Teladan Hidup I

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T342A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Sebagai orang tua kita harus memberi contoh kehidupan yang baik kepada anak-anak sebab ternyata kebiasaan buruk berpotensi besar untuk ditiru dan akhirnya diadopsi oleh anak. Mengutamakan uang dan harta tidak akan bisa menjamin anak bersikap baik, justru teladan hiduplah yang bisa membentuk anak kearah yang lebih baik. Teladan hidup yang seperti apa yang bisa kita ajarkan? Di sini akan dipaparkan dengan jelas.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
T 342 A + B “Teladan Hidup” dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Kejadian 12 adalah salah satu pasal di Alkitab yang sarat ironi. Pada ayat 1-9 dicatat salah satu peristiwa terbesar di dalam sejarah hidup manusia yaitu perjumpaan Tuhan dengan Abraham. Di situ dicatat bagaimana Tuhan menampakkan diri kepada Abraham dan memanggilnya keluar dari tanah kelahirannya untuk pergi ke tanah yang akan Tuhan berikan kepadanya. Setelah memanggilnya, Tuhan pun menjanjikan berkat kepada Abraham – berkat yang besar karena lewat Abraham segala bangsa akan diberkati pula.

Ironinya adalah, pada pasal yang sama, mulai ayat 10-20 dicatat peristiwa yang menyedihkan yaitu Abraham menyerahkan istrinya Sara kepada Firaun raja Mesir karena takut dibunuh. Orang yang dipilih oleh Tuhan untuk menjadi saluran berkat-Nya kepada semua bangsa di bumi ternyata adalah seorang yang tidak berjiwa ksatria. Sayangnya, Abraham mengulang perbuatannya ini. Ia menyerahkan istrinya kepada Abimelekh raja Filistin karena takut dibunuh (Kejadian 20).

Di dalam dua peristiwa ini Abraham mengatakan kepada kedua raja itu bahwa Sara bukanlah istrinya melainkan adiknya. Singkat kata Abraham menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkan perlindungan atas dirinya. Nah, satu hal yang menarik adalah putranya, Ishak, ternyata melakukan hal yang sama. Sewaktu ia menetap di Gerar tanah Filistin, ia pun mengklaim bahwa Ribka adalah saudaranya, karena takut dibunuh.

Ternyata tradisi berbohong ini tidak berhenti di sini. Putra Ishak yang bernama Yakub juga membohongi kakaknya Esau dan ayahnya sendiri, Ishak, untuk mendapatkan berkat kesulungan. Belakangan 10 putra Yakub berbohong kepada Yakub dan mengatakan bahwa Yusuf adik kandung mereka, telah dimangsa binatang buas, padahal mereka menjualnya sebagai budak.

Sebagai orang tua kita harus memberi contoh kehidupan yang baik kepada anak-anak sebab ternyata kebiasaan buruk berpotensi besar untuk ditiru dan akhirnya diadopsi oleh anak, sebagaimana dapat kita lihat pada kehidupan ketiga tokoh iman ini. Kakek berbohong, anak berbohong, cucu berbohong, dan akhirnya cicit-pun berbohong. Berikut akan dipaparkan proses terjadinya transfer kehidupan dari orangtua kepada anak yang memungkinkan kebiasaan—baik ataupun buruk—turun kepada anak.

• Berhubung orang tua adalah orang pertama yang dikenal anak pada usia dini, pengaruh orang tua pada anak adalah pengaruh terbesar dalam pertumbuhan diri anak. Ibarat semen yang masih basah, demikianlah jiwa anak pada usia dini. Apa pun yang diletakkan di atasnya pastilah meninggalkan bekas yang terus menetap pada diri anak. Jika anak menerima kasih sayang, maka kasih sayang akan masuk menjadi bagian kehidupannya. Sebaliknya, bila ia menerima kebencian, maka kebencian akan masuk menjadi bagian dari kehidupannya pula. Jika ia diperlakukan lembut, ia pun akan terbentuk menjadi pribadi yang lembut. Sebaliknya bila ia diperlakukan dengan keras, kekerasan pun akan menjadi bagian kehidupannya.

• Selain dari pengaruh yang diterima lewat perlakuan, anak pun menerima pengaruh orang tua lewat apa yang dilihatnya pada orang tua. Jadi, bila anak sering melihat pertengkaran, ia pun mudah terjebak di dalam emosi kemarahan yang membuatnya mudah meledak dan terlibat dalam konflik. Sebaliknya jika anak melihat hubungan orang tua yang mesra, maka anak pun belajar bersikap mesra kepada orang lain, terutama kepada orang yang dikasihinya.

• Terakhir anak menerima pengaruh orang tua, bukan saja lewat perlakuan dan apa yang dilihatnya, tetapi juga lewat apa yang sesungguhnya diyakini oleh orang tua. Ada orang tua yang sering berkata-kata tentang Tuhan di dalam rumah namun sebenarnya nilai yang dianut adalah materi. Besar kemungkinan inilah yang akan dipetik oleh anak. Pada akhirnya yang dikejar bukanlah Tuhan, melainkan berkat Tuhan. Sebaliknya bila orang tua adalah orang yang berintegritas—menjunjung tinggi kebenaran—maka anak pun cenderung meneladani integritas moral ini.

Jika demikian kita sebagai orang tua harus memperhatikan
(a) bagaimanakah kita memperlakukan anak,
(b) bagaimanakah kita hidup, dan
(c) apakah yang sesungguhnya teramat penting bagi kita. Mari kita lihat ketiganya dengan lebih mendetail :

1. Kita harus memperlakukan anak dengan mengutamakan keseimbangan antara kasih dan disiplin. Kasih membuat anak tahu dengan pasti bahwa ia BERHARGA sedangkan disiplin yang sesuai membuat anak belajar MENGHARGAI apa yang dimilikinya dan orang di sekitarnya.

Ibrani 12:5-6 berkata, "Hai anak-Ku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa bila engkau diperingatkan-Nya karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Tuhan mengasihi kita namun Ia tidak ragu menghajar kita sebab hanya dengan disiplin kita dapat menghargai apa yang diberikan Tuhan kepada kita—kasih dan pengorbanan-Nya. Demikian pula anak. Bila anak tidak didisiplin, mustahil ia dapat menghargai kasih dan pengorbanan orang tua untuknya. Ia hanya akan terus berkaca dan mengagumi dirinya sebagai orang yang berharga, tanpa menyadari harga yang dibayar orang tua untuk mengasihi dan merawatnya.

2. Kita harus hidup dalam damai sejahtera antara satu sama lain. Sewaktu anak melihat relasi kita yang harmonis dengan pasangan, anak pun belajar untuk hidup harmonis dengan orang di sekitarnya. Ia belajar untuk mengedepankan kepentingan orang ketimbang kepentingan diri sendiri.

II Korintus 5:19 berkata, “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.” Berita pendamaian adalah berita yang berawal dari Allah sendiri di mana Ia mendamaikan diri-Nya dengan kita manusia lewat kematian putra Allah Yesus Kristus. Dan sekarang Ia mempercayakan berita ini kepada kita bukan saja untuk didengar melainkan untuk diterapkan.

Satu hal lagi: Allah tidak memperhitungkan pelanggaran kita manusia. Dengan kata lain, kita pun mesti melihat hidup kita sebagai kelanjutan misi pendamaian dari Tuhan kepada kita dan diri kita kepada sesama. Kita pun tidak boleh memperhitungkan pelanggaran pasangan sebab selama kita terus mempersoalkan kesalahannya, maka tidak mungkin kita akan bersedia berdamai dengannya. Singkat kata, perdamaian dimungkinkan lewat pengampunan. Anak yang melihat pengampunan akan melihat perdamaian.

3. Kita harus menyusun ulang prioritas dalam hidup sedemikian rupa sehingga apa yang penting bagi Tuhan, menjadi penting bagi kita dan apa yang tidak penting bagi Tuhan, tidak penting bagi kita pula. Tidak mudah bagi siapa pun untuk hidup benar di tengah dunia ini. Itu sebabnya anak memerlukan contoh hidup lewat kehidupan pribadi kita agar ia mendapatkan kekuatan untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Sewaktu ia tidak melihat kita hidup dengan benar, ia pun tidak akan menerima dukungan untuk hidup benar. Kekuatannya untuk melawan dosa menjadi lemah dan keinginannya untuk menaati Tuhan pun meredup.

Mazmur 103:15-18 mengingatkan, "Adapun manusia hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. Tetapi kasih setia Tuhan dari selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia dan keadilannya kepada anak cucu, bagi tiap-tiap orang yang berpegang teguh pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya." Sebagai orang tua kita harus mempunyai nilai rohani yang benar; jangan utamakan uang dan harta sebab semua akan layu; sebaliknya utamakan kehendak Tuhan. Dan, Tuhan pun akan memberkati bukan saja kita tetapi juga anak dan cucu kita.