Belajar Dari Pengkotbah

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T238A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Ada orang yang beranggapan bahwa kitab Pengkhotbah bukanlah ditulis oleh Salomo, putra Raja Daud. Alasannya adalah, jika penulisnya Salomo berarti ia mengkontradiksi dirinya sendiri sebab dalam kitab Amsalia justru menampilkan sikap positif terhadap hidup, berbeda dengan nada keputusasaan yang dirasakan dalam kitab Pengkhotbah. Di sini akan dipaparkan fakta kehidupan dan bagaimanakah seharusnya kita menyikapinya.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

"Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena inilah kewajiban setiap orang."

Pengkhotbah 12:13

Ada orang yang beranggapan bahwa kitab Pengkhotbah bukanlah ditulis oleh Salomo, putra Raja Daud. Alasannya adalah, jika penulisnya Salomo berarti ia mengkontradiksi dirinya sendiri sebab dalam kitab Amsal-yang juga ditulisnya-ia justru menampilkan sikap positif terhadap hidup, berbeda dengan nada keputusasaan yang dirasakan dalam kitab Pengkhotbah.

Sesungguhnya kita dapat mengatakan bahwa Amsal adalah kitab dari Salomo muda, sedangkan Pengkhotbah adalah kitab dari Salomo tua. Pada hari tuanya akhirnya Salomo menyadari bahwa hidup tidak menawarkan makna sebanyak dan seindah yang dipikirkannya dulu. Berikut akan dipaparkan fakta kehidupan dan bagaimanakah seharusnya kita menyikapinya.

Fakta Kehidupan

·Kita lahir ke dalam dunia tidak membawa apa-apa namun dalam perjalanannya, kita mulai mengumpulkan kepunyaan, mulai dari pengetahuan, teman, harta, pelayanan, sampai keluarga. Namun pada suatu titik tertentu, kita harus melepaskan kepunyaan ini satu per satu, mulai dari anak, kesehatan, harta, teman, pengetahuan, pelayanan, dan akhirnya pasangan hidup.

·Puncak kebahagiaan tercapai tatkala kita memiliki "semua." Kebahagiaan melemah ketika kita mulai melepaskan kepunyaan itu satu per satu. Pada akhir hidup dalam kondisi hampir tidak memiliki apa pun kecuali nafas, kebahagiaan menjadi sangat tipis untuk dirasakan.

Sikap Kita

·Kita harus menerima fakta bahwa memang kita tidak bisa mengembalikan kebahagiaan yang terdahulu da bahwa kita harus hidup yang "kurang" ini.

·Kita harus menemukan hal-hal kecil yang dapat kita lakukan dan bersyukur atasnya. Kuncinya di sini adalah bersyukur. Di dalam rasa syukur akan ada kebahagiaan.

·Di dalam ketiadaan itulah ternyata yang terpenting dalam hidup adalah takut akan Tuhan dan memegang perintah-Nya. Dengan kata lain, dalam kondisi paling sendiri, kita hanya akan dapat menemukan makna hidup ini di dalam-bukan di luar-Tuhan.

·Takut akan Tuhan dan memegang perintah-Nya merupakan sebuah kesatuan. Pernyataan ini dapat diartikan baik dari segi positif maupun negatif. Dari segi positif, ini berarti senantiasa mengutamakan Tuhan dan melakukan hal-hal yang berkenan kepada-Nya. Dengan kata lain, kita memegang perintah-Nya.

·Dari segi negatif, takut akan Tuhan berarti tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada-Nya. Kita tidak ingin menyedihkan-Nya dan kita pun takut akan ganjaran yang dapat Ia berikan.

·Dengan kata lain, takut akan Tuhan dan memelihara perintah-Nya merupakan penyataan hidup dengan Tuhan dan untuk Tuhan. Di dalam kesementaraan dan ketidaksempurnaan hidup, Solomo menyimpulkan bahwa hidup dengan dan untuk Tuhan merupakan satu-satunya cara dan alasan untuk hidup.