Setiap orang dapat mengalami letih mental, terutama mereka yang berhubungan dengan manusia terus-menerus. Letih mental tidak sama dengan kejenuhan, letih mental bersifat menyeluruh sedangkan kejenuhan bersifat spesifik, terpusat pada satu bidang saja.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Letih Mental". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Keletihan mental itu seperti istilahnya sendiri mengatakan keletihan tapi bukannya pada tubuh kita tapi pada jiwa kita. Dengan kata lain secara menyeluruh kita merasakan keletihan sehinggaakhirnya apa-apa yang biasanya kita lakukan atau harus kita lakukan sekarang tidak bisa lagi kita lakukan.
Jadi ini suatu keletihan yang lebih bersifat psikologis.PG : Saya kira semua orang bisa, tapi ada kelompok masyarakat tertentu yang lebih rawan terhadap keletihan mental. Nah siapakah mereka itu ? Mereka adalah orang-orang yang bekerja dengan manusi, melayani manusia, mereka adalah orang-orang yang misalkan bekerja sebagai seorang rohaniwan, sebagai pekerja sosial, sebagai seorang konselor dan sebagainya.
Mereka adalah orang-orang yang terus-menerus dituntut untuk mengerti manusia dan melayani manusia. Ternyata orang-orang yang memiliki profesi seperti ini lebih rentan terhadap keletihan mental.PG : Salah satunya itu, tapi nanti kita akan melihat bahwa keletihan mental bukan hanya ditimbulkan oleh satu faktor tapi bisa ditimbulkan oleh pelbagai faktor dan sebelumnya kita juga harus mebedakan keletihan mental dengan kejenuhan, ya Pak Gunawan.
Sebab kejenuhan itu sering kali diterjemahkan dari kata bahasa Inggris, "burn out", sebetulnya bukan hanya itu. Kejenuhan misalnya kita jenuh melakukan sesuatu yang kita terbiasa melakukannya, itu bukan letih mental, sebab ada orang yang jenuh melakukan pekerjaannya, tapi di luar pekerjaannya dia biasa-biasa saja sangat bahagia, sangat bisa berfungsi dengan baik hanya dalam pekerjaannya dia merasa jenuh melakukan hal yang sama setiap hari. Kalau letih mental tidak seperti itu, baik di tempat pekerjaan, baik di rumah, baik dalam kehidupan pribadinya benar-benar seperti lilin yang habis dan tidak ada lagi api di situ.PG : Saya kira kalau memang terdeteksi oleh jemaat, sudah tentu jemaat akan bertanya-tanya apa yang terjadi, tapi biasanya jawaban kedua, "Mengapa hamba Tuhan bisa seperti itu, hamba Tuhan tida sekuat yang kami harapkan, bukankah dia hidup lebih dekat dengan Tuhan dan tidak mengalami semua ini ?" Jadi bisa sekali timbul reaksi buruk, reaksi negatif kalau kita sebagai hamba Tuhan dilihat oleh jemaat kita memiliki keletihan mental seperti ini.
Dan itulah sebetulnya yang menjadi ketakutan para rohaniwan juga. Itu sebabnya rohaniwan akhirnya berupaya untuk tampil prima di depan jemaatnya. Jangan sampai nanti jemaat melihat bahwa saya letih mental, tidak bersemangat dan sebagainya akhirnya itu sendiri menjadi jebakan yang makin memperparah kondisinya.PG : Seolah-olah menjadi seperti topeng yang harus dia kenakan setiap kali dia tampil di depan jemaatnya.
PG : Yang pertama adalah kalau kita letih mental kita tidak mempunyai energi untuk kreatifitas. Jadi yang namanya kreatifitas itu langsung padam, itu salah satu tanda yang sangat jelas sekali bhwa kita mulai mengalami keletihan mental.
Misalkan kita harus menyiapkan suatu karya tulislah atau khotbahlah, kita akan kesulitan sekali menciptakan sesuatu yang baru. Akhirnya apa yang kita lakukan ? Kalau kita misalkan hamba Tuhan, kita mencari naskah khotbah kita yang lampau dan kita bisa gunakan kembali. Atau kita harus menulis, kita tidak bisa memunculkan gagasan yang segar, akhirnya kita mencari-cari naskah yang lampau. Nah, apa yang bisa kita gunakan kembali, kira-kira seperti itu. Ciri pertama, hilangnya kreatifitas.PG : Sama sekali tidak mempunyai ide dan ini beda dengan orang yang kehabisan ide, kadang-kadang kita bisa kehabisan ide. Bukan itu, sebab orang yang kehabisan ide bisa tetap bersemangat, segartapi rasanya ini mandeg, tidak bisa ketemu ide yang baru.
Kalau keletihan mental bukan, benar-benar tumpul sekali, bahkan untuk mengeluarkan gagasan yang sederhana sekali pun sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan olehnya dengan sangat mudah tiba-tiba menjadi sangat sulit untuk dikerjakan.PG : Saya kira tidak (WL : Lain, ya), sebab banyak orang yang sudah berusia lanjut sangat produktif sekali, sangat bisa menghasilkan karya-karya yang baik. Saya kira bukan masalah usia, tapi meang secara mental dia letih sekali sehingga tidak lagi bisa berkarya.
PG : Mudah-mudahan ya dengan catatan nanti dia bisa mendapat dukungan-dukungan atau perubahan-perubahan yang kembali menyegarkan jiwanya, sehingga bisa kembali kreatif ya.
PG : Biasanya emosinya menjadi sangat datar, tidak responsif sama sekali. Jadi dengan kata lain cenderung tanpa perasaan, benar-benar wajahnya itu seperti kertas tidak ada ekspresi-ekspresi terentu.
Kalau kita tanya, "Apa reaksimu ?" "Biasa saja". "Sedih atau tidak ini ?" "Biasa saja". Semua biasa saja, sebetulnya yang ingin dia katakan adalah "Saya tidak merasakan apa pun". Sesungguhnya itu yang terjadi, sebab begitu letihnya dia secara mental sehingga emosinya tidak bisa terkeluarkan, terpancarkan sama sekali.PG : Mirip sekali, Ibu Wulan. Kalau depresi disertai dengan tambahan-tambahan, misalkan muatannya secara kognitif, pikiran-pikirannya negatif sekali. Nah, orang yang letih mental tidak mesti diuasai oleh pikiran-pikiran negatif.
Depresi juga ditambahi dengan perasaan-perasaan misalkan ingin mengakhiri hidup, tidak mau hidup lagi, tidak ada lagi pengharapan. Nah, orang yang letih mental tidak seperti itu ya. Tidak mempunyai reaksi perasaan apa pun namun tidak mempunyai juga keinginan untuk mati dll. Namun mungkin tidak orang yang mengalami keletihan mental untuk waktu yang berkepanjangan akhirnya memasuki lembah depresi ? Ya mungkin, itu juga mungkin.PG : Kemarahan-kemarahan itu justru menunjukkan ia belum sampai ke dasarnya, sebab masih bisa memberikan reaksi-reaksi, kalau orang yang sudah letih mental, untuk marah pun tidak memiliki eneri, seperti itu.
PG : Betul sekali. Orang yang letih mental kecenderungannya adalah ingin menyendiri, ingin menghindar dari orang. Pertanyaannya mengapa ? Karena dia merasa terlalu letih untuk bisa melayani orag atau memenuhi tuntutan orang, itu sebabnya ia menghindar dari kontak-kontak dengan orang lain supaya nanti dia terbebas dari tuntutan atau beban-beban yang mungkin diembankan kepadanya.
Kalau kita misalkan bekerja dalam sebuah perusahaan dan kita sedang mengalami keletihan mental, salah satu cirinya adalah waktu kita ditanya, "Maukah mengerjakan sesuatu ?" jawabnya "Tidak mau". Ada tantangan, kesempatan, ayo ambil saja, tidak mau. Sedikit saja, bisa tidak bantu ? Tidak mau. Benar-benar tidak mau semuanya, sebisa-bisanya yang sekarang ini mau dikurangi, tidak mau lagi dikerjakan karena tenaga untuk mengerjakannya benar-benar hampir habis.PG : Nah, biasanya memang ada pengaruhnya, Pak Gunawan. Jadi apa yang terjadi pada jiwa kita akan mempengaruhi tubuh kita pula. Kalau secara mental kita sangat letih, akhirnya secara fisik pun ita letih, kita kehilangan semangat untuk melakukan hal-hal yang biasanya kita senang lakukan.
Olah raga yang biasanya kita senang lakukan, tidak lagi kita senang melakukannya, sebab belum olah raga pun kita rasanya sudah tidak ada semangat, sudah letih. Misalkan dulu kita senang bernyanyi-nyanyi sekarang tidak lagi ada semangat untuk melakukannya sebab kenapa, sebab tubuh kita sungguh-sungguh merasa letih. Sebetulnya tidak ada lagi aktifitas tambahan yang kita lakukan, kenapa letih ? Sebab jiwa kita sudah merasa letih.PG : Nah, ini yang menarik, Ibu Wulan. Pada umumnya kalau kita merasakan keletihan secara mental, kita juga merasa jauh dari Tuhan. Pertanyaannya, mengapa kita merasa jauh dari Tuhan sampai kadng-kadang kita menuduh Tuhan tidak lagi mempedulikan kita.
Sebabnya adalah begini, pada waktu kita letih secara mental, kita sebetulnya juga letih, bukan saja tidak ingin berhubungan dengan sesama manusia, menghindarkan pertemuan dengan teman atau apa, tapi kita pun bereaksi sama terhadap Tuhan. Kita tidak terlalu ingin berhubungan dengan Tuhan, ngomong-ngomong dengan Tuhan, membaca Firman Tuhan sebab rasanya memang kita tidak ingin berhubungan dengan siapa pun termasuk Tuhan. Jadi sebetulnya bukan kita ditinggalkan Tuhan tapi kita yang menjauhkan diri dari Tuhan, karena sekali lagi tidak ada keinginan untuk berhubungan dengan siapa pun, akhirnya juga termasuk Tuhan.PG : Tepat sekali, jadi pada akhirnya menyebarnya itu bahkan juga ke wilayah rohani, meskipun sebetulnya tidak ada masalah rohani. Jadi penting waktu kita berbicara dengan seseorang yang mengalmi keletihan mental, kita meyakinkannya bahwa belum tentu ada masalah antara dia dengan Tuhan, belum tentu.
Meskipun dia berkata rasanya Tuhan jauh, saya mungkin akan berkata kepadanya, "Kamu bukan saja merasakan Tuhan jauh, tapi kamu merasakan semua orang jauh darimu, ya dalam hal ini termasuk Tuhan juga. Kenapa jauh ? Sebab kamu sendiri pun tidak mempunyai energi lagi untuk berinisiatif menjalin kontak dengan mereka termasuk Tuhan. Tapi Tuhan tidak pernah ke mana-mana, Tuhan tidak pernah meninggalkan engkau, Tuhan tetap berada di sini dengan engkau. Engkau sajalah yang saat ini tidak mau berhubungan denganNya".PG : Pertama adalah keletihan fisik dapat mengakibatkan keletihan mental. Jadi kalau kita bekerja terlalu letih dan ini berlangsung untuk satu kurun waktu yang agak panjang, besar kemungkinan ahirnya kita mengalami keletihan mental.
Sungguh-sungguh apa yang terjadi pada tubuh mempengaruhi jiwa dan sebaliknya apa yang terjadi pada jiwa mempengaruhi tubuh. Jadi kalau secara fisik kita tidak mendapatkan cukup istirahat bisa jadi akhirnya kita mengalami keletihan mental ini.PG : Untuk keletihan mental ini terjadinya bertahap. Sering kali orang tidak menyadarinya, ia sudah memasuki fase keletihan mental. Dia masih bisa melakukannya tapi dia mulai memperhatikan bahw makin berat langkah kakinya itu, makin berat otaknya bekerja, makin berat perasaannya tergugah atau memberikan reaksi, makin berat keinginannya untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Nah kalau kita merasakan makin berat, makin berat langkah-langkah kita itu besar kemungkinan kita sudah memasuki fase keletihan mental.PG : Nah seharusnya memang tidak tapi sekali lagi kalau terlalu letih, kalau terlalu letih meskipun dia menyukainya besar kemungkinan lama-lama dia akan mengalami keletihan mental, sebab tubuh ita memang tidak di-desain untuk bekerja melampaui kekuatan kita.
Kalau itu terus kita lakukan akan ada gangguan, biasanya kita sakit kalau itu secara fisik atau kalau fisik kita masih kuat kita tidak terkena sakit, nah inilah dampaknya yaitu kita mengalami keletihan mental.PG : Nah kalau kita bekerja di suatu bidang yang kita sukai dan kita mendapatkan penghargaan yang cukup namun kita tetap tidak bisa mengatur waktu sehingga kita terlalu letih, saya kira tetap pluangnya ada kita terkena keletihan mental, namun sebaliknya kalau memang kita kurang menerima penghargaan dari apa yang kita lakukan, wah besar kemungkinannya kita terkena keletihan mental.
Kita akhirnya melihat bahwa orang, baik itu teman, baik itu atasan, baik orang yang kita layani, bisanya hanyalah meminta, meminta, menuntut, menuntut, wah akhirnya kita merasa kehabisan untuk bisa memberikan apa pun kepada orang lain dan apa yang kita terima sebaliknya dari apa yang telah kita perbuat. Tidak ada, tidak ada penghargaan, nah itu kondisi yang menambah rentannya kita mengalami keletihan mental.PG : Bisa ya, memang semuanya bergantung pada persepsi kita. Bisa saja sebetulnya orang menghargai, tapi tidak cukup bagi dia, tidak dengan cara yang dia harapkan. Bisa akhirnya dia merasa pekejaannya tidak mendapatkan penghargaan, tapi pihak yang sana mengatakan "Kami memberikan penghargaan, tapi engkau tidak melihatnya saja".
Betul, yang penting adalah persepsi kita, kalau persepsi kita mengatakan kita tidak mendapatkan penghargaan dampaknya akhirnya bisa menyerang kita, kita mengalami keletihan mental.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Inilah salah satu kondisi yang menambah rentannya kita terhadap keletihan mental. Kita merasa tidak adil, mengapa orang lain bisa mendapatkan begitu banyak, mekipun hanya memberi sedikit.
Kita sudah memberi banyak tapi hanya menerima sedikit, tidak adil ini. Kalau suasana tidak adil itu terus berlangsung dan kita harus memberi banyak, besar kemungkinan suatu hari kelak kita mengalami keletihan mental.PG : Saya kira itu berpengaruh, Ibu Wulan. Jadi kalau memang masa kecil kita seperti itu dan sekarang pada masa dewasa kita mengalaminya kembali, besar kemungkinan yang dialami masa kecil itu aan bangkit dan benar-benar menindih kita dua kali lipat.
Di masa sekarang kita tertindih, ingatan akan masa lampau tentang diperlakukan tidak adil juga menindih kita, akhirnya kita makin terpuruk dan kehabisan energi mental.PG : Betul sekali, jadi banyaknya tuntutan yang diembankan pada kita yang akhirnya membuat kita kewalahan dan terlalu sibuk, seolah-olah kita tenggelam tidak bisa lagi menarik napas ya, itu bear sekali bisa membuat kita keletihan mental.
Berhati-hatilah kita dalam bekerja dengan tuntutan yang diembankan pada kita dan juga kita mesti melihat diri kita, apakah mampu atau tidak menerima tuntutan atau beban tambahan yang diembankan pada kita.PG : Itu besar sekali pengaruhnya, Ibu Wulan. Jadi orang ini seperti mesin, harus bekerja, menghasilkan sesuatu, nah suatu hari mesinnya akan aus dan berhenti bekerja. Terlalu lelah, betul. Kit mesti memelihara keseimbangan hidup juga, kita mesti belajar memaksa diri kita melakukan hal-hal yang menggembirakan hati kita, sudah tentu yang menggembirakan hati kita dan menggembirakan hati Tuhan.
Jangan melakukan hal-hal yang menggembirakan hati kita namun menyedihkan hati Tuhan. Lakukanlah hal-hal yang seturut dengan hobi kita, yang menyukakan hati kita, ini adalah penyeimbang hidup. Sebab di luar kita dituntut untuk memberi - memberi - memberi, nah kita perlu melakukan hal-hal yang benar-benar mengisi battery kita kembali. Ini penyeimbang hidup yang perlu sekali kita jaga.PG : Ya memang tipe-tipe seperti itu menambah kerentanan terhadap keletihan mental. Itu betul sekali, Ibu Wulan.
PG : Betul, kadang-kadang teman-teman tidak sesuai dengan selera kita, tidak cocok dengan diri kita. Artinya kita berada di tempat yang tidak kita sukai, tapi kita harus berada di sana hari leps hari, atau kita melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebisaan kita dan ini yang kadang-kadang terjadi juga, kita berada di rumah tangga yang tidak menyenangkan hati kita.
Setiap hari pulang menghadapi problem yang sama, aduh lama-lama rasanya kita letih mental. Sebab mengapa ? Untuk berada di tempat yang tidak kita sukai itu dituntut energi yang lebih besar untuk bisa melewati waktu-waktu itu. Karena itu kalau kita harus berada di tempat yang tidak kita sukai rasanya satu menit pun itu lama luar biasa. Kenapa satu menit itu lama ? Karena energi yang dibutuhkan untuk melewati satu menit itu besar, jadi kalau kita harus menghadapinya berjam-jam berarti energi yang terhabiskan juga sangat besar. Kalau itu berlangsung berlarut-larut akhirnya kita mengalami keletihan mental pula.PG : Bisa jadi memang di luarnya dia terlalu letih, tapi juga di rumahnya tidak mendapat istirahat, justru di rumah itu seperti pekerjaan nomor dua yang dia harus selesaikan juga dan itu melethkannya.
PG : Betul sekali ya, jadi merasa kesendirian, tidak ada yang sungguh bisa mengerti kita dan membagi beban kita dan akhirnya makin terjepit, makin sendiri dan sendiri dan ada juga yang merasaka apa pun yang kita lakukan di luar, dalam pekerjaan kita tidak membuahkan hasil atau pun di rumah tangga sama kita bekerja, membereskan masalah tapi tidak membuahkan hasil.
Wah akhirnya kita merasa letih sekali dan pada akhirnya kita mulai kehilangan perspektif akan makna hidup kita ini. Untuk apa kita hidup, untuk apa hidup kita ini ? Nah kalau ini berlanjut untuk waktu yang panjang, besar kemungkinan kita akhirnya mengalami depresi.PG : Saya akan bacakan dari
GS : Berarti ada suatu titik terang bagi orang-orang yang mengalami keletihan mental ini berdasarkan Firman Tuhan tadi. Ini akan kita perbincangkan lebih jauh pada kesempatan yang akan datang. Jadi kita sangat berharap para pendengar setia kita ini mau mengikuti perbincangan yang akan datang. Terima kasih sekali Pak Paul, juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Letih Mental". Bagi Anda yang berminat mengetahui lebih lanjut dari acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
Setiap orang dapat mengalami letih mental, terutama kita yang berhubungan dengan manusia terus-menerus. Letih mental berbeda dengan kejenuhan dalam pengertian letih mental bersifat menyeluruh sedangkan kejenuhan bersifat spesifik yakni terpusat pada satu bidang saja.
Ciri-Ciri Letih Mental
Tidak mempunyai energi untuk kreativitas.
Tidak mempunyai rentang emosi yang responsif-datar dan tanpa perasaan.
Ingin menyendiri dan menghindar dari orang karena adanya ketakutan bahwa kontak dengan orang akan membuahkan beban tambahan yang tidak sanggup dipikul.
Secara fisik, merasa letih dan kehilangan semangat untuk melakukan hal-hal yang biasanya senang untuk dilakukan.
Merasa jauh dari Tuhan, seakan-akan Tuhan tidak lagi mempedulikan kita.
Penyebab Letih Mental
Keletihan fisik dapat mengakibatkan keletihan mental.
Kurangnya penghargaan akan apa yang kita lakukan-orang hanya meminta dan meminta.
Ketidakadilan-kita membandingkan diri dengan orang lain dan melihat mereka menerima lebih meski memberi sedikit.
Hilangnya keseimbangan hidup-jarang melakukan hal-hal yang menggembirakan hati.
Besarnya tuntutan yang diembankan pada kita membuat kita kewalahan dan terlalu sibuk.
Berada di tempat yang tidak kita sukai karena tidak sesuai pilihan, misalnya melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan karunia atau suasana rumah yang tidak menyenangkan.
Merasakan kesendirian-tidak ada yang sungguh mengerti dan membagi beban hidup.
Apa pun yang kita lakukan, tidak membuahkan hasil seperti yang kita harapkan.
Hilangnya perspektif akan makna hidup kita.
Firman Tuhan dari