Prioritas Hidup II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T291B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Hidup berisikan sederet pilihan. Bagaimana kita memilih dan apa yang dipilih akan menentukan kehidupan yang kita jalani. Sayangnya banyak orang yang menjalani hidup tanpa pemahaman yang benar tentang bagaimana seharusnya memilih. Kita mesti belajar sistem prioritas yang benar agar dapat menentukan pilihan yang tepat dalam hidup. Ada 7 prioritas yang mesti kita adopsi dari Alkitab, yaitu : karakter di atas kemampuan, keutuhan diri si pelayan di atas kegiatan si pelayan, ketaatan di atas keefesienan, mengedepankan yang kecil di atas yang besar, mengedepankan memberi di atas menerima, prioritaskan proses di atas produk dan utamakan Tuhan di atas segalanya.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Hidup berisikan sederet pilihan. Bagaimana kita memilih dan apa yang dipilih akan menentukan kehidupan yang kita jalani. Sayangnya banyak orang yang menjalani hidup tanpa pemahaman yang benar tentang bagaimana seharusnya memilih. Kita mesti belajar sistem prioritas yang benar agar dapat menentukan pilihan yang tepat dalam hidup. Untuk itu kita perlu kembali ke Alkitab dan belajar menetapkan prioritas. Berikut adalah tujuh prioritas yang mesti kita adopsi.

  1. Karakter di atas Kemampuan. Hidup perlu kemampuan. Tanpa kemampuan kita tidak dapat mengerjakan apa-apa dengan baik. Sungguh pun demikian kita mesti mengingat bahwa kemampuan bukanlah segalanya. Tuhan mengutamakan karakter di atas kemampuan. Oleh karena itu kita pun mesti mengutamakan karakter dan berusaha menambah kualitas karakter yang diinginkan Tuhan yaitu kasih. Di samping itu kita pun harus menitikberatkan karakter di atas kemampuan dalam menilai orang. Janganlah sampai kita terseret arus dan menilai orang atas dasar kemampuannya semata.
    Firman Tuhan di 1 Korintus 1:26 berkata, "Ingat saja , saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang." Di sini Paulus mengingatkan jemaat di Korintus untuk tidak lupa diri dan terus ingat siapakah diri mereka sebenarnya. Kadang setelah mencapai status tinggi dalam masyarakat, kita lupa akan keberadaan diri kita. Pada akhirnya kemampuan menjadi tolok ukur dalam kita menilai dan menghargai orang. Hanya orang yang berkemampuan yang kita hormati; sebaliknya, orang yang tidak berkemampuan kita pandang sebelah mata.
    Inilah prioritas yang mesti kita terapkan di keluarga. Janganlah sampai kita meninggikan kemampuan di atas karakter. Hargailah usaha anak menajamkan kemampuan tetapi pujilah anak atas dasar karakternya. Begitu pun terhadap suami dan istri. Janganlah sampai kita menitikberatkan kemampuan di atas karakter. Perlakuan kita yang mengutamakan kemampuan di atas karakter niscaya membuatnya merasa seperti obyek yang tengah dimanfaatkan-hanya bernilai kalau masih berguna.
  2. Keutuhan Diri Si Pelayan di atas Kegiatan Si Pelayan. Sebagai anak Tuhan sering kali kita terlibat dalam pelayanan-baik di gereja maupun di luar gereja. Sudah tentu ini baik. Namun adakalanya kita menjadi terlalu sibuk; kita sukar menolak permintaan orang dan terus mengiyakan tugas pelayanan yang diembankan. Pada akhirnya kita melalaikan satu hal yang penting yakni menjaga kehidupan yang utuh. Itu sebabnya kalau tidak berhati-hati, kegiatan pelayanan yang tinggi akan menyita banyak dari kehidupan pribadi maupun keluarga. Alhasil, baik kehidupan keluarga ataupun pribadi menjadi kacau dan berantakan.
    Pendeta Bill Hybels menegaskan pentingnya menata kehidupan pribadi kita sendiri. Beliau mengemukakan bahwa seorang pemimpin yang tidak dapat menata dirinya tidaklah akan dapat menata pelayanannya. Bila kita memunyai prioritas seperti ini, hidup dan keluarga tidak menjadi korban malah menjadi penerima berkat.
  3. Ketaatan di atas Keefisienan. Kadang ketika membaca Firman Tuhan terlintas seutas pikiran, "Betapa banyaknya perintah Tuhan!" Pada kenyataannya hanya satu yang dituntut Tuhan-ketaatan. Suatu hari Tuhan Yesus sedang berada di rumah seseorang bernama, Simon, penderita kusta. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dengan buli-buli berisikan minyak narwastu yang mahal. Ia memecahkan buli-buli itu dan menuangkan minyaknya ke atas kepala Tuhan. Bagi banyak orang-termasuk murid Tuhan-tindakan ini merupakan pemborosan uang alias tidak efisien. Namun dengarlah perkataan Tuhan, "Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku." (Markus 14:6)
    Pada dasarnya efisiensi berarti menghasilkan sebanyak-banyaknya dengan modal seirit mungkin. Efisiensi adalah lawan dari pemborosan. Ternyata di mata Tuhan efisiensi bukanlah segalanya. Ada satu hal lain yang lebih bernilai yakni ketaatan. Ketaatan kepada Tuhan kadang melanggar hukum efisiensi. Jika kita memprioritaskan efisiensi dengan kaku, kita pun akan kehilangan tuntunan Tuhan. Langkah-Nya tidak selalu sama dengan langkah manusia dan melampaui logika kita. Itu sebabnya ketaatan mesti dikedepankan. Dengan cara itulah pekerjaan dan kehendak Tuhan terlaksana.
  4. Kecil di atas Besar. Menjadi besar adalah idaman kita semua. Bahkan dalam pelayanan sekalipun, kita merindukan menjadi besar. Ada satu hal yang mesti kita camkan: Tuhan memakai kita untuk menggenapi rencana-Nya. Tuhan meminta kita memfokuskan pada yang kecil sebab Ia tidak ingin kita jatuh ke dalam dosa kecongkakan. Dengarlah Firman Tuhan lewat Yakobus 4:6, "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati."
    Anak kecil sering kali menjadi perkara kecil. Itulah yang terjadi pada masa pelayanan Tuhan Yesus. Tatkala Ia tengah mengajar tentang kerendahan hati, Tuhan menggunakan seorang anak sebagai pokok acuan-Nya, "Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini." (Matius 18:10). Tuhan tahu kelemahan dan kecenderungan kita. Itu sebabnya Ia meminta kita untuk mengutamakan yang kecil, bukan yang besar.
  5. Memberi di atas Menerima. Tidak banyak orang yang bersedia memberi-tanpa menerima apa pun. Biasanya kita memberi karena kita menerima sesuatu-baik dari orang yang bersangkutan atau dari orang lain. Sebagian orang terus berusaha untuk memberi tanpa pamrih, tetapi ada orang yang memang hanya ingin menerima. Di antara menerima dan memberi ada "membayar." Kalau membayar saja susah, apalagi memberi? Tuhan mengajarkan kepada kita untuk memberi. Dengarlah seruan-Nya yang dicatat di Matius 20:28, "Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Melayani adalah memberi-baik itu jasa atau barang-namun Tuhan memberi nyawa-Nya-pemberian termahal.
    Dalam hidup kita mesti berusaha untuk mencari kesempatan memberi, bukan mencari kesempatan untuk menerima. Jika memang kita butuh, jangan sungkan menerima sebab mungkin saja Tuhan tengah memelihara kita lewat bantuan yang ditawarkan orang.
  6. Proses di atas Produk. Makin hari makin kita menjadi masyarakat yang tidak sabar. Kita ingin melihat hasil atau produk; bila tidak melihat hasilnya, dengan cepat kita menyimpulkan bahwa upaya itu telah gagal dan semua upaya yang gagal harus dilenyapkan. Itu bukanlah prioritas Tuhan. Ia lebih mementingkan proses daripada produk. Jadi fokuskan perhatian justru pada prosesnya-memberi kesempatan, memeringati, mengajarkan, dan menunggu.
  7. Tuhan di atas Segalanya. Sebetulnya, jika kita jujur, kita mesti mengakui bahwa kita menginginkan keduanya-dunia dan surga. Kita ingin mendapatkan surga yang kekal, tetapi kita juga mendambakan dunia yang memuaskan. Sayangnya impian itu tidak akan menjadi kenyataan, sebab Tuhan tidak memberi kita kesempatan memiliki keduanya. Apa pun itu yang hendak kita lakukan, kita harus bertanya, "Tuhan, apakah kehendak-Mu dalam hal ini?" Dan, setelah bertanya, kita harus menaati-Nya. Sebab Tuhan tidak berbagi kuasa dengan siapa pun. Ia adalah Allah yang berkuasa penuh, termasuk atas diri kita. Itu sebabnya dalam hidup, tidak ada yang boleh lebih penting dan lebih besar dari Tuhan. Ia adalah segalanya.