Membesarkan Anak II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T314B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Salah satu sumber penyesalan di masa tua berkaitan dengan hal membesarkan anak, meskipun ada banyak penyebabnya namun dapat dipastikan bahwa pada dasarnya kita TERLALU SIBUK DENGAN DIRI SENDIRI. Dalam bagian ini akan dipaparkan beberapa hal yang berhubungan dengan membesarkan anak yang kerap menjadi penyesalan di kemudian hari antara lain tidak cukup waktu, terlalu keras, terlalu lunak, terlalu menyetir anak, terlalu bergantung pada anak. Untuk itu sebelum menyesal di kemudian hari, cara apa yang harus kita lakukan untuk mendidik anak sejak usia dini ?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Ada peribahasa yang berbunyi, "Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga." Kebanyakan kita berusaha untuk hidup sebaik mungkin supaya hidup tidak menyisakan penyesalan di hari tua. Namun pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang dapat melewati hidup tanpa penyesalan. Seperti tupai yang terjatuh, kita pun tersandung dalam satu dua hal sehingga mesti menanggung penyesalan di hari tua. Berikut akan dipaparkan pelbagai ruang dalam kehidupan yang kerap menyisakan penyesalan. Mudah-mudahan melalui refleksi ini kita dapat menghindar dari kesalahan serupa sehingga kita tidak harus menyisakan penyesalan dalam hidup.

Salah satu sumber penyesalan di masa tua berkaitan dengan hal membesarkan anak. Meskipun ada banyak penyebabnya namun dapat dipastikan bahwa pada dasarnya kita TERLALU SIBUK DENGAN DIRI SENDIRI.

Berikut akan dipaparkan beberapa hal yang berhubungan dengan membesarkan anak yang kerap menjadi penyesalan di kemudian hari.
  1. TIDAK CUKUP WAKTU.
    Ada kecenderungan tatkala muda kita bersemangat mengejar impian hidup dan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga akhirnya kita menjadi terlalu sibuk. Di dalam kesibukan biasanya kita mengurangi waktu kebersamaan dengan anak sebab anak masih kecil dan belum bisa protes. Sebagai akibatnya anak bertumbuh terlepas dari tali ikatan emosional dengan kita, orang tuanya. Tatkala besar mungkin sekali ia akan lebih banyak menyerap dari lingkungan pertemanan ketimbang kita.
  2. TERLALU KERAS.
    Oleh karena kita takut anak bertumbuh besar tanpa disiplin, kita memilih untuk menerapkan disiplin yang keras kepada anak. Padahal tidak selalu disiplin keras menghasilkan buah yang diharapkan. Kadang justru sebaliknya, makin keras kita mendisiplin anak, makin besar kemungkinan ia akan mengembangkan perilaku bermasalah. Sudah tentu di hadapan kita ia akan berlaku sebaik mungkin namun di belakang kita, ia menjadi seperti kuda liar yang terlepas dari kandang. Oleh sebab ia takut kepada kita, ia pun tidak berani untuk membagikan pergumulannya. Akhirnya semua hal dipikirkan sendiri dan diputuskan tanpa sepengetahuan orang tua.
  3. TERLALU LUNAK.
    Mungkin kita adalah korban kekerasan orang tua, itu sebabnya kita tidak bersedia mendisiplin anak, seburuk apa pun perbuatannya. Kita berjanji bahwa kita tidak ingin anak kita mengalami perlakuan seperti yang telah kita terima dari orang tua sendiri. Atau, mungkin kita begitu menyayangi anak sehingga tidak tega untuk menghukumnya kendati salah. Masalahnya adalah, anak memerlukan disiplin sama seperti ia membutuhkan kasih sayang. Jika kita menolak untuk mendisiplinnya, ia pun tidak pernah belajar untuk menghormati otoritas di atasnya.
  4. TERLALU MENYETIR ANAK.
    Adakalanya kita terlalu sibuk dengan impian kita sehingga kita menyetir kehidupannya seakan-akan hidupnya hanyalah perpanjangan dari hidup kita sendiri. Apa yang kita anggap baik kita wajibkan dia untuk melakukannya pula. Bila memang ia memiliki bakat dan kemampuan seperti kita, ia akan dapat melakukan yang kita harapkan. Namun, jika bakal dan kemampuannya berbeda dari kemampuan kita, maka memaksanya melakukan apa yang kita tetapkan hanyalah akan melemahkan jiwanya. Besar kemungkinan ia tidak bisa menjadi seperti yang diharapkan, malah akhirnya tertekan dan malu.
  5. TERLALU BERGANTUNG PADA ANAK.
    Kadang kita terlalu sayang pada anak, kadang kita terlalu bangga dengan anak. Alhasil kita menggantungkan penghargaan diri dan kebahagian hidup pada anak. Sewaktu ia naik, kita turut naik. Sebaliknya, ketika ia merosot turun, kita pun ikut turun.

Terlalu bergantung pada anak membuatnya menjadi kuat dan tidak lagi takut kepada kita.
Firman Tuhan kepada kaum bapak adalah, "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4)
Orang tua yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri pastilah membangkitkan amarah anak. Orang tua yang memberi dirinya kepada anak sepenuhnya dan menerapkan disiplin yang tepat, ia akan menerima kasih dan hormat anak.

Berikut akan dipaparkan hal apakah yang mesti kita utamakan dalam membesarkan anak agar kita tidak menuai penyesalan di hari tua.
  1. KONSEP YANG BENAR.
    Pertama kita harus memunyai pemahaman yang benar terhadap anak. Kita harus melihat anak sebagai seorang manusia yang diciptakan Tuhan melalui darah dan daging kita untuk bertumbuh besar menjadi seorang yang mandiri dan terpisah dari kita. Kita mesti membesarkannya untuk menjadi seseorang sebagaimana diinginkan Tuhan. Dengan kata lain, tugas kita sebagai orang tua adalah menyiapkannya agar ia menjadi seorang manusia yang utuh dan siap berelasi serta dipakai Tuhan. Berangkat dari pemahaman ini, kita pun seyogianya mendoakan anak agar rencana Tuhan—bukan rencana kita--digenapi di dalam dan melalui hidupnya. Juga, berangkat dari konsep ini, kita pun mengerti bahwa kita tidak memunyai hak milik atas diri anak-anak kita, Tuhanlah yang memunyai hak milik atas dirinya.
  2. RELASI YANG BENAR.
    Kita harus menjalin relasi yang benar dengan anak dan relasi yang benar dengan anak adalah sebuah relasi yang membangun. Ibarat bangunan, anak sedang dibangun untuk menjadi sebuah manusia yang utuh dan kokoh. Bahan bangunan yang diperlukan untuk membangun anak adalah kasih dan disiplin. Limpahkan kasih kepada anak supaya anak tahu dengan pasti bahwa ia dikasihi dan berharga di mata kita—tanpa ia harus menyumbangsihkan suatu prestasi pun. Jangan sampai anak baru merasa dikasihi dan dihargai bila ia berhasil menyumbangsihkan sesuatu yang memberi kita kebanggaan. Dasar kasih kepada anak adalah dirinya sendiri—apa adanya. Kita mengasihinya sebab ia anak kita. Titik. Kita pun perlu memberinya disiplin yang sesuai sebab tanpa disiplin anak cenderung bertumbuh liar tanpa arah dan motivasi. Disiplin tidak harus berbuntut pemukulan sebab yang terpenting dalam penerapan disiplin adalah kejelasan dan ketegasan. Dan satu hal lagi, disiplin harus dibungkus dengan kasih. Sebagai orang tua kita harus memastikan bahwa anak mengerti dengan jelas apa yang baik dan apa yang buruk.
  3. HIDUP YANG BENAR.
    Membangun anak menjadi pribadi yang utuh juga mengharuskan kita untuk menuntunnya untuk hidup benar, dalam pengertian hidup berkenan kepada Tuhan. Kadang kita berprinsip, bahwa kita harus membiarkan anak memilih jalan hidupnya sendiri tanpa mengarahkannya sama sekali. Bahkan ada di antara kita yang enggan untuk memberitahukan jalan keselamatan yang benar di dalam Kristus lewat penebusan-Nya. Anak mesti diperingatkan bahwa hidup merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada Tuhan dan bahwa kita tidak bisa hidup semaunya. Anak perlu mendapat arahan dan perlu mendengar berita pengampunan dosa dalam Kristus. Jangan sampai ia menolak Kristus karena ia sama sekali tidak mengenal-Nya. Tugas kitalah menunjukkan kepadanya jalan dan kebenaran dan hidup di dalam Kristus.
  4. PASANGAN YANG BENAR.
    Kita harus mengawal anak dalam proses pemilihan pasangan hidup dan proses ini bermula bukan pada saat ia menyukai seseorang. Pada kenyataannya anak belajar memilih pasangan hidup lewat apa yang dilihatnya di rumah. Dari relasi kita sebagai suami-istri anak belajar untuk menjadi suami dan istri sekaligus belajar, suami dan istri seperti apakah yang seharusnya menjadi pendamping hidupnya. Kita pun mesti mengarahkan anak kepada Firman Tuhan supaya ia memilih seorang pendamping yang seiman agar mereka berdua dapat menyembah dan melayani Yesus Tuhan kita. Kita harus menekankan kepadanya bahwa pasangan hidup yang keliru akan memengaruhi hidupnya secara mendalam.
KESIMPULAN:
"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya kerajaan Allah." (Markus 10:14) Tugas kita sebagai orang tua adalah membesarkan anak dan membawanya datang kepada Kristus. Jangan sampai kita malah menghalanginya datang kepada Tuhan karena kehidupan kita. Sadarlah bahwa anak hanya bertumbuh sekali. Ia tidak akan mengulang proses pertumbuhannya. Jadi, jangan sia-siakan waktu bersamanya. Kasihi anak dan nikmatilah kebersamaan dengannya.