Langkah Pemulihan Dari Kecemasan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T365B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kecemasan yang sering dialami oleh anak adalah kecemasan yang bersumber dari ketakutan dan tuntutan. Dan langkah untuk keluar dari ketakutan adalah mencari Tuhan. Bagaimana mencari Tuhan yang benar di dalam kasus pemulihan dari kecemasan ini? Disini jawabannya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Mazmur 34:5-6 berkata, "Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskanku dari kegentaranku. tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Berdasarkan Firman Tuhan ini, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk memulai proses pemulihan dari kecemasan.

Ada dua kata perasaan yang termaktub dalam ayat ini, "kegentaran" dan "malu tersipu-sipu." Dua kata ini berhubungan erat dengan pembahasan kita tentang kecemasan yang bersumber dari KETAKUTAN dan TUNTUTAN. Langkah untuk keluar dari ketakutan—yang dapat bermanifestasi baik dalam emosi labil dan marah ataupun keraguan dan ketegangan—adalah "mencari Tuhan." Namun mohon diperhatikan, sebelum mencari Tuhan, ada satu hal yang perlu dilakukan yaitu kita mesti MENGAKUI KEGENTARAN KITA.

  • Singkat kata, langkah pertama adalah menengok ke dalam dan melihat apa yang sesungguhnya kita rasakan. Kita harus menanyakan pertanyaan yang tajam dan harus berani menjawabnya secara terbuka. Pada akhirnya kita mesti bersentuhan dan mengakui bahwa di balik kemarahan, tersembunyi ketakutan. Di balik ketakutan, tersembunyi ketegangan. Di balik ketegangan, tersembunyi kehancuran keluarga. Jadi, sebenarnya ketakutan itu bersumber bukan saja dari ketakutan akan ancaman fisik, tetapi juga dari ancaman emosional dan mental yakni hancurnya keluarga. Dari sinilah keluar ketegangan, ketakutan dan akhirnya kemarahan.
  • Langkah berikut setelah mengakui kegentaran, adalah MENCARI TUHAN. Artinya, kita mesti menjadikan Tuhan sebagai jawaban akhir dan sempurna. Pertolongan yang lain adalah sarana semata, pemulihan sejati hanya dapat dikaruniakan Tuhan. Kita mencari Tuhan LEWAT HIDUP DALAM FIRMAN-NYA DAN HADIRAT-NYA. Kita hidup dalam Firman-Nya dalam pengertian kita berdoa, membaca, dan merenungkan Firman-Nya secara teratur. Kita hidup dalam hadirat-Nya dalam pengertian kita terus berusaha menaati kehendak-Nya. Sebagai contoh, setelah marah kita menerima teguran Roh Kudus yang meminta kita untuk berdamai kembali dengan pasangan. Lakukanlah! Jika kita taat dari awal, maka Roh Kudus akan terus menyingkapkan alasan di balik kemarahan. Dan, pada akhirnya Roh Kudus akan menunjukkan bahwa kemarahan itu bersumber dari ketakutan—baik terhadap ancaman maupun terhadap kehancuran atau kehilangan. Nah, bila kita sampai ke titik semula, maka kita pun mulai bisa mengendalikan proses keluarnya kemarahan sebab sekarang kita sudah dapat membaca apa yang sesungguhnya terjadi.

Hidup dalam Firman dan kehadiran Tuhan juga membuat kita berjalan akrab dengan Tuhan yang akhirnya membuat kita lebih peka dan lebih cepat mengetahui kehendak Tuhan. Makin kita yakin akan kehendak Tuhan, dan makin bertumbuh ketaatan kepada-Nya, maka pada akhirnya kita akan terus berusaha memberanikan diri melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Tuhan mulai melepaskan kita dari kegentaran.

• Langkah berikut adalah MENUJUKAN PANDANGAN PADA TUHAN. Pemazmur berkata, hasil akhir dari menujukan pandangan pada Tuhan adalah wajah berseri-seri dan kita tidak lagi malu tersipu-sipu. Untuk dapat terus memelihara pertumbuhan, kita harus MEMPERSEMBAHKAN SEMUA PERBUATAN KEPADA DAN UNTUK TUHAN. Kita harus mengingatkan diri bahwa apa pun itu yang kita perbuat, kita perbuat bagi Tuhan. Kita harus menjadikan Tuhan, "Tuan" atau "Majikan" dan hanya kepada-Nya kita mempertanggungjawabkan hidup ini.

Kita harus mengubah pertanyaan, "Apa yang orang akan katakan?" menjadi, "Apa yang TUHAN akan katakan?" Singkat kata, sekarang bukanlah lagi manusia yang mengevaluasi tetapi Tuhan yang mengevaluasi diri kita. Kita tidak berkeberatan "gagal" di mata manusia selama kita "berhasil" di mata Tuhan. Kita mengedepankan "malu" di hadapan Tuhan sebagai panduan hidup, bukan malu di hadapan manusia.

• Untuk dapat hidup seperti ini, diperlukan perombakan NILAI KEHIDUPAN. Apa yang selama ini menjadi nilai kehidupan, kita mesti kaji ulang. Kita harus jadikan nilai Tuhan sebagai nilai hidup kita. Apa yang dihargai Tuhan, itu yang menjadi nilai hidup kita. Apa yang tidak penting bagi Tuhan, itu tidak lagi penting bagi kita. Ya, makin sering dan makin lama kita memandang Tuhan, perlahan tetapi pasti, nilai dan isi hati Tuhan akan mulai menyinari kita pula dan akhirnya terserap masuk menjadi serat baru yang membangun diri kita. Hanya di dalam relasi yang seperti inilah, maka wajah yang suram akan kembali berseri-seri dan muka yang malu tersipu-sipu akan kembali mekar tersenyum.