Nurani : Terhilang Atau Tercemar ?

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T367B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kadang kita mendengar cetusan, “Orang itu sudah tidak berhati nurani !” Biasanya cetusan ini keluar sebagai reaksi terhadap perbuatan yang sungguh keji atau buruk. Namun demikian apakah benar bahwa kita bisa kehilangan nurani ? Jika kita menjawab, “tidak”, masalahnya adalah, mengapakah orang sanggup melakukan perbuatan yang keji ? Bukankah kehadiran nurani seharusnya dapat menghentikan perbuatan yang keji itu. Disini akan dibahas apakah memang benar nurani dapat terhilang dan jika tidak, apakah yang sesungguhnya terjadi ?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kadang kita mendengar cetusan, "Orang itu sudah tidak berhati nurani !" Biasanya cetusan ini keluar sebagai reaksi terhadap perbuatan yang sungguh keji atau buruk. Namun demikian apakah benar bahwa kita bisa kehilangan nurani? Jika kita menjawab, tidak, masalahnya adalah, mengapakah orang sanggup melakukan perbuatan yang keji? Bukankah kehadiran nurani seharusnya dapat menghentikan perbuatan yang keji itu. Berikut akan dibahas apakah memang benar nurani dapat terhilang, dan jika tidak, apakah yang sesungguhnya terjadi?

Saya akan memulai dengan kisah Daud sewaktu ia dikejar oleh Raja Saul. Pada suatu ketika Saul—tanpa diketahuinya— memasuki gua di mana Daud tengah bersembunyi di dalamnya. Pada saat itu Daud memunyai kesempatan untuk mengakhiri hidup Saul. Semua temannya juga menasihatinya untuk membunuh Saul. Buat mereka, ini adalah jawaban doa—Tuhan telah menyerahkan Saul kepada Daud ! Namun Daud menolak keinginan mereka—dan juga keinginan hatinya sendiri. Daud memilih taat kepada kata hatinya, "Dijauhkan Tuhanlah kiranya daripadaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi Tuhan . . . . " (1 Samuel 24:6-7) Menurut akal sehat dan pemikiran yang rohani, pada saat itu tampaknya tindakan yang paling baik adalah membunuh Saul. Ia adalah raja yang lalim, tidak takut kepada Tuhan, mementingkan diri dan tidak segan-segan membunuh orang yang tidak sepaham dengannya. Satu hal lain yang layak dipertimbangkan adalah, pada saat itu Daud dan semua orang yang bersamanya, mengalami banyak derita akibat kejaran Saul. Singkat kata, membunuh Saul bukan saja akan menghentikan derita mereka, tetapi juga akan dapat menghentikan langkah raja yang tidak takut Tuhan dan menggantikannya dengan seorang raja yang takut Tuhan, yakni Daud. Yang menarik untuk diperhatikan adalah, pada awalnya Daud INGIN membunuh Saul. Itu sebab ia tidak menolak nasihat teman-temannya dan sudah sempat menghampiri Saul dari belakang. Namun di titik genting itu Daud memutuskan untuk TIDAK membunuh Saul. Apakah yang membuatnya berubah pikiran ? Firman Tuhan menjelaskan, "Kemudian berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul." (1 Samuel 24:6) KATA hati Daud melarang Daud mewujudkan KEINGINAN hatinya! Daud menjelaskan alasannya yakni sebab Saul adalah orang yang diurapi Tuhan. Di sini kita dapat melihat peran kata hati atau nurani di dalam menyampaikan kehendak Tuhan kepada manusia. Sewaktu semua orang berkata "ya", termasuk pemikiran Daud sendiri, nurani Daud mengatakan "tidak". Nurani Daud mengatakan sesuatu yang berkebalikan dari apa yang dikatakan pemikiran Daud. Dan Daud menaatinya. Di saat kritis itu, Daud dapat membedakan kehendak Tuhan yang mulia dari pikiran manusia yang baik. Membunuh Saul adalah tindakan yang baik tetapi membiarkannya hidup merupakan tindakan yang mulia.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, nurani adalah tuntunan yang dititipkan Allah kepada manusia agar ia dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah yang mulia. Namun sebagaimana telah dijelaskan pula, nurani juga menerima sumbangsih dari nilai-nilai yang berasal dari lingkungan, seperti keluarga, teman, guru dan budaya. Kadang keduanya sehati, sekata namun, sebagaimana telah dibahas sebelumnya, adakalanya keduanya tidak sehati dan tidak sekata. Seperti dapat kita lihat pada diri Daud, di saat itu nuraninya mendapatkan ilham dari nilai yang berasal dari lingkungan—yakni lenyapkan Saul, maka lenyaplah kejahatan yang ditimbulkannya. Namun nurani yang berasal dari Tuhan justru menuntunnya untuk membiarkan Saul hidup—petunjuk yang sebetulnya tidak masuk akal sama sekali untuk saat itu.

Mungkin kita sekarang bertanya, bagaimanakah caranya membedakan keduanya—nurani yang berasal dari Tuhan dan yang berasal dari nilai lingkungan ? Jawabannya adalah kita tidak perlu membedakannya ! Nurani yang berasal dari Tuhan tidak pernah bungkam. Ketika ia melihat bahwa tuntunan nilai moral dari lingkungan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, maka ia akan bersuara. Masalahnya adalah, tidak selalu kita mendengarkannya. Jika kita mendengarkannya, maka kita akan lebih sering dan lebih jelas mendengarnya.

Jadi, jawaban terhadap pertanyaan tadi adalah, sesungguhnya kita tidak bisa menghilangkan nurani. Tuntunan Tuhan akan selalu bersuara. Namun kita dapat menenggelamkan suara nurani dengan suara keinginan hati dan nilai dari lingkungan. Makin keras kita menyuarakan keinginan hati dan nilai dari lingkungan, makin sulit kita mendengar suara kata hati. Itulah yang sesungguhnya terjadi. Itulah yang menyebabkan adakalanya kita sanggup melakukan perbuatan yang sangat buruk.

Mazmur 4:23 mengingatkan, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Di dalam budaya Israel, jantung (heart) adalah pusat kehidupan manusia. Tuhan menghendaki kita untuk menjaganya baik-baik sebab dari situlah memancar kehidupan. Kita menjaga hati dengan cara menaati kata hati. Makin sering kita menaatinya, makin jelas kita mendengar suaranya. Kita pun menjaga hati dengan cara, mengecilkan keinginan hati. Makin rela kita mengecilkan keinginan hati, maka makin jelas terdengar kata hati.