Mewaspadai Ilah Mamon

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T451C
Nara Sumber: 
Ev.Sundunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Uang bukan sekedar alat pembayaran atau alat pertukaran, tetapi ada kuasa yang membangkitkan keinginan manusia untuk menyembah dan mendewakannya. Allah menghendaki kita hanya menyembah-Nya sebagai satu-satunya Allah yang benar, Dia tidak ingin kita terikat pada Mamon sang dewa uang itu. Lantas bagaimana membatasi agar tidak terjebak oleh Mamon?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Tuhan Yesus di Injil Matius 6:21 dan Matius 6:24 berfirman, "Karena dimana hartamu berada, disitu juga hatimu berada. Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mammon."

Mamon adalah dewa uang.Memang dalam hal ini, mammon mewakili sebuah kuasa rohani di balik uang.Uang bukan sekedar alat pembayaran, alat pertukaran, tetapi ada kuasa yang membangkitkan keinginan manusia untuk menyembah dan mendewakannya.Ada kuasa rohani.Dan dalam hal ini, Tuhan bersikap tegas bahwa kita tidak bisa mengabdi menyembah dan mendewakan keduanya sekaligus, Allah yang benar dengan ilah mammon.Kita harus pilih.Kalau kita masih berkompromi dengan ilah mammon, sesungguhnya kita menolak Allah yang benar ini.

Ada suatu keterkaitan erat antara hidup rohani kita dengan bagaimana cara kita memandang dan mengelola uang dan harta kita. Jadi urusan iman tidak mungkin dipisahkan dengan urusan uang. Bagaimana kita melihat dan mengunakan uang dan harta kita, itulah yang akan mencerminkan isi kerohanian kita.

Uang memiliki kuasa artinya uang menuntut penyembahan. Kalau kita tidak mewaspadai ilah mammon ini, uang itu tidak kita perlakukan sekedar benda tapi sebuah simbol kekuasaan, sebuah simbol yang memberikan rasa aman, memberikan rasa bersalah, memberi kita kebebasan, memberi kita kuasa dan tampaknya maha hadir. Itulah sifat-sifat ilahi. Ada sifat-sifat ilahi yang timbul karena uang dan itu membuat kita tanpa sadar menjadikan uang sebagai allah kita. seperti allah yang memelihara dan memberi rasa aman kepada kita. Tuhan yang benar membuat kita bisa merasa bersalah kalau tidak taat, uang juga bisa meembuat kita merasa bersalah, misalnya saat kita terlalu banyak mengeluarkan uang.Uang memberi kita kebebasan, kemerdekaan, kuasa untuk memerintahkan orang, membuat orang tunduk, kuasa untuk membuat sebuah perubahan-perubahan.

Allah tidak menghendaki kita mendewakan uang karena ini sebuah bentuk penyembahan berhala. Yang Allah perhatikan adalah bagaimana cara kita memandang dan mengelola uang tersebut. Alkitab cukup banyak mengingatkan dan menasihati bagaimana kita harus berhati-hati terhadap uang diantaranya adalah Yohanes Pembaptis di Lukas 3, Yesus dan orang muda yang kaya di Matius 19, Yesus dan Zakheus di Lukas 19.

Lukas 14:33 itu "Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku."Maksudnya bukan kita harus menyerahkan semua harta atau tidak memiliki uang sama sekali, namun yang ditekankan disini adalah tentang sikap hati yang bersedia menurunkan ilah mammon dari hati kita.Intinya, Tuhan meminta kita memilih - mau menyembah Tuhan atau menyembah mammon.Ketika uang menjadi tuan, maka kita akan memiliki dorongan untuk memburu uang, mengumpulkan harta, menimbunnya dan memperkaya diri terus menerus, tidak pernah puas. Kita ingin mendapatkan kepuasan lahiriah dari uang.Dengan uang kita merasa lebih dihormati, kita memiliki satu fantasi yang kita wujudkan dalam berbagai kenikmatan di dunia ini. Ketika ilah mammon itu ada dalam hati kita, kitaakan mengurangi waktu ibadah, kita menghindari saat teduh dan persekutuan dengan orang-orang percaya.kita meninggalkan pekerjaan atau menjadi pekerja yang tidak bertanggung jawab, kita menjadi gampang mengkompromikan standar kekudusan,serta menjadikan uang sebagai sumber kebahagiaan.

Bagaimana membatasi agar tidak terjebak dalam obsesi mengejar kekayaan terus menerus?Pertama, perjelas motivasi kita mencari uang.Misalnya, motivasi kita bekerja karena tanggung jawab untuk menghidupi keluarga kita, bukan karena kekuatiran inflasi atau takut miskin. Kedua, tetapkan standard gaya hidup sederhana atau tidak berlebihan. Ketiga, belajarlah memberi.Memberi adalah tindakan iman bahwa Allah sanggup memelihara dan mencukupkan kebutuhan kita.