Pasangan yang Tidak Setia

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T526B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Yang dimaksud adalah pasangan yang berkali-kali jatuh dalam dosa perzinahan. Penyebabnya karena pada dasarnya adalah penzinah, memiliki kelemahan dalam penguasaan nafsu, haus kasih sayang dan penghargaan. Cara mengatasinya a.l. beri kesempatan untuk bertobat dan menjelaskan mengapa jatuh dalam dosa yang sama berulang kali, mengajaknya membereskan masalah serta memastikan perbuatan ini tidak terulang. Bersedia mendengar keluhannya tentang diri kita. Selanjutnya memberi peringatan dan memperhadapkannya pada dua pilihan. Terpenting menjaga dan jangan pernah meninggalkan kesetiaan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kesepuluh adalah pasangan yang tidak setia. Yang saya maksud adalah pasangan yang berkali-kali jatuh ke dalam dosa perzinahan. Setiap kali ia jatuh, ia meminta maaf tetapi kemudian ia mengulangnya kembali. Ia pun selalu berusaha menutupi perbuatannya dan hanya mengaku tatkala ia tidak dapat lagi mengelak. Tidak bisa tidak, akhirnya kita tawar hati. Kita tidak dapat memercayai apalagi menghormatinya; alhasil kasih kita pun pudar dan malah digantikan oleh kemarahan. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi; relasi pun retak. Di dalam pernikahan kesetiaan adalah tali yang mengikat dua pribadi. Begitu kesetiaan lepas, maka lepas pulalah tali yang mengikat dua pribadi. Itu sebab penting bagi kita untuk menjaga pernikahan dan berlaku setia kepada pasangan. Masalahnya adalah tidak semua berhasil menjaga kesetiaan; banyak yang jatuh ke dalam dosa ketidaksetiaan alias zinah. Mungkin kita bertanya, mengapa begitu banyak orang jatuh ke dalam dosa perselingkuhan?

Ada beberapa jawabannya. Pertama, kita jatuh ke dalam dosa perzinahan sebab pada dasarnya kita adalah penzinah, bahkan jauh sebelum kita menikah. Mungkin kita terbiasa memakai jasa pelacur sebelum menikah dan kita membawa kebiasaan buruk itu ke dalam pernikahan. Atau, kita terbiasa gonta ganti pacar dan setiap kali berpacaran, kita berhubungan badan dengan pacar kita. Setelah menikah, kita pun terus terikat oleh kebiasaan buruk itu. Setiap kali kita berjumpa dengan seorang yang menawan, kita selalu terdorong untuk berkencan dengannya.

Kedua, kita jatuh ke dalam dosa perselingkuhan karena kita memiliki kelemahan dalam penguasaan nafsu. Singkat kata, kita begitu dikuasai nafsu sehingga yang ada di benak kita adalah seks. Alhasil di dalam berelasi, kita senantiasa mencari dan memanfaatkan kesempatan untuk bisa berhubungan seksual dengan siapa pun yang membuka dirinya. Itu sebab kita terus jatuh ke dalam dosa yang sama—dosa seksual.

Ketiga, kita jatuh ke dalam dosa perzinahan sebab kita haus kasih sayang dan penghargaan. Mungkin kita dibesarkan di dalam keluarga yang kering kasih sayang atau mungkin di dalam pernikahan kita kurang menerima penghargaan. Alhasil kita rentan terhadap orang yang cepat menunjukkan kehangatan dan penghargaan; akhirnya dalam kondisi lemah, kita pun jatuh. Namun, karena kita menerima kasih sayang dan penghargaan di dalam relasi itu, maka kita pun tidak siap untuk meninggalkan rekan selingkuh kita. Kita terus memegangnya erat-erat. Sebagaimana dapat kita lihat, tidak mudah untuk melepaskan diri dari dosa ketidaksetiaan. Tidak mudah sebab acap kali ketidaksetiaan terkait dengan kebiasaan dan kebutuhan. Dan, segala sesuatu yang berhubungan dengan kebiasaan dan kebutuhan, tidak mudah hilang. Kita bolak-balik berdosa; singkat kata, kita menghidupi apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, "Roh penurut tetapi daging lemah." Masalahnya adalah ketidaksetiaan merusak pernikahan. Apakah yang harus kita perbuat bila pasangan berlaku tidak setia berulang kali? Pertama, kita mesti memberikannya kesempatan untuk bertobat dan menjelaskan alasan mengapa ia jatuh ke dalam dosa yang sama berulang-kali. Jika ia mengemban tanggung jawab penuh atas perbuatannya, masih ada harapan. Sebaliknya, bila ia tidak mengemban tanggung jawab malah menyalahkan orang lain—termasuk kita—itu berarti ia masih jauh dari pertobatan. Kita mesti mengkonfrontasinya agar ia memikul tanggung jawab atas perbuatannya.

Berikut, bergantung pada jawabannya, pada dasarnya kita harus mengajaknya untuk bersama-sama membereskan masalah yang ada serta memastikan agar perbuatan ini tidak terulang. Kita pun mesti bersedia untuk mendengar keluhannya tentang diri kita sebab jika ada, itu berarti ada kemungkinan hal itu berkaitan dengan kejatuhannya. Pasangan yang paling sulit berubah adalah pasangan yang tidak memunyai Tuhan di dalam hidupnya dan yang menganggap tidak apa berhubungan dengan orang lain sebab baginya itu tidak berhubungan dengan ketidaksetiaan, apalagi dosa terhadap Tuhan. Jika pasangan seperti itu, tidak banyak yang dapat kita perbuat selain memberinya peringatan. Dan, ini membawa kita pada langkah ketiga.

Kita mesti memberi peringatan kepada pasangan: Bila ia mengulangnya lagi, maka kita akan meninggalkannya. Memang sekilas tindakan ini terdengar keras tetapi memang kita mesti bersikap tegas kepadanya. Kita harus membuatnya memilih: berzinah dan kehilangan keluarga atau hidup setia dan memperoleh keluarga. Kita mesti memperhadapkannya pada dua pilihan ini sebab jika tidak, ia tidak termotivasi untuk melepaskan diri dari ikatan dosa ini. Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa seksual membawa dampak yang besar pada keluarganya. Untuk menutupi dosanya, ia membunuh Uria, suami Batsyeba. Sejak saat itu masalah tidak pernah berhenti mengunjungi keluarga Daud. Putranya Amnon memperkosa putrinya, Tamar. Kemudian, putranya Absalom—saudara kandung Tamar—membalas dendam dengan membunuh Amnon. Akhirnya Absalom memberontak dan berniat mengambil takhta Daud. Di sini dapat kita lihat bahwa ketidaksetiaan melahirkan ketidaksetiaan dalam pelbagai bentuk. Daud tidak setia kepada keluarganya dan ia tidak setia kepada Uria. Amnon memperkosa adik tirinya; ini pun bentuk ketidaksetiaan kepada keluarga, dalam hal ini kepada adiknya. Sewaktu Absalom membunuh Amnon dan kemudian memberontak terhadap Daud, ia pun berlaku tidak setia kepada ayahnya. Begitu serius dan meluas dampak ketidaksetiaan! Ketidaksetiaan satu orang menyengsarakan satu keluarga besar. Tidak heran, Amsal 2:20 mengingatkan, "Sebab itu tempuhlah jalan orang baik dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Karena orang jujurlah akan mendiami tanah dan orang yang bercelalah yang akan tetap tinggal di situ."

Jadi, jagalah dan jangan pernah tinggalkan kesetiaan. Pertama, setialah kepada Tuhan Kita Yesus dan kedua, kepada pasangan dan keluarga yang Tuhan telah berikan kepada kita. Jika kita setia, Tuhan berjanji bahwa Ia akan membawa kita kepada tanah tempat kita bernaung.