Seni Menegur 3

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T375C
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan M.K.
Abstrak: 
Menegur dapat menjadi bagian yang tersulit dalam hubungan kita dengan orang lain. Seringkali kita memandang menegur sesame kita sebagai sebuah pilihan, namun sesungguhnya kita perlu memandang menegur dengan lebih serius seperti dalam Yakobus 5:19-20. Bagaimana langkah-langkah menegur? Bagaimana cara menegur dengan tepat? Apa maksud menegur adalah sebuah seni?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Bagi kebanyakan dari kita, menegur adalah bagian yang paling sulit dalam hubungan dengan orang lain. Tetapi sesungguhnya sangat penting dalam hubungan yang baik. Bukankah Alkitab sendiri berisi teguran-teguran.

Gagal menegur saat harus menegur dapat menjadi dosa. Kita cenderung melihat bahwa menegur orang lain hanyalah sekadar suatu pilihan dalam hidup. Namun kita perlu melihatnya dengan lebih serius sebagaimana Allah melihatnya. Ayat Alkitab yang menggarisbawahi tentang menegur ada di Yakobus 5:19-20, "Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari kebenaran dan ada seorang yang membuat dia berbalik, ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa". Menegur sesungguhnya dilatarbelakangi semangat kasih, bukan semangat sakit hati. Di dalam menegur ada unsur menasihati, tapi bukan memarahi. Menegur yang paling efektif lebih baik dalam bentuk dialog, bukan monolog.

Langkah-langkah mempelajari seni menegur dengan baik adalah :
  1. Gunakan cukup waktu untuk berdoa sebelum menegur.
    Akui sikap, pikiran maupun kelakukan yang kasar. Mintalah Tuhan memberikan sikap penuh kasih dan peduli terhadap orang yang hendak kita tegur. Minta Tuhan memimpin Anda dan memberikan Anda kata-kata yang tepat. Sediakan waktu dan tempat yang tepat. Doakan agar orang itu mau terbuka untuk menerima apa yang Anda sampaikan. Jika orang itu menyerang atau menyakiti kita, atau melakukan hal-hal yang mengganggu kita, berusahalah untuk menerima dan mengampuninya sebelum menegur.
  2. Sebelum menegur, tanyakan pada diri sendiri apakah saya berpihak pada orang itu atau bertentangan dengan orang itu.
    Jangan menghindarkan diri dari menegur karena kita berpihak padanya, juga jangan menggunakan teguran itu untuk menghukum atau membalas dendam jika kita bertentangan dengannya.
    Jika kita sedang marah, jangan menggunakan teguran untuk "membuang sampah" pada orang tersebut. Walaupun menunjukkan ekspresi kemarahan pada kondisi tertentu mungkin diperlukan, cobalah untuk menyelesaikan rasa marah itu sebelum menegur. Jika tidak, keadaan malah akan menurun menjadi tidak lebih dari sekadar perdebatan.
  3. Utamakan menegur tingkah laku dan bukannya sifat atau kepribadian.
    Kebanyakan sikap menghakimi orang lain melibatkan kedua hal ini. Si penegur perlu terbuka untuk menerima teguran sama seperti saat kita memberi teguran. Teguran paling efektif saat kita sudah memiliki hubungan yang penuh kasih yang di dalamnya kita telah secara konsisten meyakinkan orang itu. Dalam Amsal 15:12, "Si pencemooh tidak suka ditegur orang; ia tidak mau pergi kepada orang bijak".Amsal 15:31-32, "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi". Amsal dengan jelas menyatakan bahwa orang yang mau menerima teguran adalah orang yang bijaksana. Teguran itu mutiara, membangun. Kalau perlu mintalah teguran sekali pun kita orang tua dari anak-anak kita, sekali pun istri atau suami, sekali pun kita atasan, guru/dosen, kepala cabang. Hal itu akan membangun semangat kerendahan hati.

Hubungan yang baik sangat menolong bagi si penegur.Berusahalah untuk mengatasi masalah dengan orang yang bersangkutan, bukannya bergosip tentang dia.

Berkenaan yang relasi yang baik, kita bisa membandingkan dengan tabungan emosi. Ketika kita berbuat baik, kita sedang mengisi tabungan emosi. Namun pada waktu kita menegur atau mengeluarkan kata-kata yang menyinggung, kita sedang menarik dari tabungan emosi. Kalau tabungan emosi banyak ditarik maka akan defisit sehingga relasi terganggu. Jika kita banyak melakukan hal-hal yang baik, menunjukkan kepedulian, tabungan emosi bertambah dan menjadi surplus sehingga relasi menjadi baik. Sekali kita menarik tabungan emosi melalui teguran maka jumlah tabungan emosi berkurang, tapi sisanya masih tetap banyak sehingga teguran kita masih bisa dimaklumi. Penting untuk mengembangkan relasi yang baik dengan seseorang sebelum kita menegur.

Cara kita menegur sangatlah penting. Beberapa pedoman yang spesifik:
  1. Tegurlah dengan lembut. Tegurlah dengan tujuan untuk menyembuhkan dan bukan untuk menghukum atau menyakiti.
  2. Tegurlah dengan singkat dan jelas, nyatakan apa faktanya, apa yang kita rasakan atau apa yang menjadi dugaan kita. Fokuskan pada apa yang kita amati, sampaikan keinginan kita agar dia bisa mengubah sikapnya. Jangan menggunakan kalimat yang berbelit-belit, bertele-tele.
  3. Gunakan kata-kata yang menyenangkan jika mungkin. Sedapat mungkin gunakan kata "aku" atau "saya", bukan kata "kamu" yang bersikap menuding, menyakiti perasaannya. Kata "kamu" bisa dikemukakan tapi bukan dengan tujuan menyerang. Perasaan yang kita alami perlu di'expose'. Level komunikasi yang paling di permukaan adalah dunia ide, sifatnya faktual, tidak menyentuh perasaan. Level komunikasi yang lebih dalam adalah perasaan, emosi.
  4. Nada suara penting. Nada yang sejuk sedapat-dapatnya dikondisikan supaya berita dengan nyaman diterima. Komunikasi bukan sekadar apa yang diutarakan tapi yang terutama apa yang orang lain terima.
  5. Teguran yang efektif hampir selalu merupakan dialog, bukan monolog. Coba dengarkan sudut panjang orang tersebut minimal sebanyak yang kita sampaikan. Kalau kita bicara 5 menit, persilakan orang tersebut juga bicara 5 menit. Jangan lupa, kita hanya menerima sebagian dari fakta atau kebenaran yang terjadi. Perlu kita klarifikasi supaya tidak keliru.
  6. Sadarilah bahwa kita mungkin menegur orang lain secara non-verbal dengan cara diam, ekspresi wajah, nada suara, dan lainnya. Teguran non-verbal/lewat bahasa tubuh sangat sulit diterima, jarang efektif dan sering membahayakan suatu hubungan.
  7. Keterampilan menegur sangat banyak dibentuk oleh budaya, dalam hal ini kita perlu mempelajari bagaimana cara menegur yang paling efektif. Apa yang perlu dihindari, komunikasi lintas budaya penting untuk dipahami.
  8. Nilailah keefektifan suatu teguran dengan melihat perubahan tingkah laku dan sikap dalam jangka panjang bukannya dengan melihat reaksi langsung dari orang tersebut. Kita perlu bersabar, sehalus apa pun kita menegur, ada orang yang mudah tersinggung. Adalah umum jika sesorang memberi respons yang buruk, tetapi kemudian menyesal dan berubah. Orang lain mungkin tampaknya menanggap teguran kita dengan baik, tetapi tidak berubah. Setelah menegur, taburi dengan kebaikan. Apabila sikap kita setelah menegur tetap baik, maka orang akan lebih mudah mengurai sikap-sikap defensifnya.

Firman Tuhan dari Amsal 27:5,"Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi". Firman Tuhan menegaskan lebih baik berterus terang dalam bahasa kasih, menegur dalam kasih dan kebenaran daripada kita menyebut diri menegur dengan kasih tapi kita tidak pernah mengekspresikan hal yang bisa membangun orang itu.

Menegur juga merupakan seni, misalnya :
  1. Antara orang tua dengan anak; tegurlah secara spesifik dan dengan lugas. Sampaikan dalam bentuk dialog supaya kita bisa mengkaji sepenuhnya, tidak menggurui. Bentuk dialog Jika anak telah remaja, untuk hasil yang bagus kita harus berani membayar harga. Berilah waktu orang tua untuk anak-anaknya. Anak akan memahami bahwa orang tuanya peduli. Orang tua perlu belajar toleran, misalnya model baju, selera musik jika tidak menyentuh soal moral, beranilah mengijinkannya. Untuk memerbaikinya, tidak ada jalur instant tapi juga tidak ada kata terlambat untuk memerbaiki segala sesuatunya.
  2. Jika anak ingin menegur orang tua, maka anak perlu menekankan bahwa anak tetap hormat kepada orang tua, anak berterima kasih untuk hal-hal tertentu baik yang orang tua telah lakukan. Sampaikan teguran anak dengan cara yang lembut dan menghargai orang tua. Motivasi menegur sampaikan dengan jelas di bagian awal, tujuan menegur, tempat dan waktu juga penting.
  3. Seni menegur antara atasan dan bawahan. Hindarilah atas nama kekuasaan dan bersikap semena-mena. Sebagai atasan pun kita perlu sopan dan hormat, atasan dan bawahan sama-sama ciptaan Allah, masing-masing bertanggungjawab kepada Allah. Menegur orang yang setara dalam jabatan dapat dilakukan dalam bentuk diskusi. Dalam diskusi diselipkan teguran dengan cara yang sangat halus.
  4. Dalam konteks pelayanan, dimana ada kesukarelaan. Relasi itu penting, tebarlah penghargaan, apa yang positif sekecil apa pun pujilah, hormati, nyatakan terima kasih, rasa salut. Bukan secara personal tapi dalam konteks pertemuan pengurus, panitia, tim kerja dan lain-lain.

Yang penting 'mind-set' membangun atau meruntuhkan ! Yang penting pertumbuhan karakter kita yang serupa dengan Kristus. Ketika memberikan umpan balik, pilihlah perkataan yang membangun.

Pesan firman Tuhan dari Efesus 4:15, "tetapi dengan teguh berpegang pada kebenaran dalam kasih kita bertumbuh dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala".

Kebenaran dan kasih bukanlah wilayah yang perlu dipertentangkan. Menegur dengan hati yang penuh kasih, jangan lupa yang paling penting adalah pertumbuhan karakter bahwa kita dan orang lain diubah lewat hal menegur ini untuk makin serupa dengan Kristus. Tanpa itu akan terhambat dan kita mengalami kegagalan sebagai manusia yang telah ditebus oleh Allah. Jadi menegur adalah bagian dari gaya hidup yang sehat untuk kita makin serupa dengan Kristus.