Persaingan Antar Anak

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T251A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Ada di antara kita yang tidak setuju dengan persaingan antar anak namun ada pula yang berpendapat sebaliknya. Sebenarnya, apakah persaingan antar anak harus dihindarkan ataukah tidak? Di sini akan dipaparkan beberapa hal yang mesti diketahui tentang persaingan antar anak agar orangtua paham bagaimana seharusnya menyikapi hal ini. Persaingan antar anak mengandung segi positif namun juga berdampak merusak, mengapa demikian?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ada di antara kita yang tidak setuju dengan persaingan antar-anak namun ada pula yang berpendapat sebaliknya. Sebenarnya, apakah persaingan antar-anak harus dihindarkan ataukah tidak? Berikut ini akan dipaparkan beberapa hal yang mesti diketahui tentang persaingan antar-anak agar orangtua paham bagaimana seharusnya menyikapi hal ini.

Pertama akan diuraikan segi positif dari persaingan itu sendiri.
  • Dalam batas tertentu, persaingan itu sendiri bukanlah sesuatu yang buruk untuk dialami anak. Persaingan sesungguhnya merupakan upaya untuk bertahan sekaligus meningkatkan prestasi. Lewat persaingan kita bertahan untuk tidak mudah menyerah dan lewat persaingan kita dipacu untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Jadi, sewaktu anak berada di suatu kancah persaingan, ia akan berkesempatan mengembangkan ketahanan sekaligus potensi dirinya.
  • Anak yang sama sekali tidak memiliki keinginan untuk bersaing berkemungkinan untuk tidak mengembangkan daya juang yang tinggi dan cenderung mengambil jalan pintas yang mudah. Ia cenderung mudah menyerah dan cepat puas dengan apa yang telah dihasilkannya.
Kendati persaingan antar-anak dapat menjadi pendorong yang positif, namun orangtua mesti menyadari beberapa hal yang berpotensi merusak pertumbuhan karakter dan jiwa anak.
  • Sedapatnya orangtua jangan mengobarkan semangat juang anak dengan cara membandingkannya dengan kakak atau adiknya. Tindakan orangtua yang menyemangati anak lewat perbandingan malah akan mengadudomba anak. Pada akhirnya anak akan sulit dekat dengan kakak dan adiknya karena ia melihat mereka sebagai pesaing, bukan teman apalagi saudara.
  • Juga, tindakan orangtua yang membandingkan anak, akan membuat anak merasa bahwa orangtua hanya mengasihinya bila ia berprestasi DI ATAS kakak atau adiknya. Singkat kata, orangtua tidak boleh menyuruh anak untuk bersaing dengan kakak atau adiknya. Biarlah persaingan ini tumbuh secara alamiah di antara mereka.
  • Orangtua harus terus menekankan bahwa terpenting adalah anak melakukan sedapatnya atau sebaiknya. Orangtua mesti terus mengingatkan anak untuk tidak memaksakan diri dengan cara mengorbankan hal-hal penting lainnya. Dengan kata lain, orangtua harus mengajarkan anak akan keterbatasan dirinya. Jika anak sampai kehilangan keseimbangan hidup dan mulai menampakkan masalah akibat menuntut diri berlebihan, orangtua mesti cepat tanggap dan meminta anak untuk mengurangi tuntutan ini. Ada anak yang menjadi cepat marah atau kerap uring-uringan; ada anak yang mengembangkan sikap tidak bersahabat dan egois akibat persaingan. Jika ini yang terlihat, orangtua mesti bertindak untuk menghentikan persaingan ini.
  • Orangtua juga harus sering mengkomunikasikan kasih dan penerimaan kepada anak DI LUAR prestasinya. Dengan cara ini anak terus diingatkan bahwa ia dikasihi bukan oleh karena prestasinya tetapi karena ia adalah anak orangtuanya. Juga, lewat kasih dan penerimaan, anak pun diajar untuk mengasihi saudara-saudaranya apa adanya. Dengan kata lain, anak diajak untuk melihat persaingan sebagai sarana belaka untuk memacu diri, bukan sebagai tujuan.
  • Anak juga harus dijaga agar tidak mendasarkan konsep dirinya atas kemenangan belaka. Konsep diri seperti ini merupakan benih keangkuhan. Namun lebih buruk lagi, konsep diri seperti ini sesungguhnya ibarat rumah yang dibangun di atas pasir: ia hanya berharga bila berhasil mengalahkan orang yang lain.
  • Pada akhirnya anak harus terus diajarkan bahwa ia tidak boleh menjadikan persaingan sebagai pemotivasi dirinya. Ia harus melihat persaingan sebagai konsekuensi dan efek sampingan, bukan sebagai pencipta prestasi. Anak yang menjadikan persaingan sebagai satu-satunya pemotivasi diri akan cepat kehilangan semangat jika tidak menemukan pesaing. Dan, ini yang lebih serius: sesungguhnya ia kehilangan arah hidup sebab semua yang dilakukannya bukan keluar dari dirinya sendiri melainkan dari luar dirinya. Ia tidak tahu apa yang disukai atau tidak disukainya sebab ia tidak pernah melihat ke dalam dirinya; semua telah dilakukannya hanya untuk menang.
  • Firman Tuhan berkata, "Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran daripada penghasilan banyak tanpa keadilan." (Amsal 16:8) Anak yang terikat dengan persaingan berpotensi menghalalkan segala cara untuk memperoleh kemenangan; ini yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi.