Wanita Tanpa Pasangan

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T359A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kebanyakan orang sudah beranggapan suatu saat akan menikah baik itu laki-laki atau perempuan. Namun pada kenyataan tidaklah demikian, ada wanita yang sampai usia tertentu tidak mendapatkan pasangan. Jika ini terjadi, apa yang harus dilakukan ? Karena tidak banyak wanita yang jatuh dalam lembah depresi dan keminderan ketika menghadapi hal ini
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Salah satu hal menakutkan yang kadang harus dihadapi oleh wanita adalah hidup tanpa pasangan. Pada kenyataannya tidak semua berhasil menerima dan melalui fase ini; ada yang justru jatuh ke dalam lembah depresi dan keminderan. Berikut akan dipaparkan beberapa hal berkenaan dengan masalah ini. • Pada umumnya hampir semua wanita berharap untuk menikah. Sedikit sekali yang sejak awal meyakini bahwa Tuhan memanggil mereka untuk hidup lajang. Bahkan tidak jarang banyak di antara wanita yang sejak usia muda membayangkan pernikahan dan hidup bersama suami dan anak-anak. Singkat kata kebanyakan wanita sudah memikirkan tentang pernikahan dan membangun keluarga sejak usia yang belia. • Makin menanjak usia wanita, makin besar tekanan yang dirasakannya jika ia masih belum memunyai pacar. Tekanan ini sesungguhnya dapat dibagi dalam tiga masa. o MASA PERTAMA adalah sekitar usia remaja, sebab pada masa ini sudah banyak teman yang berpacaran. Jika pada masa ini ia belum didekati oleh seorang pun, ia akan merasa tertekan. Namun pada masa ini tekanan masih relatif ringan sebab ia masih muda dan harapan masih ada. o MASA KEDUA adalah pada masa dewasa yakni sekitar usia 25-40, masa dimana teman mulai menikah. Setiap pernikahan teman makin membuatnya tertekan dan malu. Pada masa ini harapan untuk menikah masih ada kendati makin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. o MASA KETIGA adalah masa di atas usia 40, masa dimana ia meyakini bahwa besar kemungkinan ia tidak akan menikah. Tekanan terbesar di sini adalah perasaan bahwa ia tidak diminati. Pada masa ini jika ia tidak berhasil berdamai dengan dirinya, ia akan terus hidup dibayang-bayangi rasa malu dan tidak berharga. • Salah satu hal yang berat yang mesti dihadapi adalah pernikahan adik-adiknya. Sewaktu teman menikah, ia sudah tertekan. Ketika adik menikah, ia lebih tertekan. Baginya pernikahan adik merupakan konfirmasi bahwa memang ia tidak diminati dan perbandingan ini menjadi begitu nyata dan menyakitkan. • Walaupun setiap orang berbeda, namun setidaknya ada tiga pergumulan atau tekanan yang dirasakan. PERTAMA ADALAH RASA TIDAK BERHARGA. KEDUA ADALAH KESEPIAN. Kebanyakan wanita menikmati dan membutuhkan teman yang akrab. Sejak kecil anak perempuan cenderung membangun persahabatan yang memang menunjukkan kebutuhannya akan relasi. Hidup lajang, tidak bisa tidak, membuatnya sangat kesepian. KETIGA ADALAH KEKOSONGAN. Kebanyakan wanita ingin berkeluarga oleh karena ingin memunyai anak. • Tidak bisa tidak, ketiga pergumulan dan tekanan ini dapat mempengaruhi dirinya—baik itu suasana hati maupun relasinya. Perasaan kurang berharga bisa membuatnya bertambah peka dengan komentar orang terhadap dirinya atau apa yang dilakukannya. Perasaan kesepian dapat membuatnya jatuh ke dalam perilaku lesbian. Oleh karena senasib dan sepenanggungan, sebagian wanita akhirnya terlibat dalam relasi yang intim dengan sesamanya, baik secara emosional maupun seksual. Perasaan kekosongan tanpa anak dapat membuatnya sangat akrab dengan anak, atau malah sebaliknya, menjauh dari anak. • Dalam berelasi, ia pun bisa merasa canggung berada bersama teman-teman yang telah berkeluarga. Alhasil ia berusaha menghindar dari pertemuan seperti itu. Sudah tentu salah satu hal tersukar adalah menghadiri pernikahan teman dan juga adik atau kerabat dekat. Sorotan mata orang dapat membuatnya berpikir bahwa orang menganggapnya selain dari tidak diminati, juga bermasalah. • Jika ia sudah mempunyai karier yang jelas, ia akan dapat melewati semua ini relatif lebih baik ketimbang ia belum mempunyai karier yang mapan. Dalam kondisi tidak mapan, ia makin bingung dengan apa yang mesti diperbuatnya dalam hidup. Singkat kata, hidup tanpa pasangan memaksanya untuk banting kemudi dan merancang masa depan yang berbeda. • Terakhir ia harus berdamai dengan Tuhan bila memang ia selalu mendambakan pernikahan dan keluarga. Acap kali ia merasa dianaktirikan oleh Tuhan kendati ia telah berusaha hidup benar dan menyenangkan Tuhan. Mungkin ia pun merasa Tuhan tidak adil karena orang yang "tidak selayaknya" diberikan pasangan dan keluarga, ternyata hidupnya lebih beruntung darinya. Selain dari itu ia pun harus bergumul dengan kehendak Tuhan dalam hidupnya. Sekarang ia mesti mencari dan meyakini kehendak Tuhan baginya sebagai orang lajang. • Firman Tuhan berkata, "Sungguh Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gemetar, sebab Tuhan Allah itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku. Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan." (Yesaya 12:2-3) Kita mungkin tidak akan menemukan jawaban dengan segera mengapa kita tidak dikaruniakan pasangan hidup namun yang pasti adalah, Tuhan adalah kekuatan dan keselamatan kita menghadapi apa pun, termasuk hidup sendirian.