Laki-laki dan Ambisi

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T435A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Laki-laki kerap diidentikkan dengan ambisi, dan banyak orang yang memandang ambisi secara negatif. Apakah yang salah dengan ambisi? Apakah memang ambisi adalah sesuatu yang selayaknya dihindarkan? Di sini akan dibahas tentang ambisi agar kita dapat menempatkan hal ini secara tepat.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Laki-laki dan ambisi dapat diibaratkan seperti sepasang sepatu yang tak terpisahkan. Sebagai orang Kristen, kadang kita memandang "ambisi" secara negatif. Apakah yang salah dengan ambisi ? Apakah memang ambisi adalah sesuatu yang selayaknya dihindarkan ? Berikut akan dibahas tentang ambisi agar kita dapat menempatkan masalah ini secara tepat.
  • Sesungguhnya ambisi hanyalah berupa keinginan untuk mencapai sesuatu. Jadi, sebetulnya ambisi itu sendiri bukan sesuatu yang salah atau berdosa sebab ambisi hanyalah sebuah keinginan. Ambisi dapat menjadi sesuatu yang salah atau berdosa bila obyek keinginan itu adalah sesuatu yang salah dan berdosa. Atau, cara mewujudkannya adalah salah dan berdosa. Misalkan kita ingin menempati jabatan yang lebih tinggi. Kedudukan itu sendiri bukanlah sesuatu yang salah; dengan kata lain, keinginan untuk mencapainya—ambisi—bukan sesuatu yang berdosa. Namun apabila kita mendapatkan jabatan ini dengan cara menjelek-jelekkan orang yang sekarang menempatinya, maka perbuatan itu menjadi salah.
  • Meskipun ambisi itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat netral, ada obyek ambisi yang jelas salah. Khusus bagi laki-laki ada dua yang mesti diwaspadai. Pertama adalah KEKAYAAN DAN UANG. 1 Timotius 6:9-10 mengingatkan, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta akan uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
  • Kedua adalah KUASA. Sesungguhnya ambisi akan kuasa adalah keinginan untuk MENGUASAI ORANG LAIN. Tujuannya mungkin beragam tetapi pada umumnya kita menguasai orang untuk memeroleh hormat dan pengabdian dari mereka. Kita pun mafhum betapa banyaknya orang yang jatuh karena haus kuasa. Contoh nyata adalah hampir semua raja yang memerintah Israel akhirnya terjeblos ke dalam dosa karena kuasa. Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita tidak boleh menguasai orang; satu-satunya orang yang perlu dikuasai adalah diri sendiri.
1 Petrus 4:7 mengingatkan, "Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa. Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain . . . ." Dari Firman Tuhan ini kita belajar bahwa satu-satunya cara untuk dapat melawan ambisi untuk menguasai orang adalah dengan cara mengasihi mereka.
  • Satu hal lagi yang perlu diwaspadai tentang ambisi adalah potensinya untuk membuat kita KURANG BERTERIMA KASIH. Bukannya melihat apa yang dimiliki, kita malah melihat apa yang tidak dimiliki. Bukannya puas dan bersyukur, kita malah mengeluh. Jadi, kita harus berhati-hati agar jangan sampai gara-gara ambisi, kita berubah menjadi orang yang tidak pernah puas.
Filipi 4:11-12 mengingatkan, "Kukatakan ini bukan karena kekurangan sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan."
  • Terakhir, kita pun mesti berhati-hati dengan ambisi sebab ambisi dapat membuat kita MELUPAKAN TUHAN DAN MENGINJAK-INJAK MANUSIA. Oleh karena terfokus pada apa yang kita inginkan, kita malah mengabaikan apa yang diinginkan Tuhan. Dan, karena mata hanya tertuju pada apa yang kita kejar, kita kurang memedulikan perasaan orang di dekat kita.
Mungkin kita memperalatnya; mungkin kita malah menginjaknya. Singkat kata, ambisi dapat membuat kita kehilangan kekudusan sehingga pada akhirnya kita tidak lagi melihat Tuhan dan sesama kita manusia. Paulus pernah menjadi orang yang berambisi, namun setelah mengenal Kristus, ambisinya hanyalah terpusat pada satu hal sebagaimana diungkapkannya, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya . . . ." (Filipi 3:10)