Tugas Dalam Berpacaran II

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T388B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah angka perceraian di masa sekarang jauh melampaui masa sebelumnya.Yang memprihatinkan adalah, perceraian tidak saja menerpa pasangan paro-baya tetapi juga pasangan muda, yang usia pernikahannya masih di bawah lima tahun. Kendati ada pelbagai penyebab mengapakah pernikahan berakhir di usia dini, namun mungkin sekali penyebab utamanya adalah karena KURANGNYA PERSIAPAN. Berikut ini akan dibahas dua tugas atau fase dalam berpacaran yang mesti diperhatikan dengan saksama guna membangun relasi nikah yang kuat, yaitu fase ketertarikan dan fase kecocokan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Perceraian tidak terjadi di masa sekarang ini saja; di masa lampau pun ada pasangan nikah yang bercerai. Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah angka perceraian di masa sekarang jauh melampaui masa sebelumnya. Justru di masa di mana ceramah dan buku tentang pernikahan berlipat ganda, di saat itu pulalah angka perceraian terus meningkat. Yang memprihatinkan adalah, perceraian tidak saja menerpa pasangan paro-baya tetapi juga pasangan muda, yang usia pernikahannya masih di bawah lima tahun. Kendati ada pelbagai penyebab mengapakah pernikahan berakhir di usia dini, namun mungkin sekali penyebab utamanya adalah karena KURANGNYA PERSIAPAN. Singkat kata, ada banyak pasangan muda yang memasuki pernikahan tanpa mengetahui--apalagi menyelesaikan--tugas berpacaran. Berikut ini akan dibahas beberapa tugas berpacaran yang mesti diperhatikan dengan saksama guna membangun relasi nikah yang kuat.

Ketertarikan

Pada dasarnya ada tiga hal atau fase yang seyogianya dilalui: (a) ketertarikan, (b) kecocokan, dan (c) kesiapan. Acap kali faktor pertama yang mendekatkan kita dengan pasangan adalah KETERTARIKAN. Pada tahap awal ini biasanya ketertarikan didasari atas dua unsur: JASMANIAH dan EMOSIONAL. Meski tidak selalu, namun pada umumnya kita tertarik dengan penampilannya. Ketertarikan fisik ini dapat diringkas dalam satu kalimat, Dia menarik perhatian saya. Adakalanya sebagai orang Kristen kita merasa enggan atau malu mengakui bahwa kita tertarik kepada penampilan fisik seseorang. Sesungguhnya kita tidak perlu malu sebab hal ini bukan saja tidak salah tetapi justru wajar dan baik. Ingat, pernikahan yang sehat didasari oleh sejumlah faktor; salah satunya kekaguman dan kepuasan jasmaniah.

Selain dari ketertarikan fisik, biasanya yang mendekatkan kita dengan pasangan adalah ketertarikan emosional. Mungkin kesan awal kita adalah, bersama dengannya kita merasa tenang atau merasa ceria atau lebih terarah, dan sebagainya. Singkat kata ketertarikan emosional adalah sebuah perasaan nyaman. Sama seperti ketertarikan fisik, ketertarikan emosional adalah sesuatu yang baik dan wajar. Kenyataan kita merasa tenang, aman, bersemangat atau lainnya, memperlihatkan ada sesuatu tentang dirinya yang memberikan kepada kita perasaan nyaman. Jadi, silakan perhatikan reaksi awal ini dan kenalilah perasaan yang timbul tatkala bersamanya. Jadikan ini salah satu pertanda apakah kita dapat atau tidak meneruskan relasi ini.

Sekarang marilah kita berhenti sejenak. Pada tahap awal ada dua hal yang mesti kita waspadai.

(1) MENGABAIKAN FAKTOR KETERTARIKAN. Misalkan kita menyimpulkan tidak apa tidak ada ketertarikan fisik atau tidak apa mengabaikan perasaan tidak aman atau cemas berada dekatnya. Kita tidak boleh mengabaikan faktor ketertarikan--baik itu fisik maupun emosional--sebab hal ini adalah pertanda awal yang penting. Sebagai contoh, jika sejak awal kita tidak pernah mengagumi penampilan fisiknya--apalagi menikmatinya--besar kemungkinan kita akan membawa respons yang dingin ini ke dalam pernikahan. Dapat diduga, setelah pernikahan kita akan bersikap pasif terhadapnya secara jasmaniah dan hal ini akan merenggangkan relasi pernikahan. Juga, apabila kita merasa takut--atau setidaknya merasa tidak aman, sebaiknya kita mempertimbangkan ulang kelanjutan relasi ini. Jangan abaikan sinyal instingtif ini sebab mungkin saja, ada sesuatu tentang dirinya yang membuat kita tegang dan tidak aman.

(2) MELEBIH-LEBIHKAN FAKTOR KETERTARIKAN. Begitu tertariknya kita kepada penampilannya, sehingga tanpa pikir panjang kita langsung memutuskan untuk menikah dengannya. Mungkin kita berdalih, hal lain pasti bisa beres dengan sendirinya, terpenting adalah kita saling menyukai. Ketertarikan fisik adalah sebuah faktor yang penting namun ada sejumlah faktor lainnya yang mesti diperhatikan untuk membangun sebuah relasi pernikahan yang sehat. Jadi, jangan dasarkan keputusan kita hanya atas dasar ketertarikan fisik.

Adakalanya kita langsung memutuskan untuk menikah hanya atas dasar, dia membuat kita merasa nyaman. Dengan kata lain, kita menyamakan ketertarikan emosional dengan kecocokan. Sebagaimana akan kita lihat, keduanya tidak sama. Jadi, penting bagi kita untuk tidak bertindak gegabah pada tahap awal ini. Jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa kita serasi dan siap menikah. Berilah waktu yang panjang kepada relasi untuk berproses secara alamiah. Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan. Ingatlah bahwa hampir semua perasaan yang muncul pada tahap awal ini sebenarnya adalah bunga dari ketertarikan belaka. Kita harus membawa relasi ini menuju ke tahap selanjutnya yakni tahap kecocokan.

Kecocokan

Faktor kedua setelah ketertarikan adalah kecocokan. Ada dua hal penting yang mesti kita ketahui tentang fase ini.

(1) KITA HANYA DAPAT MASUK DAN MELEWATI FASE KECOCOKAN SETELAH KITA MELALUI FASE SEBELUMNYA YAITU KETERTARIKAN. Dalam pengertian, perasaan kuat yang kita rasakan terhadap penampilan fisiknya dan perasaan nyaman berada di dekatnya mestilah lebih stabil dan tidak lagi meluap-luap. Dengan kata lain, apabila kita masih berada di fase ketertarikan--mengagumi penampilan fisik dan merasakan kenyamanan bersama dengannya secara menggebu-gebu--kita tidak dapat masuk ke fase kecocokan. Alasannya adalah karena kita belum dapat melihat pasangan secara obyektif, utuh dan jernih. Seluruh perhatian kita masih tersedot ke arah penampilan fisik dan mata hati kita masih terfokus pada rasa nyaman yang kita alami bersamanya. Itu sebabnya penting bagi kita untuk menjaga batas fisik selama berpacaran. Bila kita terlibat secara fisik dengan pasangan, maka tidak bisa tidak, hal ini akan menghambat kita masuk ke tahap kecocokan. Akhirnya kita gagal menyelesaikan tugas berpacaran. Walaupun kita telah berpacaran selama bertahun-tahun, sebenarnya kita tetap masih berada di tahap ketertarikan. Tidak heran masalah mulai bermunculan setelah pernikahan. Kita beranggapan bahwa kita sudah siap menikah karena sudah berpacaran untuk waktu yang lama. Padahal waktu yang lama tidak menjamin bahwa kita sudah melewati fase ketertarikan, apalagi bila kita telah terlibat secara fisik dengan pasangan. Jadi, jagalah batas fisik dan peliharalah kekudusan. Sebab, kekudusan membuka jalan bagi kita masuk ke dalam tahap kecocokan.

(2) Ini adalah FASE YANG TERSULIT DAN TERPANJANG. Pada fase inilah kita mesti bekerja keras melihat diri secara realistik--baik itu diri pasangan maupun diri sendiri--dan menyesuaikan diri dengan satu sama lain agar dapat hidup bersama. Pada akhirnya di fase inilah kita harus menilai secara jujur dan tepat apakah memang kita mempunyai banyak kecocokan yang dapat kita bawa masuk ke dalam pernikahan. Singkat kata, tahap kecocokan adalah tahap di mana relasi akhirnya berdiri dengan tegak dan berjalan maju atau sebaliknya, justru tumbang dan terputus.

Kecocokan Rohani

Ada beberapa hal tentang kecocokan yang mesti kita perhatikan. Pertama adalah kecocokan rohani yang terurai dalam beberapa komponen yaitu (a) kesamaan iman dalam Kristus, (b) kesamaan komitmen kepada Kristus, dan (c) kesamaan panggilan hidup bagi Kristus. Sekilas ketiganya tampak terpisah namun sesungguhnya ketiganya saling terkait. Sebelum dijelaskan, mari kita baca terlebih dahulu ayat yang mendasari pemikiran ini, 2 Korintus 6:14, Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab, persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?

Dengan jelas dapat kita lihat di sini bahwa Firman Tuhan mengkategorikan berpasangan dengan orang yang tidak percaya pada Kristus sebagai pasangan yang tidak seimbang. Sebenarnya kata yang digunakan oleh Paulus di sini berasal dari istilah pertanian yakni mengikatkan sepasang kerbau di bawah satu kuk-- supaya keduanya dapat berjalan seiring sewaktu membajak sawah. Singkat kata,, tidak seimbang berarti tidak dapat berjalan bersama sehingga pada akhirnya tidak dapat membajak sawah. Dapat kita bayangkan bahwa dua kemungkinan mengapa kedua hewan ini tidak dapat berjalan bersama adalah (a) bila salah satu dari keduanya bukanlah lembu atau (b) salah satu dari lembu itu berukuran tubuh jauh berbeda dari yang satunya. Dengan kata lain, penyebab mengapa keduanya menjadi pasangan yang tidak seimbang adalah dikarenakan adanya PERBEDAAN di antara mereka. Inilah latar belakang penggunaan istilah tidak seimbang yang digunakan Paulus di sini. Berpasangan dengan bukan sesama orang yang percaya pada Kristus akan mengakibatkan ketidakseimbangan yang serius di dalam perjalanan hidup bersama.

Mungkin ada di antara kita yang tidak setuju dan berkata, Bukankah ada begitu banyak pasangan tidak seiman yang hidup bersama dengan harmonis? Sudah tentu pengamatan ini betul, dalam pengertian ada banyak pasangan yang tidak seiman hidup harmonis dan ada banyak pasangan yang seiman, justru hidup tidak harmonis. Pada kenyataannya memang keharmonisan rumah tangga dibangun di atas sejumlah faktor, bukan hanya faktor rohani. Namun, kenyataan bahwa Paulus menekankan bahwa ketidaksamaan iman akan mengakibatkan ketidakseimbangan, itu menunjukkan bahwa kesamaan iman adalah suatu hal yang penting. Begitu pentingnya sehingga jika tidak ada, maka hal ini akan menyebabkan gangguan dalam perjalanan hidup bersama. Nah, di sinilah kita melihat keterkaitan erat antara 3 komponen tersebut di atas. Kesamaan iman hanya akan menjadi sesuatu yang penting bila kita memiliki komitmen yang dalam kepada Kristus dan mempunyai panggilan hidup yang jelas bagi Kristus. Sebab, tidak mungkin bagi kita hidup bersama bagi Kristus jika pasangan tidak mempunyai iman yang sama dengan kita. Dan, tidak mungkin kita bersama menyerahkan hidup kepada kehendak dan pekerjaan Kristus, bila pasangan tidak mempunyai kesamaan iman dalam Kristus. Singkat kata, faktor kecocokan rohani mutlak diperlukan bagi kita untuk dapat hidup bersama bagi Kristus dan bersama-sama melayani Kristus. Jika berpasangan dengan yang tidak seiman, kita mungkin masih dapat hidup dan melayani Kristus tetapi sudah tentu, kita tidak dapat melakukannya bersama-sama. Di dalam hal ini relasi nikah akan mengalami kepincangan. Jika kita berpasangan dengan yang tidak seiman, besar kemungkinan kita akan terbawa arus dan akhirnya kita tidak lagi mengikuti Tuhan dengan sepenuh hati. Perjalanan hidup bersama melayani Tuhan pun terhenti.