Remaja Berbohong

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T317A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Berpacaran DAN berbohong begitu terkait. Pada umumnya remaja berbohong kepada orang tua karena ia tahu bahwa orang tua tidak akan menyetujui keinginannya untuk berpacaran. Mungkin orang tua melarang karena ia terlalu muda atau mungkin karena pilihannya berada di dalam “daftar cekal” orang tua. Masalahnya adalah, kerap kali anak tetap meneruskan relasinya dan memilih berbohong untuk menutupi perbuatannya. Nah, apakah yang harus kita perbuat jika hal ini terjadi pada keluarga kita ?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Berpacaran DAN berbohong begitu terkait. Pada umumnya remaja berbohong kepada orang tua karena ia tahu bahwa orang tua tidak akan menyetujui keinginannya untuk berpacaran. Mungkin orang tua melarang karena ia terlalu muda atau mungkin karena pilihannya berada di dalam "daftar cekal" orang tua. Masalahnya adalah, kerap kali anak tetap meneruskan relasinya dan memilih berbohong untuk menutupi perbuatannya. Nah, apakah yang harus kita perbuat jika hal ini terjadi pada keluarga kita ?

  1. HINDARI TUDUHAN, FOKUSKAN PERASAAN.
    Dibohongi merupakan perasaan yang menyakitkan dan mengundang kemarahan. Persoalannya adalah sesungguhnya keputusan untuk berbohong merupakan keputusannya sendiri dan bukanlah sebuah serangan penghinaan yang ditujukan secara langsung kepada kita melainkan lebih merupakan perlindungan bagi dirinya sendiri. Jadi, tatkala mengkonfrontasi kebohongannya, silakan utarakan dampak perbuatannya pada diri kita yakni sedih dan kecewa.
  2. KENALI POLA DAN ALASAN BERPACARAN.
    Kebanyakan remaja berpacaran memang karena cinta—meski bisa jadi yang disebutnya cinta hanyalah ketertarikan belaka. Jadi, dengan berpacaran mereka dapat memadu cinta yang telah bersemi di hati dan sudah tentu hal ini merupakan daya tarik yang kuat untuk berpacaran. Namun berpacaran memunyai "keuntungan tersembunyi" lainnya. Misalnya, dengan berpacaran remaja mendapatkan status "populer", dengan berpacaran remaja juga memeroleh status "laku", dengan berpacaran remaja juga dapat mengisi kebutuhannya yang tak terpenuhi, misalnya dikasihi, rasa aman dan merasa diri berharga.
  3. PULIHKAN RELASI KITA DENGANNYA.
    Apabila kita mendeteksi bahwa di balik "cinta" sebetulnya tersembunyi alasan lain mengapa ia berpacaran, sebaiknya kita mengangkat hal itu. Sering kali hal lain itu berkaitan dengan relasinya dengan kita di rumah. Misalnya, kebutuhan akan penghargaan diri, dikasihi, ditemani dan rasa aman acap kali berhubungan dengan relasi kita dengannya. Juga, relasi yang penuh penerimaan dengan orang tua membuatnya nyaman untuk bercerita tentang kesepiannya dan pergumulannya akibat tidak punya pacar.
  4. PENGEMBANGAN DIRI YANG KAYA.
    Jika memang ia terlalu muda untuk menjalin relasi serius dengan lawan jenis, katakanlah apa adanya. Jelaskanlah bahwa pada masa remaja, yang terpenting baginya adalah menjalin relasi dengan banyak teman karena lewat jalinan pertemanan inilah dirinya akan diperkaya. Relasi eksklusif akan membatasi pengayaan dirinya dan memiskinkan pengenalannya akan manusia secara lebih luas dan mendalam. Jadi, sudah seyogianyalah kita tidak tergesa-gesa mengikatkan diri dalam relasi eksklusif.
  5. PENILAIAN DIRI YANG SEHAT.
    Rasa tidak aman bersumber dari ketidaknyamanan dengan diri akibat kegagalan kita menerima diri sepenuhnya. Berilah nasihat kepadanya bahwa adalah wajar bagi kita untuk tidak menerima semua bagian diri kita dengan penilaian yang sama. Ada hal tentang diri kita yang kita terima dengan nilai A tetapi ada pula bagian diri kita yang kita terima dengan nilai B atau C.
  6. Jadi, bantulah dia untuk meluaskan wawasan dan melihat bagian dirinya yang mungkin selama ini luput dari perhatiannya.
  7. URAIKAN KRITERIA PASANGAN.
    Kita pun mesti membuka kemungkinan bahwa ia sungguh mencintai temannya. Bila memang itulah keadaannya, akuilah bahwa cinta merupakan perasaan yang indah. Namun terpenting bukan hanya mendapatkan cinta tetapi juga merayakan cinta bersama seorang yang berkenan kepada Tuhan dan memang cocok dengan kita. Di dalam percakapan ini kita mesti kembali mengingatkannya akan kriteria pasangan yang dikehendaki Tuhan yakni sesama orang percaya—selain dari kecocokan di antara mereka.
  8. TEGASKAN BATAS.
    Pada akhirnya kita harus menetapkan batas bila kita melihat bahwa relasi ini adalah relasi yang tidak sehat. Katakan kepadanya bahwa kita memahami pergumulannya, namun kita tidak dapat memberinya izin untuk menjalin relasi dengan orang itu.

Firman Tuhan: "Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati. Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan Tuhan daripada korban." (Amsal 21:2)