahkan. Oleh karena ia besar dengan tanggung jawab, jika ada kesalahan, orang tua kerap menyalahkannya. Untuk menghindar dari disalahkan, ia pun berusaha semaksimal mungkin untuk bertanggung jawab sebaik-baiknya. Masalahnya adalah, makin bertanggung jawab, makin sering dan mudah ia menyalahkan orang yang dianggapnya tidak bertanggung jawab sebagaimana dirinya. Inilah proses yang melestarikan pola menyalahkan.
  • Mudah cemas. Pada umumnya ia mudah tegang sebab hidup tidaklah bebas. Baginya hidup adalah kerja-sepenuhnya. Tidak ada ruang untuk beristirahat dan santai. Semua mata memandangnya sehingga ia harus selalu memperlihatkan perilaku dan diri terbaiknya. Jika ada kekurangan dan kesalahan, ia cepat menyalahkan diri dan merasa takut dihukum. Pada masa remaja dan dewasa hukuman terberat baginya adalah penolakan. Ia takut ditolak, itu sebabnya ia terus didesak oleh dirinya sendiri untuk selalu berprestasi.
Kesimpulan
Pada waktu Tuhan Yesus berusia 12 tahun, dalam kunjungan ke Yerusalem, Ia pergi meninggalkan orangtuanya dan masuk ke Bait Allah untuk mendengarkan dan berdialog dengan kaum alim ulama. Sewaktu Yusuf dan Maria menegur-Nya, Tuhan menjawab, "Mengapakah kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" (Lukas 2:49)
Kendati ayat ini membicarakan tentang Yesus sebagai Tuhan dan bukan sebagai seorang anak manusia saja, tetapi pelajaran yang dapat ditarik juga relevan untuk pembahasan kita. Kendati anak adalah keturunan kita, misi utamanya adalah ia bertumbuh sesuai dengan kehendak Tuhan. Tugas utama anak adalah menjadi seperti yang dikehendaki Tuhan, bukan kita. Jadi, besarkanlah anak untuk bertumbuh berdasarkan arah yang ditetapkan Tuhan.