Pasangan yang Menderita Gangguan Jiwa

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T527B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Sama seperti gangguan fisik, gangguan jiwa pun muncul dalam pelbagai jenis. Gangguan fisik terlihat jelas sedangkan gangguan jiwa tidak selalu tampak, misalnya OCD (Obsessive-Compulsive Disorder) gejalanya melakukan suatu perbuatan berulang kali. Contoh lainnya, gangguan kepribadian paranoia, depresi. Gangguan jiwa yang mengganggu dan kadang mengancam keselamatan adalah gangguan yang bersifat “ ke luar” dalam pengertian obyek gangguannya adalah orang lain. Gangguan lainnya seperti kepribadian narsistik, borderline, psikopat dan skizofrenia. Bila ada kemampuan finansial tindakan terbaik adalah memasukkannya ke rumah perawatan jiwa
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kedua belas adalah pasangan yang menderita gangguan jiwa. Sama seperti gangguan fisik, gangguan jiwa pun muncul dalam pelbagai jenis. Bedanya adalah, gangguan fisik terlihat jelas sedang gangguan jiwa tidak selalu tampak. Beda lainnya adalah, jika gangguan fisik hanya merepotkan yang lain dan mengganggu diri sendiri saja, gangguan jiwa biasanya merepotkan dan mengganggu yang lainnya pula. Itu sebab tidak jarang bila pasangan menderita gangguan jiwa, maka pada akhirnya rumah tangga pun mengalami masalah yang berat. Mungkin kita bertanya, mengapakah sampai orang menikah dengan pasangan yang menderita gangguan jiwa? Jawabnya adalah karena tidak selalu gangguan jiwa menampakkan diri dengan jelas. Sebagai contoh, bila pasangan menderita gangguan Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) di mana gejalanya adalah melakukan suatu perbuatan berulang kali, besar kemungkinan kita tidak dapat mengetahuinya sebelum tinggal serumah dengannya. Misalkan, ia mandi bukan hanya berkali-kali tetapi sampai berbelasan kali per hari karena merasa tubuh belum bersih. Bukankah kita baru dapat mengetahuinya setelah kita menikah dengannya?

Begitu pula dengan gangguan kepribadian paranoia. Karena kita hanya bertemu dengannya sekali atau dua kali seminggu dan hanya berbicara hal-hal yang umum, kita pun tidak mengetahui bahwa sebenarnya pasangan menderita gangguan kepribadian paranoia. Setelah menikah barulah kita sadari bahwa kecurigaan dan ketidakpercayaannya tidak wajar. Ia selalu menuduh orang bermaksud buruk dan bahwa orang berniat mencelakakannya. Ia pun terus mencurigai kita berbuat yang salah dan menutupinya padahal kita tidak melakukan apa-apa. Apakah yang mesti kita perbuat bila pasangan menderita gangguan jiwa? Oleh karena ada pelbagai jenis gangguan jiwa, maka kita harus membahasnya secara lebih spesifik. Bila pasangan menderita gangguan jiwa yang bersifat "ke dalam" seperti depresi, maka tugas kita adalah merawat dan mengambil alih tanggung jawab sehari-harinya. Sebagaimana kita ketahui depresi—apalagi yang berat—bersifat melumpuhkan secara psikis sehingga penderitanya kehilangan motivasi bukan saja untuk melakukan apa-apa tetapi juga untuk hidup.

Pasangan yang menderita depresi biasanya tidak lagi bersemangat untuk mengerjakan tugasnya sehari-hari dan menjadi sangat pesimis dan negatif. Itu sebab kita mesti membawanya ke psikiater agar pasangan dapat menerima pengobatan yang tepat untuk mengangkatnya keluar dari lembah depresi. Kita pun harus membawanya ke seorang psikolog atau konselor yang bisa menolongnya mencerna apa yang menyebabkannya mengalami depresi dan langkah apa yang dapat diambilnya untuk keluar dari depresinya. Tidak bisa tidak, kita pun harus menanggung beban tanggung jawabnya, baik di dalam maupun di luar rumah.

Bila pasangan menderita gangguan jiwa OCD, kita pun mesti membawanya ke psikiater guna memeroleh pengobatan dan ke seorang psikolog atau konselor untuk menolongnya mengatasi kecemasan yang tinggi pada dirinya. Tidak bisa tidak, bila kondisinya sedang buruk, kita pun harus mengambil alih tanggung jawabnya, seperti mengurus anak dan lainnya.

Sebagaimana dapat kita lihat dari beberapa contoh gangguan ini, dampaknya pada kita hanyalah pada kerepotan yang ditimbulkan dan keharusan untuk mengambil alih tanggung jawabnya. Sebagai manusia kita memunyai keterbatasan dan bila ini terjadi berulang kali, tidak bisa tidak, kita letih dan bisa kehilangan kesabaran. Kita tidak lagi mau mengerti karena merasa tidak tahan. Mungkin pertama dituduh kita masih dapat memahaminya tetapi bila ini terjadi hampir setiap minggu, akhirnya kita pun marah. Atau, pada awal pasangan menderita depresi, kita masih mengerti bahwa ini terjadi di luar kendalinya. Namun, jika terjadi berkali-kali, kita tidak mau mengerti lagi; kita akan menuntutnya untuk lebih kuat. Konflik pun terjadi.

Gangguan jiwa yang mengganggu—dan kadang mengancam keselamatan—adalah gangguan yang bersifat "ke luar," dalam pengertian, obyek gangguannya adalah orang lain. Jika pasangan menderita gangguan kepribadian narsistik, borderline, apalagi psikopat, kita pasti menderita. Ketiga gangguan ini membuat penderitanya hanya memikirkan kepentingan pribadi. Jadi, hidup kita selamanya untuk dia. Penderita borderline dan psikopat sanggup melakukan perbuatan yang kejam untuk membuat kita tunduk pada kehendaknya. Belum lagi karena rasa tidak amannya, ia bisa membatasi pergaulan kita hingga akhirnya kita tidak lagi memunyai teman. Malangnya untuk menghadapi kasus seberat ini kita tidak dapat bergantung pada pengobatan. Kita pun mengalami kesukaran untuk membawa pasangan menemui psikolog atau konselor untuk memperoleh bimbingan psikologis karena biasanya ia menolak. Ia tidak mau mengakui bahwa ia bermasalah; sebaliknya, ia menuduh kitalah yang bermasalah. Pada akhirnya, pilihan kita hanyalah dua: terus tinggal bersamanya atau berpisah dengannya. Kalau kita memutuskan untuk berpisah dengannya, kita pun mesti mempertimbangkannya masak-masak untuk memastikan ia tidak membahayakan keselamatan jiwa kita dan anak-anak.

Gangguan jiwa lainnya adalah gangguan psikosis seperti skizofrenia di mana penderitanya kehilangan kontak dengan realitas dan hidup di dalam dunianya sendiri. Di dalam dunianya ia berbicara, tertawa, menangis, walau sesungguhnya tidak ada seorang pun yang berbicara dengannya. Sudah pasti penderitanya tidak lagi bisa berfungsi di masyarakat apalagi bekerja.

Jika kita memunyai kemampuan finansial, tindakan terbaik adalah memasukkannya ke rumah perawatan jiwa. Mungkin kita merasa bersalah tetapi itulah jalan terbaik agar ia memeroleh perawatan dan agar ia tidak menganggu perkembangan jiwa anak-anak. Menghadapi semua ini kita hanya dapat mohon kekuatan Tuhan, sebagaimana dikatakan oleh Mazmur 59:17, "Tetapi aku mau menyanyikan kekuatan-Mu, pada waktu pagi aku mau bersorak-sorai karena kasih setia-Mu; sebab Engkau telah menjadi kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku."