Topeng Laki-laki 2

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T351B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Lingkungan seringkali menuntut kita yang berlebihan, kalau kita bisa menjadi seperti yang lingkungan harapkan maka kita bisa menjadi diri sendiri seutuhnya. Tapi ketika keinginan itu tidak bisa kita lakukan dalam kehidupan kita. Maka kita akan memakai topeng ketika berada di tengah-tengah lingkungan. Dan di sini kita akan mempelajari topeng apa yang akan dipakai oleh laki-laki ketika tidak bisa memenuhi keinginan dari lingkungan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Meski kita dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, namun pada kenyataannya kita menjadi laki-laki-atau perempuan lewat proses pembentukan. Singkat kata kita belajar menjadi laki-laki atau perempuan, melalui pengamatan sendiri maupun pengondisian yang kita alami dari orang dan budaya di sekitar.

Ada tuntutan dan pengharapan yang kita terima dari lingkungan untuk menjadi laki-laki atau perempuan.

Pada akhirnya tuntutan dan pengharapan itu menjadi sekadar topeng yang kita pakai supaya kita tetap diterima oleh lingkungan. Sebagai akibatnya kita tidak akan hidup bebas; kita senantiasa hidup dalam ketegangan—antara menjadi diri yang sebenarnya dan menjadi diri yang diharapkan.

Topeng Pria: Kuat

Pada umumnya laki-laki dituntut untuk menjadi pribadi yang kuat, dalam pengertian:

  1. Tidak mudah dipengaruhi emosi
  2. Tidak mudah menyerah dalam kesulitan
  3. Tidak takut menghadapi bahaya
  4. Tidak lepas kendali.

  1. Sebagaimana dapat kita lihat sebenarnya keempat tuntutan ini merupakan empat karakter yang baik. Namun dalam perjalanannya, sering kali keempat karakter ini berkembang secara berkelebihan. Misalnya, "TIDAK MUDAH DIPENGARUHI EMOSI" berubah menjadi "tidak beremosi sama sekali." Kita mafhum bahwa mustahil buat kita untuk tidak beremosi, jadi yang sesungguhnya terjadi adalah kita bukannya tidak beremosi melainkan "menyangkal perasaan atau emosi yang ada." Dampak "Tidak Beremosi Sama Sekali"

    • Laki-laki mengalami kesukaran untuk bukan saja mengenali dan menghayati perasaan sendiri, tetapi juga mengenali dan menghayati perasaan orang lain.
    • Oleh karena tidak dapat mengenali dan menghayati pelbagai perasaan, sering kali semua perasaan mengerucut menjadi satu perasaan yaitu kemarahan.
    • Laki-laki cenderung menarik diri dari situasi yang bermuatan emosi. Dengan kata lain, akhirnya laki-laki menutup diri.
    Itu sebab penting bagi laki-laki untuk mengembangkan karakter "tidak mudah dipengaruhi emosi" secara benar yakni bukan menyangkal perasaan melainkan mengenali, menghayati, DAN mengelolanya. Emosi yang dikelola cenderung lebih terkendali dan justru dapat menjadi aset buat laki-laki dalam berelasi. Jadi, belajarlah mengungkapkannya sewaktu perasaan itu masih dalam kadar yang lemah, dan jangan tunggu sampai menjadi gunung emosi.
  2. "TIDAK MUDAH MENYERAH DALAM KESULITAN" juga adalah karakter yang baik namun dalam perkembangannya acap kali karakter ini berubah menjadi "tidak mudah mengakui kekalahan." Singkat kata "menyerah" dianggap kekalahan dan inilah yang coba dihindari dengan pelbagai cara. Dampak "Tidak Mudah Mengakui Kekalahan"

    • Dampak pertama adalah berkembang dan mengerasnya ego. Sebagai akibatnya makin sukar laki-laki mengakui kesalahannya. Itu sebab bagi laki-laki meminta maaf merupakan pergumulan tersendiri. Mungkin laki-laki tidak terlalu mementingkan kemenangan; laki-laki hanya sukar menerima kekalahan.
    • Dampak kedua adalah adakalanya laki-laki bersikap tidak realistik dan cenderung bersikap optimistik secara berlebihan. Kita dapat melihat ini dengan jelas terutama tatkala laki-laki tengah berusaha meng-golkan rencana usahanya. Singkat kata, dampak dari kesukarannya mengakui kekalahan adalah menyempitnya pandangan akan keterbatasan dirinya.
    • Dampak ketiga adalah adakalanya laki-laki terus mengulang kesalahan yang sama karena tidak cepat belajar dari kesalahan yang lama. Dengan kata lain, laki-laki sukar menerima teguran untuk berubah.
    Tidak mudah menyerah dalam kesulitan adalah karakter yang indah namun sering kali dalam perkembangannya karakter ini berubah bentuk menjadi negatif, yaitu tidak mudah mengakui kekalahan. Itu sebab laki-laki perlu terus mengembangkan sikap tidak menyerah sekaligus bersedia dikoreksi sejak awal. Biasakan diri untuk membuka telinga dan memeriksa diri. Biasakan untuk meminta maaf untuk kesalahan yang diperbuat. Biasakan diri untuk meminta pendapat orang, terutama pasangan sendiri, meski hal ini dapat memperlambat pengambilan keputusan.
  3. "TIDAK TAKUT MENGHADAPI BAHAYA" sebenarnya adalah karakter yang indah namun acap kali karakter ini berubah menjadi "tidak mengindahkan rambu". Seharusnya "tidak takut menghadapi bahaya" berarti memerhitungkan bahaya namun memiliki keberanian menghadapinya karena perlu. Namun sayangnya karakter ini bermorfosis menjadi "tidak mengindahkan rambu." Dampak "Tidak mengindahkan rambu"

    • Dampak pertama adalah sikap seperti ini memudahkan laki-laki jatuh ke dalam perangkap iblis. Betapa banyak dan seringnya laki-laki jatuh ke dalam dosa akibat tidak mengindahkan rambu-rambu yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Tidak heran penjara lebih banyak dihuni laki-laki dibanding perempuan.
    • Dampak kedua adalah laki-laki cenderung mengembangkan jiwa pemberontak. Sering kali secara membabi buta laki-laki mengambil keputusan keliru hanya karena ingin menunjukkan pemberontakannya.
    • Dampak ketiga adalah laki-laki rentan merugikan orang. Oleh karena tidak mengindahkan rambu maka laki-laki akhirnya melakukan perbuatan yang merugikan orang-orang di sekitarnya. Singkat kata, ada kecenderungan laki-laki untuk tidak mempedulikan orang lain demi kepentingan sendiri.
    Sesungguhnya karakter tidak takut bahaya adalah karakter yang indah selama diimbangi dengan perhitungan yang masak. Laki-laki mesti terus memperhitungkan dengan masak akibat dari perbutannya. Terutama, laki-laki mesti menempatkan diri pada posisi orang lain, bukan hanya diri sendiri, sewaktu mengambil keputusan. Terpenting, laki-laki mesti hidup takut akan Tuhan dan penghukuman-Nya.
  4. "TIDAK LEPAS KENDALI" seyogianya lahir dari rasa bertanggung jawab yang besar. Dari sinilah muncul keinginan untuk memastikan semua berjalan dengan baik. Sayangnya karakter yang baik ini sering kali berubah menjadi "keinginan menguasai segalanya." Dampak "Keinginan menguasai segalanya"
    • Dampak pertama dari "keinginan menguasai segalanya" adalah "tidak menghargai orang." Besar potensi laki-laki untuk "memakai" orang, dan tidak "memanusiakan" orang. Semua akhirnya diukur dari segi kegunaan—selama masih berguna, dipakai; begitu tidak lagi berguna, dicampakkan. Itu sebabnya besar kemungkinan buat laki-laki untuk terjerat ke dalam kehidupan yang pragmatis dan menjauh dari kehidupan yang spiritual.. Tidak heran banyak yang hanya bersemangat melayani Tuhan sewaktu merasa diberkati. Begitu tidak lagi merasa diberkati, Tuhan pun dilepaskan.
    • Dampak kedua dari "keinginan menguasai segalanya" adalah ""memaksakan kehendak dan rencana pribadi." Tidak mudah bagi laki-laki untuk melepaskan kehendak pribadi dan mengikuti kehendak orang lain. Itu sebab lebih mudah buat laki-laki untuk tunduk kepada atasan dan melepaskan kehendak pribadi daripada bernegosiasi dan melepaskan kehendak dengan pihak yang sederajat. Tidak heran, tidaklah mudah bagi laki-laki untuk beriman dan berserah kepada Tuhan. Selama kehendak Tuhan sama dengan kehendak pribadi, Tuhan disembah. Begitu kehendak Tuhan berbeda dari kehendak pribadi, Tuhan pun ditinggalkan. Itu sebabnya bagi kebanyakan laki-laki beriman dan berserah menjadi pergumulan panjang yang tak habis-habisnya.
    • Dampak ketiga dari "keinginan menguasai segalanya" adalah "mendasari penghargaan diri atas keberhasilan." Makin sering memetik keberhasilan, makin membesar "aku." Dan, makin membesar "aku," makin mengecil peran Tuhan dan orang lain. Sebaliknya, makin berkurang keberhasilan, makin mengecil penghargaan diri. Sayangnya sebagian laki-laki bukannya datang kepada Tuhan dan berserah kepada-Nya, mereka malah marah dan meninggalkan Tuhan.

Tidak bisa tidak, semua ini berdampak pula pada relasinya dengan istri. Berapa sering kita mendengar keluhan istri bahwa suami tidak menghargainya dan hanya menghargai selama ia berguna bagi suami. Berapa banyak istri yang merasa dipakai sebagai obyek ketimbang dikasihi dan dihargai sebagai seorang pribadi yang utuh? Berapa sering kita mendengar keluhan istri tentang suami yang memaksakan kehendak dan susah sekali diajak berdialog? Berapa sering kita mendengar keluhan istri tentang suami yang tidak mau berbakti kepada Tuhan—apalagi melayani-Nya—karena tidak tertarik atau tidak mau buang waktu?

Mungkin tidak ada ayat yang lebih tepat buat laki-laki selain dari Matius 6:33, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."