Apakah Yang Dapat Orang Tua Lakukan Untuk Menjaga Kesehatan Mental Anak I

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T603C
Nara Sumber: 
pdt. Dr. Vivian Andriani Soesilo
Abstrak: 
Semakin berusia dini dalam penggunaan smartphone akan semakin parah sewaktu dewasa dalam hal kesehatan mental, para orang tua diminta untuk mengatur penggunaan sosmed dengan bijaksana, anak-anak tidak ingin melakukan apa yang orang tua katakan, mereka ingin melakukan apa yang orang tua lakukan.
Audio
MP3: 



Ringkasan
• Penggunaan smartphone atau HP yang bijaksana

"Mental State of the World Report" juga menyebutkan, "Semakin berusia dini dalam penggunaan smartphone, akan semakin parah sewaktu dewasa dalam hal kesehatan mental". Hasil penelitian menyebutkan, krisis kesehatan mental disebabkan oleh penggunaan medsos yang berlebihan, menyebabkan kesepian, kekurangan tidur dan kekurangan keterampilan sosial. Bahkan lebih banyak anak di bawah 19 tahun bunuh diri atau menyakiti diri sendiri dan gangguan makan naik 200%. Pada tanggal 20 Mei 2024 para ahli dari berbagai bidang dan pemerintah mengadakan kampanye "Let Them Be Kids" Biarlah mereka menjadi kanak-kanak, yang menganjurkan supaya anak-anak di bawah 16 tahun tidak berhubungan dengan medsos. Mereka mengadakan survei terhadap 3000 pengguna medsos, termasuk para remaja.

Hasil jajak pendapat menunjukkan:
  • 70% para remaja mengalami pengalaman negatif di medsos
  • 1 dari 3 remaja melihat isi medsos yang traumatis
  • 45% mengalami kekerasan dan pelecehan
  • 1 dari 4 mengalami ‘cyber bullying’ (diolok di dunia maya) atau dilecehkan secara seksual
  • 59% ditipu
  • 1 dari 10 menjadi korban pornografi
Profesor Philip Morris AM dari "the National Association of Practicing Psychiatrists" menyebutkan:
  • Anak-anak belum dapat mengendalikan diri
  • tidak mengerti apa itu risiko dan hal-hal yang bersifat pribadi
  • belum mampu untuk mengambil keputusan yang bijaksana
  • mendapat materi yang tidak pantas dan merusak di sosmed dapat merusak hidupnya.
  • Masalah lainnya ialah konsentrasi — medsos membuat anak-anak tidak dapat belajar konsentrasi, fokus, membayangkan, bermimpi, karena berbagai aplikasi itu adiktif.

Profesor Selena Bartlett, ahli syaraf selama 30 tahun lebih, memeringatkan para orang tua tentang krisis besar dan dampaknya medsos pada anak-anak. Setiap hari dia melihat anak-anak yang bunuh diri dan menyakiti diri. Para orang tua diminta untuk mengatur penggunaan sosmed dengan bijaksana. Di tahun 2024, medsos, berbagai perangkat canggih di HP, permainan merupakan tempat yang sangat bahaya bagi anak-anak. Mereka paling berbahaya waktu berada di kamar tidur dan kamar mandi. Medsos itu dapat berbahaya dan beracun, anak dapat di ‘bully’, ditertawakan, dibuat tidak bisa menerima diri sendiri. Internet sangat diperlukan untuk studi, pendidikan dan sebagainya, tetapi penggunaan yang tidak terkendali dapat merusak iman anak, bahkan kehidupan anak.

Usia yang tepat bagi anak-anak untuk diberikan smartphone masih menjadi perdebatan hangat para orang tua di seluruh dunia. Lantas, kapankah waktu yang tepat untuk memberikan smartphone kepada anak?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar anak-anak usia sekolah (5-17 tahun) membatasi waktu bermain gawai untuk rekreasi. Rekomendasi pemakaian gawai untuk anak usia dua hingga empat tahun adalah tidak lebih dari satu jam waktu layar per hari (lebih sedikit lebih baik); mereka juga menyarankan bahwa anak-anak yang lebih muda dari dua tahun seharusnya tidak memiliki waktu layar.

Melansir dari "CNBC Make It", hasil penelitian Sapien Labs terhadap 27.969 anak berusia 18 - 24 tahun di 41 negara menemukan bahwa kesehatan mental anak muda ternyata semakin memburuk saat mereka mendapatkan smartphone untuk yang pertama kalinya. Secara rinci, studi yang dipublikasikan pada tahun 2023 lalu itu mengatakan bahwa sekitar 74 persen anak perempuan yang menerima smartphone pertama pada usia enam tahun cenderung merasa tertekan atau kesulitan. Namun, angka tersebut menurun jadi 52 persen bagi anak yang baru mendapatkan smartphone pada usia 15 tahun. Sementara itu, sebanyak 42 persen anak laki-laki mendapatkan smartphone pertama pada usia enam tahun juga sering mengalami perasaan tertekan atau kesulitan. Angka tersebut juga turun menjadi hanya 36 persen pada anak laki-laki yang menerima smartphone saat berusia 18 tahun.

Berkaitan dengan hasil studi tersebut, peneliti di "New York University Stern School of Business", Zach Rausch mengungkapkan bahwa salah satu tugas orang tua yang adalah menjauhkan smartphone dari jangkauan anak berusia pra-remaja. Menurut Rausch, orang tua sebaiknya tidak memberikan smartphone kepada anak hingga mereka berusia 14 tahun. Tak hanya itu, media sosial juga harus "dijauhkan" dari anak setidaknya sampai berusia 16 tahun. "Selain itu, kami juga menyarankan sekolah-sekolah untuk menerapkan aturan "bebas smartphone". Setidaknya, itu diterapkan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP)," kata Rausch, dikutip Jumat (19/7/2024). "Sebenarnya, aturan itu juga akan lebih ideal jika diterapkan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)," sambungnya. Rausch menjelaskan, usia 11 sampai 14 tahun adalah "periode kerentanan tertinggi masa pubertas" bagi anak-anak. Maka dari itu, menjauhkan smartphone dari jangkauan tangan anak-anak adalah cara terbaik untuk menghindari efek negatif saat periode rentan tersebut. "Tak hanya itu, anak-anak berusia 12-13 tahun paling banyak mengalami intimidasi dibandingkan kelas mana pun sehingga menunda penggunaan smartphone akan mencegah masalah ini semakin parah," jelas Rausch.

Berdasarkan penelusuran "CNBC International dan CNBC Make It", penggunaan media sosial mengakibatkan anak mengalami perundungan daring, ujaran kebencian dan diskriminasi. Bahkan, sebagian besar video YouTube yang disaksikan anak-anak mengandung konten tidak pantas dan mengganggu.

Menurut kelompok advokasi "Wait Until 8th" (SMP kelas 2), ada tiga manfaat utama yang dapat diperoleh anak jika orang tua memutuskan untuk menunda pemberian smartphone, yakni:

  1. Risiko kecemasan dan depresi yang lebih rendah
  2. Kuantitas dan kualitas tidur lebih baik
  3. Memiliki banyak waktu untuk aktivitas fisik dan bermain di luar ruangan
Mengetahui itu, apakah yang harus dilakukan?
  • Belajar penguasaan diri di era digital. Mengetahui berbagai keadaan, bahaya dari medsos bukannya menakuti-nakuti, membuat kita menjadi takut. 2 Timotius 1:7, "Sebab, Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan penguasaan diri".
  • Ingatlah, Tuhanlah Sumber dan Pemberi karunia kepada kita semua.
  • Tuhan tidak memberikan kepada kita roh ketakutan, takut ini dan itu.
  • Tetapi roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan penguasaan diri.
  • Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak maju.

Profesor psikologi dari Yale University, Laurie Santos mengatakan, orang tua diwajibkan untuk memberikan contoh yang baik untuk anak-anaknya, seperti tidak menggunakan smartphone terlalu lama jika sedang menghabiskan waktu bersama anak. "Mereka (anak-anak) tidak akan ingin melakukan apa yang Anda (orang tua) katakan, mereka akan ingin melakukan apa yang Anda lakukan," tegas Santos.

Anak-anak meneladani orang tua, maka orang tua perlu:

  • Menjadikan Tuhan sebagai pusat dari hubungan orang tua-anak dan keluarga
  • Anak dibantu dalam hubungannya dengan Tuhan dan kegiatan positif lainnya
  • Ada waktu bersama anak untuk membaca firman Tuhan dan berdoa bersama.
  • Menjalin hubungan yang baik dengan anak sehingga anak merasa dihargai, dimiliki
  • Orang tua perlu menjalin hubungan dengan anak dahulu sebelum memberi koreksi pada anak
  • Cara menjadi orang tua yang baik ialah 80% hubungan, 20% koreksi.
  • Memberi waktu kepada anak dengan bermain dengan mereka.
  • Anak dicintai dan dapat merasa dia berharga dengan bermain bersama; anak diberi tugas sesuai umurnya sehingga anak merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas. Kalau sudah selesai diberi ucapan terima kasih.
  • Mengajarkan anak untuk menumbuhkan kemampuan anak dengan anak bertanggung jawab dan melakukan hal-hal sendiri sesuai umurnya, tidak selalu dibantu menyelesaikan kegiatan sehari-hari (misalnya makan masih disuap, bawa tas dibawakan, beres-beres barang dibereskan).
  • Anak dipuji kalau sudah berusaha keras, meskipun tidak selalu sukses, yang penting menunjukkan kemajuannya.
  • Tekankan kemampuan dan kekuatan anak, dipuji usahanya dan progresnya, bukan hasil akhirnya.
  • Menyediakan lingkungan yang aman bagi anak
  • Anak dibantu dalam hal budi pekerti dan sopan santun
  • Anak diberi waktu untuk berolahraga, seni musik, menambah kemampuan mereka sehingga mereka dapat meningkatkan harga diri mereka.
  • Anak diberi batasan atau ‘boundary’ yang tegas, mana yang boleh dan mana tidak boleh
  • Hindari kekerasan dalam segala bentuk (fisik, emosi, seksual, ketelantaran)

Kiranya Tuhan menolong anak-anak dapat memiliki mental yang sehat.