Milton
Pesan Dari Milton
Secara berkala kita berjumpa dengan orang yang meninggalkan pesan mendalam. Tidak mesti orang itu orang yang kondang atau berpengaruh. Bisa jadi, orang itu adalah seorang yang bersahaja. Namun di dalam kesederhanaannya ia "berbicara" banyak. Tuhan memakai pelbagai cara untuk menitipkan pesan-Nya kepada kita, salah satunya adalah lewat anak-anak-Nya yang bersahaja. Kisah tentang Milton :
Di sebuah gereja yang pernah saya layani, saya bertemu dengan Milton, seorang pria lajang berusia 60an kelahiran Hawaii. Milton selalu datang berbakti di gereja bersama kakak wanita dan kakak iparnya; ia pun tinggal bersama mereka. Milton menderita sebuah gangguan jiwa yang membuatnya rapuh menghadapi kejutan hidup. Disamping itu ia pun mengalami keterbelakangan mental. Hampir setiap minggu pagi, kami pergi berdua untuk menyeruput kopi di sebuah kedai dan berbincang-bincang tentang hidup. Tidak banyak yang dapat kami bicarakan sebab ia selalu berbicara singkat. Jadi, kalau saya bertanya, "Apa kabar ?", maka ia hanya menjawab, "Baik." Bila saya bertanya tentang pengalamannya pulang ke Hawaii, ia akan berkata, ia senang dan ingin kembali lagi ke Hawaii. Jika saya berkata, bahwa ia orang
beruntung mempunyai seorang kakak yang begitu mengasihinya, ia akan berkata, "Ya." Itu saja.
Emosinya hanya dua: sedih dan senang. Sewaktu seorang tua di rumah jompo tempatnya ia bekerja sebagai relawan meninggal dunia, ia sedih sekali. Begitu sedihnya sehingga ia sendiri harus masuk ke Rumah Sakit Jiwa sebab akhirnya ia kehilangan keseimbangan jiwanya. Ketika ia dapat pulang ke Hawaii, ia senang sekali dan berharap ia bisa sering-sering pulang. Namun ia sadar itu tidak mungkin sebab ia harus bergantung pada kakaknya untuk membawanya pulang. Ia tidak marah; ia mengerti keadaan.
Milton percaya pada apa pun yang kita katakan kepadanya. Ia tidak dapat menafsir makna lain di balik ucapan; jadi, apa pun yang kita katakan, itulah kebenaran. Sewaktu dokter melarangnya untuk minum kopi dan mengkonsumsi gula, itulah yang dilakukannya: ia berhenti minum kopi dan mengkonsumsi kue yang berkadar gula. (Itu sebabnya ia hanya memesan kopi yang tidak berkadar kafein.) Minggu lalu ketika saya berjumpa dengannya di sebuah perayaan Natal, saya menawarkan kue, ia menampiknya—sesuai nasihat dokter.
Milton juga setia pada tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Secara berkala ia mendapat tugas untuk menjaga keamanan yaitu berkeliling lapangan parkir.
Sekarang Milton sudah tidak bersama kita lagi. Suatu hari seperti biasa Milton pergi ke rumah jompo tempat dia melayani. Sewaktu makan, ia tersedak dan tidak bisa mengeluarkan makanan itu dari tenggorokannya. Dalam hitungan menit, Milton meninggal dunia. Milton tidak sempat meninggalkan pesan apapun; ia pergi dengan tiba-tiba. Namun hidupnya telah meninggalkan pesan kepada dunia—kepada kita semua. Pertama, lewat hidupnya Milton berpesan kepada kita untuk hidup sederhana dan bersyukur atas apa yang kita miliki. Tidak sulit untuk membuatnya girang: pulang ke tanah kelahirannya, melayani di rumah jompo dan pergi ke gereja setiap minggu. Ia tidak berpikir muluk dan rumit; itu sebabnya ia menjadi pribadi yang mudah gembira dan bersyukur. Ia senantiasa yakin, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19)
Kedua, Milton berpesan agar kita hidup untuk hari ini. Besar kemungkinan ia tidak bisa menghafal ayat Firman Tuhan atau mengingat khotbah yang didengarnya setiap Minggu, namun ia menjalankan apa yang diketahuinya kendati sedikit. Salah satunya adalah, "Jangan khawatir akan hari esok sebab hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari" (Matius 6:34). Milton tidak mencemaskan hari esok sebab memang bukankah kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok? Hari ini ada, besok tiada. Yakobus 4:14 mengingatkan, "Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." Kepergiannya yang mendadak membuktikan kebenaran Firman Tuhan.
Ketiga, Milton berpesan agar kita mudah percaya, sukar curiga. Semasa hidupnya Milton tidak mereka-reka niat orang; ia begitu mudahnya percaya pada manusia. Ibarat bunga, ia terus bersih kendati menjulang di tengah alam terbuka yang berdebu. Milton belum tersentuh kejahatan, tidak heran ia tidak melihat kejahatan di tengah manusia. Kemurnian di tengah kedegilan memang bukan perkara mudah, namun Milton ingin mengingatkan bahwa bukankah pada kenyataannya lebih banyak janji yang ditepati daripada dilanggar, lebih banyak kebaikan dibanding kejahatan, dan lebih banyak pertolongan daripada kecolongan?
Dan terakhir, Milton berpesan agar kita mencintai dengan tulus. Sewaktu orang jompo yang dilayaninya meninggal dunia, ia bersedih hati—begitu sedihnya sehingga ia terbenam dalam depresi berat dan kehilangan kewarasannya. Ketika mendengar deritanya ini saya bertanya kepada diri sendiri, apakah saya akan pernah mencintai seseorang sebesar itu sehingga tatkala ditinggal pergi saya akan harus mengalami depresi berat dan kehilangan kewarasan? Saya tahu jawabannya, saya tidak pernah mencintai orang sebesar itu. Milton telah hidup berdasarkan Roma 12:9, "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura!" Milton telah pergi terlebih dulu, pulang kerumah Bapa di surga. Saya percaya, suatu hari kelak saya pun akan bertemu dengannya kembali. Saya bayangkan tatkala berjumpa, ia pasti dengan senyum menyambut saya seraya berkata, "Aloha!".
Nara sumber: Pdt. Paul Gunadi
Audio T452 B "Pesan Dari Milton"
Dear Mr. Gunadi,
Terima kasih atas penjelasan orang-orang yang ‘ngunduri tua’ (suka atau tidak suka, kita harus menerima kenyataan). Terlebih lagi ‘ngunduri tua’ plus agak sakit, suka atau tidak suka harus tergantung pertolongan orang lain, bagi saya mula-mula sangat frustrasi.
Minta tolong Pak Gunadi menjelaskan peran wanita (saya adalah wanita, dan tidak pernah minta lahir sebagai sosok perempuan), dalam Alkitab wanita selalu sebagai warga kelas dua (dan di Indonesia banyak para wanita menerima takdir masuk dapur dan mengasuh anak sebagai hal yang lumrah sekali). Terima kasih!
Ibu NN,
Dalam membaca Alkitab kita harus membedakan antara apa yang menjadi kehendak Allah dan apa yang terjadi tatkala manusia tidak hidup dalam kehendak Allah. Memang sewaktu kita membaca ayat-ayat seperti 1 Timotius 2:9-15, tidak bisa tidak, kita akan mendapatkan kesan bahwa Tuhan membedakan pria dan wanita. Namun sesungguhnya tidaklah demikian.
Jika kita membaca kisah penciptaan di kitab Kejadian, tidak ada satu pun ayat yang membedakan antara pria dan wanita. Keduanya diciptakan Tuhan berdasarkan gambar Allah sendiri (1:26-27). Tidak ada perbedaan kelas atau tingkatan, sebab keduanya diciptakan berdasarkan pola yang sama yakni Allah sendiri. Namun dalam perjalanannya wanita menjadi pihak yang ditindas oleh karena perbedaan kekuatan fisik. Akhirnya di dalam hampir semua budaya manusia, perempuan menjadi warga kelas dua dan menjadi korban ketidakadilan. Kenyataan bahwa semua ini terjadi bukanlah berarti bahwa ini merupakan kehendak Allah; sebaliknya justru ini adalah konsekuensi manusia tidak hidup dalam kehendak Allah.
Pada waktu Paulus melihat surat kepada Timotius yang saat itu tengah melayani sebagai pendeta di sebuah gereja di Efesus (sebuah kita yang sekarang menjadi bagian Negara Turki namun saat itu menjadi bagian kekaisaran Romawi), posisi wanita berada di bawah posisi pria. Sudah tentu Paulus dapat saja secara langsung memberi instruksi kepada jemaat disana untuk memperlakukan wanita setara dengan pria, misalnya dengan memberi otoritas kepada wanita untuk mengajar di gereja. Masalahnya adalah, jika ia melakukan hal ini, ia akan menciptakan kekacauan sosial. Pada akhirnya orang yang saling menyerang dan terlibat dalam perdebatan bukan karena Kristus dan kebenaran-Nya melainkan karena masalah sosial. Jadi, daripada menciptakan kekacauan sosial dan baku hantam bukan karena hal yang esensial, Paulus melestarikan struktur sosial yang berlaku saat itu.
Sebetulnya apa yang dilakukan Paulus tidak berbeda dengan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Semasa hidup-Nya, Tuhan Yesus tidak pernah sekali pun mengeluarkan komentar tentang perbudakan—sesuatu yang tengah berlaku saat itu. Mengapakah demikian? Tuhan mengubah manusia pada intinya—dari dalam ke luar— bukan pada struktur sosialnya—dari luar ke dalam. Itu sebabnya Paulus pun tidak menyinggung soal posisi wanita dan malah dalam suratnya yang lain (Efesus 6:6-9), Paulus malah memberi petunjuk bagaimanakah seharusnya budak memperlakukan tuannya dan bagaimanakah tuan memperlakukan budaknya. Sama seperti wanita, perbudakan saat itu sudah menjadi bagian struktur sosial dan meminta orang memerdekakan budak, pastilah akan menimbulkan kekacauan sosial. Itu sebabnya Paulus hanya member petunjuk tentang bagaimanakah seharusnya budak dan tuannya memperlakukan satu sama lain. Jika kita membaca Efesus 5:21-33, tidak bisa tidak, barulah kita bisa melihat isi hati Tuhan yang sesungguhnya terhadap wanita. Tuhan menyayangi perempuan dan mewajibkan suami untuk memperlakukan istrinya dengan penuh kasih sayang pula.
Dalam perjalanannya, sesuai dengan rencana Tuhan, makin berkembang masyarakat, makin terbukalah wawasannya sehingga pada akhirnya wanita mendapatkan kesempatan untuk berkarya sama seperti pria. Demikian tanggapan yang dapat kami sampaikan mudah-mudahan bermanfaat buat Ibu NN. Tuhan memberkati.
Bersyukur pada hari Senin tanggal 15 Oktober 2018 kami kedatangan Bapak Otty Priambodo, Ibu Lina, Saudara Verlon dan Saudara Bias dari YTWR (Yayasan Terang Warta Rohani) Batu. Maksud kedatangan mereka ialah memastikan program Telaga disiarkan oleh radio streaming YTWR setiap hari Selasa dan Kamis pukul 10.00 WIB. Untuk dapat mendengarkan radio streaming YTWR ini, pendengar terlebih dahulu me-install aplikasi YTWR Radio Streaming yang bisa didapatkan secara gratis di Google Play(untuk pengguna Android) dan di App Store (untuk pengguna IOS). Atau juga dapat mengunjungi website www.ytwr.org, dan atau website www.twr360.org .
YTWR adalah sebuah Yayasan Kristen non-profit yang bergerak dalam bidang pemberitaan Injil kepada siapa saja yang membutuhkannya dengan menggunakan media massa maupun melalui pelayanan langsung. Dalam setiap kegiatannya YTWR berupaya untuk mewujudkan misinya yaitu memberikan bimbingan rohani untuk mendewasakan iman umat Kristiani agar dapat menjadi saksi dan pelayan yang benar bagi Tuhan dan sesama
YTWR kini secara rutin sedang melayani lebih dari 20.000 pendengar dari seluruh tanah air yang berespons langsung baik itu melalui surat, SMS, telepon, email, aplikasi Whatsapp dan alat komunikasi yang lain. Bersamaan dengan itu YTWR secara aktif membina puluhan kelompok pendengar yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia dengan menggunakan program radio, video, literatur dan komunikasi langsung dalam kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok ini tidak terlepas dari kerjasama dengan gereja-gereja lokal.
Doakan kerjasama ini supaya dapat terus terjalin dengan baik; bermanfaat bagi pendengar dan memuliakan Tuhan.
- Kita mau bersama mendoakan keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang terjadi pada 30 Oktober 2018 kemarin. Dan juga usaha pihak yang berwenang untuk mencari badan pesawat dan black box sehingga mereka dapat melakukan penyelidikan lanjut tentang penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
- Bersyukur pada tanggal 2 Oktober 2018 adalah ulangtahun ke 10 dari IMC Broadcasting di Hongkong. Program Telaga disiarkan setiap hari 3x pada jam yang berbeda.
- Bersyukur selama 1 bulan disini, Bp. Paul Gunadi telah menambah rekaman sebanyak 8x atau 16 judul baru. Doakan untuk pengeditan rekaman, pembuatan transkrip, ringkasan dan abstrak.
- Bersyukur untuk donasi yang diberikan oleh Ibu Gan May Kwee di Solo sejumlah Rp 1.000.000,- dan dari Sdri. Kurnia Dewi P. sebesar Rp 65.000,-.
- Akhir bulan September yang lalu kita dikejutkan oleh bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Donggala dan daerah lainnya di Sulawesi Tengah. Radio MARS FM di Palu juga tidak bisa mengudara karena dinding ruang siaran ambruk menimpa peralatan studio. Mixer dan transmitter rusak. Kita doakan agar dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa diadakan perbaikan sehingga radio ini bisa kembali mengudara.
- Doakan untuk rekaman lanjutan dengan Ev. Carolina Soputri sebagai narasumber.
- Doakan untuk Sdri. Betty T.S. yang sedang mencari pekerjaan sementara menunggu PhD defense pada tgl. 25 Pebruari 2019. Berharap bisa mendapat pekerjaan 3-4 hari seminggu, disamping rencana kerjasama dengan SKIN (Lembaga persatuan gereja-gereja migrant di Belanda) untuk pelatihan pastoral konseling.
- Tetap doakan untuk pengerjaan database Telaga yang masih tertunda.
T 517 B Kepribadian Skizotipal
T 518 A Kepribadian Menghindar
T 518 B Kepribadian Antisosial
T 519 B Kepribadian Agresif Pasif
T 520 A Kepribadian Neurotik ( I )
T 520 B Kepribadian Neurotik ( II )
Seri Berawal dari Satu (T522 – T527):
T 522 A Pasangan Beremosi Tinggi
T 522 B Pasangan yang Berfungsi secara Tidak Efektif
T 523 A Pasangan yang Jauh Secara Emosional
T 523 B Pasangan yang Menuntut tinggi
T 524 A Pasangan yang Menyiksa
T 524 B Pasangan yang Mudah Stres
T 525 A Pasangan yang Tidak Aman Secara Sosial
T 525 B Pasangan yang Tidak Bertanggung Jawab
T 526 A Pasangan yang Tidak Konsisten secara Moral dan Spiritual
T 526 B Pasangan yang Tidak Setia
T 527 B Pasangan yang Menderita Gangguan Jiwa
T 528 A Mengapa Wanita Berselingkuh?
T 528 B Mengapa Pria Berselingkuh?
Salah satu buah Roh Kudus adalah sukacita. Sukacita tidak sama dengan kebahagiaan. Kebahagiaan (happiness) tergantung pada situasi di luar kita (happening). Kebahagiaan sumbernya adalah dari luar baru kemudian mengalir ke dalam. Hari ini kita dapat bahagia, tetapi bila besok terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan maka kita menjadi tidak bahagia. Sebaliknya sukacita berasal dari dalam dan mengalir keluar. Sukacita akan mengalir dari hati yang dipenuhi oleh Kristus, Raja Damai. Paulus memiliki sukacita di dalam hatinya. Dari dalam penjara dia menulis surat kepada banyak jemaat Tuhan untuk selalu bersukacita di dalam Tuhan. Paulus dapat bersukacita dalam segala keadaan sebab ia memiliki hadirat Tuhan dalam hidupntya. Sukacitanya tidak ditentukan oleh keadaan disekelilingnya. Kesukaan yang datang dari Tuhan itulah sumber kekuatan hidupnya.
(Sumber: 365 Hari Perjalanan Bersama Tuhan; Penerbit: Metanoia)
- 5814 kali dibaca