Pergunakan Waktu yang Ada

Versi printer-friendly

Oleh : Yusak Timothy, M.Th.

Jika kita amati kata WAKTU yang terdapat dalam Alkitab, setidaknya memiliki dua pengertian dalam bahasa Yunani, yang satu KRONOS memiliki arti : waktu yang sedang berjalan seperti sekarang ini. Sedangkan KAIROS memiliki arti : sebagai waktu yang memaknai KESEMPATAN, setelah berlalu tak mungkin akan kembali.

Oleh sebab itulah Rasul Paulus berpesan pada jemaat di Efesus : "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat" Ef 5:16.

Di masa yang hampir 20 Abad saja, sudah berpesan bahwa hari-hari ini adalah jahat, dengan berlalunya waktu hingga abad ke 21 ini, akankah semakin baik kondisi sekarang dari 20 abad lalu ? dalam Alkitab tercatat bahwa sesudah TUHAN memusnahkan manusia dengan air bah dan hanya ditinggalkan sekeluarga 8 orang dari keluarga Nuh, diharapkan keturunan mereka akan menjadi baik, oleh karena keluarga ini dianggap saleh dan benar. Baru saja turun dari kapal dan menanam pohon, tak lama berselang dari itu, Nuh sudah mabuk oleh anggur dan Ham melakukan dosa hingga ia dikutuk sang kakek yang bernama NUH.

Kej. 9:22 "Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar"

Kej. 9:24-25 "Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya, "Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya."

Mari kita amati kehidupan manusia di abad 20 dan 21 sekarang ini, begitu banyak pasangan suami–istri yang disingkat pasutri yang meninggalkan rumah bekerja setiap hari dari pagi hingga petang bahkan ada pula yang menjadi pecandu kerja hingga malam hari baru meninggalkan kantor kembali ke rumah.

Semua ini menyebabkan mereka yang Kristen tak lagi bisa ikut kegiatan pelayanan di Gereja, entah untuk latihan paduan suara, ikut sejenis komsel dan juga pulang lebih dini, agar dapat bertemu dengan anak yang mereka cintai dan sayangi, agar dapat berkomunikasi, bermain juga melepaskan kangen karena seharian tak bertemu, sebelum anak masuk dalam peraduan.

Kekurang perhatiannya orang tua pada anak akan membawa dampak yang negatif pada anak di tahun-tahun mendatang, menyebabkan sang anak akan mencari perhatian lewat tawuran, merusak telepon umum, bus dan masih banyak lagi, ketika ditangkap polisi dan orang tua dipanggil polisi, barulah orang tua memberikan sedi…kit perhatian karena peristiwa ini.

Apakah kita tidak merasa sedih melihat kondisi bus kota, kereta api, telepon umum, taman kota, lampu jalan, papan penunjuk jalan raya ? Semua itu hampir sebagian besar berada dalam keadaan menyedihkan. Seandainya benda-benda itu bisa bicara, pastilah kita manusia diumpatnya....... mengapa masyarakat kita bisa tidak mempunyai rasa memiliki aset publik ? Padahal mereka sebenarnya membutuh-kannya ? Masih sama pula jawabannya, yaitu, jangan-jangan, PARA ORANG TUA KITA ATAU SEBAGAI ORANG TUA TIDAK BISA MENANAMKAN SIKAP UNTUK IKUT MERAWAT ASET PUBLIK. Atau jangan-jangan yang ditanamkan adalah sikap: " Aaaah … bukan punya saya ini, buat apa pusing" (Utomo,2005).

Sebagai orang tua yang dipercayakan anak oleh TUHAN, sudah sepatutnya kita meluangkan waktu bermain, omong-omong dan membuka kesempatan bagi anak untuk mencurahkan uneg-unegnya pada orang tuanya yang hampir seharian tidak bertemu muka juga melepaskan kangen atau rindunya itu.

Begitu juga dalam membahagiakan anak, cara yang paling murah meriah, mudah dan sangat bermutu, yaitu dengan mengajaknya omong-omong atau berbincang-bincang. Oleh karena itu, mendidik anak yang paling brilian adalah juga dengan mengajaknya omong-omong, bukan dengan uang. Kalau Anda pergi ke rumah sakit untuk penanggulangan narkoba, akan ditemukan bahwa penyebab utama mereka terjerumus dalam narkoba adalah bukan karena frustrasi akibat kekurangan uang. Tetapi karena mengalami defisit kasih sayang, terutama dalam bentuk omong-omong dari para orang tuanya (Utomo,2005).

Begitu banyaknya orang tua juga yang Kristen, sebagian menjadi pekerja keras dan sebagian lagi menjadi pecandu kerja, mereka lakukan itu dengan alasan supaya dapat mencukupi kebutuhan keluarga, bisa beli pesawat tv, computer, i-pad, BB dan lain sebagainya juga supaya dapat menyekolahkan anak di sekolah favorit.

Sebagaimana penulis menyinggung di atas tentang pekerja keras dan pecandu kerja, apa beda keduanya ?

Pertama, pekerja keras menghayati kerja sebagai ongkos mencapai visi dan tujuan yang berharga dan dalam proses itu mereka menikmati kerja tersebut. Tetapi pecandu kerja, menenggelamkan diri dalam pekerjaan untuk mendapatkan rasa aman dan ketidakpastian hidup sekaligus sebagai cara menghindari komitmen dan tanggung-jawab hidup lainnya.

Kedua, pekerja keras bisa membatasi diri sehingga masih tersedia waktu untuk kegiatan hidup lainnya seperti keluarga, sosial, agama dan sebagainya. Sedangkan pecandu kerja membiarkan pekerjaan menjadi raja yang menguasai seluruh waktunya sedemikian rupa sehingga, keluarga dan bidang lain selalu kalah apabila berhadapan dengan kerja.

Ketiga, pekerja keras sanggup menghentikan kerja pada waktu yang dibutuhkan Sedangkan pecandu kerja seolah-olah mendapat bensin apabila menemui api kerja (Sinamo,2005).

Banyak orang tua menghendaki anak-anak mereka sudi mendengarkan apa yang dikatakan mereka sebagai orang tua pada anak-anak mereka, bahkan ada ungkapan kuno : "kalo saja kamu mendengarkan apa yang kita orang tua katakan, apapun kita berikan padamu." Namun, seringkali ungkapan ini tidak terpenuhi, hanya karena anak tidak memperoleh perhatian dan kasih sayang juga pujian yang mereka butuhkan.

Anak-anak bertindak apa yang anda katakan, kalau Anda bilang kepada anak Anda bahwa ia ribut, ia akan berusaha untuk ribut. kalau Anda bilang kepada anak Anda bahwa ia tahu cara bermain yang tidak ribut, ia akan mewujudkan harapan tersebut………………………………….

Inilah yang dikatakan orang tua itu. Aku percaya padamu. Aku yakin kamu bisa bertindak lebih baik. Lakukan demi dirimu sendiri. Anak Anda tidak akan membuat perubahan- perubahan radikal dalam semalam, tetapi Anda telah menaruh benih lebih sehat di pikirannya. Ucapkan sesuatu yang lebih spesifik pada waktu Anda memuji anak-anak Anda. Pujilah tingkah lakunya, bukan anak Anda (Severe, 1997).




Daftar Pustaka

Utomo,Tatag T.A. (2005). Mencegah dan mengatasi krisis anak melalui pengembangan sikap mental orangtua. (Jakarta, Indonesia PTGramedia Widiasarana Indonesia)

Sinamo, Jansen H (2005). 8 Etos kerja Profesional. (Jakarta, Indonesia. Institut Daema Mahardika).

Severe, S. (1997). Bagaimana bersikap pada anak agar anak bersikap baik. (Jakarta, Indonesia PTGramedia Pustaka Utama)