Menolong Pelaku Bullying

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T449C
Nara Sumber: 
Ev.Sundunata Kurniawan, M.K.
Abstrak: 
Anak-anak berpotensi besar melakukan bullying di masa sekolah. Oleh karena sejak dini orangtua perlu mewaspadai apabila ada gejala atau potensi perilaku mem”bully” pada anak kita.apa saja langkah-langkah yang bisa diterapkan?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Orang tua perlu menerima kenyataan bila anaknya adalah pelaku bullying. Apa yang terlihat di rumah bisa jadi berbeda dengan apa yang terlihat di luar rumah. Orang tua perlu memunyai rekanan dengan guru di sekolah, dengan teman-teman anaknya, dengan tetangga atau dengan guru Sekolah Minggunya.

Orang tua perlu melihat dan mendengar dari mereka, supaya tidak terkejut bila tiba-tiba dilaporkan bahwa anaknya menjadi pelaku bullying. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Hendaknya orang tua tidak terlalu reaktif ketika mendapat laporan bahwa anaknya terlibat sebagai pelaku bullying, tetapi perlu mengolah informasi tersebut dengan kepala dingin.

  2. Orang tua perlu bekerjasama dengan pihak sekolah dan konselor. Langkah konkret bentuk kerjasama ini : dapatkan informasi yang akurat, kronologisnya seperti apa, apa yang dilakukan, siapa korbannya, apa yang terjadi pada korban itu dan sebagainya. Jika pihak sekolah kurang memberikan empati terhadap orang tua, sebaiknya orang tua mencari konselor untuk mendukung dalam menghadapi proses tersebut.

  3. Orang tua perlu mengenali faktor-faktor penyebabnya.

Mungkin sebagai orang tua, kita melakukan kekerasan atau bullying terhadap pasangan kita, baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal. Apa yang ditonton oleh anak, menjadi tuntunan.

Mungkin anak menjadi korban kekerasan dari orang tua. Melihat bagaimana anak menjadi korban, kemudian dia menjadi pelaku di tempat yang lain, saat dia menghadapi orang yang lebih lemah, lebih muda, yang kekuasaannya lebih kecil.

Setiap manusia termasuk anak-anak sudah diciptakan Tuhan dengan kebutuhan rasa berharga. Ketika orang tua tidak memberikan penghargaan diri yang sehat kepada anaknya, maka anak mencari penghargaan dengan cara-cara yang keliru dan destruktif serta merusak, termasuk perilaku bullying. Baik orang tua maupun anak perlu konseling untuk mengenali lukanya, menyerahkan luka itu satu per satu kepada Kristus dan menerima pembaharuan hati secara emosi dan secara spiritual termasuk rasa berharga yang mungkin terinjak oleh orang tuanya.

Seiring proses tersebut, anak juga perlu dibekali bagaimana mengembangkan rasa empatinya. Orang tua perlu mengkaji kembali apa yang ditonton, apa yang diterima dari media oleh anak. Jika yang dilihat adalah pola-pola kekerasan maka dia pun bisa menjadi pelakunya. Apabila anak mulai merasa bersalah, maka ia perlu dibimbing untuk mengungkapkan rasa bersalahnya kemudian diajak minta maaf dengan tulus kepada korban atau orang tua korban. Dengan demikian anak terhubung dengan perasaannya. Akhirnya dia lebih mudah untuk tidak melakukan karena dia mulai bisa merasakan apa yang dirasakan oleh korban.

Anak-anak berpotensi besar melakukan bullying di masa sekolah karena :

  1. Anak merasa kebutuhan yang besar akan kasih dan rasa bermakna yang seharusnya diberikan oleh orang tua. Ketika orang tua sangat sibuk, tidak menciptakan kebersamaan yang hangat dengan anak, menimbulkan rasa kesepian dan kebosanan sehingga anak mencari kepuasan dan kenikmatan dengan cara-cara kekerasan, gurauan yang tidak sehat akhirnya menjadi pelaku bullying.

  2. Beban studi anak-anak di Indonesia bertambah berat dan semakin kompetitif, anak mengalami stres yang dilampiaskan dengan cara menjadi pelaku kekerasan. Bullying digunakan sebagai wadah untuk refreshing dan penyaluran stress

Orang tua harus menitikberatkan pemberian kasih sayang di rumah sehingga anak tidak perlu mencarinya di luar dengan cara kekerasan seperti itu.

Firman Tuhan dari Amsal 29:1, "Didiklah anakmu maka ia akan memberikan ketentraman kepadamu dan mendatangkan sukacita kepadamu." Mendidik bukan tindakan sesaat tapi membutuhkan kepenuhan hati dan secara fokus.