Kedewasaan dalan Pernikahan II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T264B
Nara Sumber: 
Pdt.Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Relasi pernikahan dilukiskan dengan 3 aksara “A,H dan M” dan dari ke 3 aksara itu yang paling baik adalah aksara “M” karena “M” melambangkan relasi nikah di mana suami dan istri bergantung satu sama lain namun keduanya dapat hidup sendiri. Mereka bergandengan tangan berarti ada kehangatan dan kerja sama di antaranya dan mereka pun dapat terbuka menyampaikan masukan kepada masing-masing sehingga relasi keduanya bertumbuh. Bagaimana sepasang suami istri dapat mewujudkan relasi yang disimbolkan dengan aksara “M” ?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Ada orang yang melukiskan tiga jenis relasi pernikahan dengan tiga aksara:
  • "A" melambangkan relasi nikah di mana suami-istri begitu saling tergantung satu sama lain oleh karena mereka sesungguhnya tidak dapat dapat hidup mandiri. Relasi ini terlilit sehingga keduanya menjadi begitu menyatu sehingga tidak terbuka untuk menyampaikan masukan yang bersifat kritikan. Mereka pun sukar menerima masukan dari pihak luar karena cenderung melindungi satu sama lain secara membabi buta.
  • "H" melambangkan relasi yang tidak akrab di mana masing-masing menjaga jarak guna menghindari pertengkaran. Relasi ini telah kehilangan keintiman dan kehangatan kendati masih bersanding dalam pernikahan.
  • "M" melambangkan relasi nikah di mana suami dan istri bergantung satu sama lain namun keduanya dapat hidup sendiri. Mereka bergandeng tangan berarti ada kehangatan dan kerja sama di antaranya dan mereka pun dapat terbuka menyampaikan masukan kepada masing-masing sehingga relasi keduanya bertumbuh.
Untuk dapat mewujudkan relasi jenis aksara "M" diperlukan kedewasaan. Saya mendefinisikan kedewasaan sebagai "kesanggupan menerima kelemahan pasangan dengan senyum." Jadi, berdasarkan definisi ini dapat pula kita mengartikan ketidakdewasaan sebagai:
  1. Ketidakmampuan melihat kelemahan pasangan karena menganggap pasangan sebagai manusia sempurna tanpa kekurangan.
  2. Mampu melihat kelemahan pasangan namun dengan cemberut alias tidak dapat menerimanya.
Definisi Kelemahan :
  1. Kelemahan dapat bersumber dari dosa, seperti dusta, kebencian, perzinahan, dan perjudian. Sudah tentu jauh lebih susah menerima kelemahan pasangan yang bersumber dari dosa.
  2. Kelemahan dapat pula bersumber dari kepribadian, kebiasaan hidup dan keterbatasan mental seperti mudah lupa, kurang berinisiatif, lamban, dsb.
Mengapa Harus Saling Menerima
  • Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita harus menerima satu sama lain, "Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah" (Roma 15:7). Dasar dari perintah ini adalah bahwa Kristus telah menerima kita. Jadi, sebagai orang yang telah diterima Tuhan kita mesti meneruskan penerimaan ini kepada sesama, terutama kepada pasangan sendiri.
  • Juga, kita harus menerima satu sama lain agar kita memuliakan Allah. Kita hanya dapat menerima satu sama lain lewat anugerah dan anugerah adalah kasih dan pengampunan. Bila kita menjadi orang yang beranugerah maka kita akan membawa kemuliaan bagi Allah sebab kasih dan pengampunan selalu mengingatkan orang akan Tuhan. Hal ini sesuai dengan tujuan pernikahan yakni memuliakan Allah. Berikut akan dipaparkan tujuan pernikahan.
Tujuan Pernikahan :
  • Untuk memahami tujuan pernikahan kita harus kembali melihat tujuan penciptaan alam semesta dan manusia. Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya agar semua ini memantulkan kemuliaan Tuhan. Inilah tujuan penciptaan dari sisi Allah. Firman Tuhan menjelaskan,
  • Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan, apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? Apakah manusia sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. (Mazmur 8:2, 4-6)
  • Dari sisi manusia, tujuan penciptaan adalah agar ia dapat menikmasti sebuah relasi dengan pencipta-Nya dan sebuah relasi dengan pencipta alam semesta merupakan suatu kehormatan tersendiri. Singkat kata, bagi manusia kesempatan untuk menikmati relasi dengan Tuhan pencipta alam semesta adalah sebuah kemuliaan. Jadi, baik dari sisi Tuhan maupun manusia, penciptaan hanya mempunyai tujuan tunggal yaitu kemuliaan Allah.
  • Jika demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa pernikahan pun diselenggarakan Tuhan untuk menjadi pantulan kemuliaan Allah. Sewaktu Tuhan melihat pernikahan manusia, yang diharapkan-Nya adalah melihat kemuliaan-Nya sendiri. Dan, untuk dapat menjadi pantulan kemuliaan Allah pernikahan harus berjalan atas dasar anugerah yaitu mengasihi dan mengampuni, menerima satu sama lain.
Rintangan Menerima Kendati kita tahu bahwa kita harus saling menerima namun tidaklah mudah untuk melakukannya. Berdasarkan Roma 15:1-2, "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya," kita dapat menyimpulkan dua alasan mengapa tidak mudah untuk menerima kelemahan pasangan :
  • Menerima kelemahan membuat kita wajib menanggung sisa kerja yang tidak dapat diselesaikannya. Dengan kata lain, kelemahan pasangan membuat kita letih dan repot karena kita harus mengambil alih tanggung jawabnya. Pada umumnya kita tidak suka menanggung beban ekstra.
  • Menerima kelemahan pasangan membuat kita kehilangan kesenangan sedangkan pada dasarnya kita adalah orang yang mencari kesenangan. Tidak bisa tidak, tatkala disusahkan oleh kelemahannya, kita pun dibuat susah.
Kendati demikian, kita tetap harus berusaha menerima pasangan dan berikut ini akan dipaparkan alasannya.
  1. Makin sering kita memikul beban yang ditinggalkan pasangan oleh karena kelemahannya, makin kita bertambah kuat. Kita tidak bertambah kuat bila kita hanya memikul beban yang memang seharusnya kita pikul atau yang menjadi porsi kita. Kita hanya akan dapat bertambah kuat bila kita memikul beban yang ekstra-yang bukan menjadi porsi kita. Tuhan tidak menghendaki kita menjadi orang yang lemah. Bila kita hanya memikul beban sendiri, kita tidak akan bertambah kuat, kita malah bertambah lemah.
  2. Kemajuan yang terhambat sering kali adalah kemajuan yang tersembunyi. Acap kali kita frustrasi karena merasa kemajuan kita terhambat oleh karena kelemahan pasangan. Namun mungkin sekali keterhambatan di suatu bidang merupakan kemajuan di bidang yang lain yang memang diperlukan, kendati kita tidak menyadarinya pada saat itu. Pengorbanan di suatu hal ternyata merupakan pengayaan di hal lainnya. Tuhan tahu apa yang sebenarnya perlu ditumbuhkan dalam diri kita dan sering kali Ia memakai kelemahan pasangan untuk menumbuhkan karakter yang penting tersebut.
  3. Memikul beban pasangan melatih kita untuk tidak memfokuskan perhatian pada diri sendiri. Kita diarahkan untuk memperhatikan pasangan dan kebutuhannya. Makin sering kita melihatnya dan apa yang dibutuhkannya, makin berkurang keegoisan kita. Pada akhirnya kita berdua makin bertumbuh karena bukan saja kebutuhan kita terpenuhi, kita pun dibangunkan oleh masukan yang kita terima dari pasangan.
Kesimpulan
Membangun relasi sama seperti menanam pohon. Sejak awal kita harus memberinya siraman dan pupuk serta melindunginya dari hama. Jika kita melakukan semua itu, setelah pohon tumbuh, barulah kita dapat bernaung di bawah daunnya yang rindang dan memakan buahnya yang manis. Pernikahan pun demikian. Bila kita memberi siraman dan pupuk serta melindunginya dari ancaman pihak luar, kita akan dapat bernaung dengan aman di dalamnya dan mencicipi buah nikah yang manis. Kadang kita mengharapkan pasangan dengan cepat dan dengan sendirinya bertumbuh menjadi dewasa dan masak. Kita ingin langsung menikmati buahnya yang manis namun kenyataan tidaklah demikian. Hanya kita yang bersusah payah menginvestasi usaha keras yang dapat mencicipi buah relasi pernikahan yang manis.