Tatkala Divonis Terminal

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T464B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Hampir dapat dipastikan setiap kita akan harus berhadapan dengan kematian orang yang terdekat dengan kita. mungkin itu ayah atau ibu, suami atau istri, kakak atau adik, bahkan bisa saja kematian anak sendiri. Pada umumnya kita diharapkan dan mau mendampingi orang yang dekat dengan kita mulai dari dia sakit sampai akhirnya pulang ke rumah Bapa di Surga. Berikut beberapa masukan untuk menolong kita mendampingi si penderita sakit.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Meski kita tahu bahwa kita akan harus mati, pada umumnya kita tidak merasa siap untuk mati sewaktu menerima kabar bahwa kita menderita penyakit terminal. Biasanya diperlukan WAKTU untuk akhirnya kita dapat menerima kenyataan itu. Berikut akan dipaparkan proses penerimaan kenyataan yang menakutkan berdasarkan pemikiran Elizabeth Kubler Ross.

Reaksi pertama pada umumnya adalah PENYANGKALAN. Kita meragukan diagnosis dokter dan berpikir, "Ah, mungkin keliru." Sebetulnya penyangkalan sudah dimulai sewaktu kita merasakan gejala sakit. Pada umumnya kita tidak berpikir bahwa kita menderita sakit yang serius. Kita berkata, pastilah ini penyakit biasa, yang akan segera diketahui jenisnya dan juga pengobatannya. Sesungguhnya mulai di titik ini kita sudah terlibat dalam proses penyangkalan.

Fase kedua adalah TAWAR MENAWAR. Kita meminta Tuhan untuk menarik kembali keputusan-Nya dan berjanji untuk melakukan sesuatu untuk-Nya. Mungkin kita berkata bahwa sekarang kita telah sadar akan kekeliruan kita dan meminta ampun kepada Tuhan. Kita telah kurang beriman, maka sekarang kita mau beriman, dan sebagainya. Kita beranggapan bahwa sakit ini diberikan sebagai pelajaran dan karena sekarang kita telah belajar, maka pastilahTuhan akan menyembuhkan kita. Pada tahap tawar-menawar, pengharapan biasanya meninggi karena kita sungguh berharap Tuhan bersedia menerima tawaran kita. Kita percaya bahwa Tuhan berkuasa, jadi semua tergantung pada Tuhan. Jika Ia menghendaki, kita pasti I sembuh, sekarang tinggal apakah Tuhan mau menerima tawaran kita. Bila tahap pertama dapat berlangsung selama berbulan-bulan, maka tahap tawar-menawar ini biasanya berjalan lebih cepat. Sewaktu kita melihat kondisi kita tidak berubah, kita tahu bahwa tawaran kita tidak diterima Tuhan.

Reaksi ketiga pada umumnya adalah MARAH. Ada orang yang beranjak dari fase penyangkalan langsung ke fase penerimaan, tetapi kebanyakan orang tidak dapat menerimanya. Biasanya timbul kemarahan di dalam hati karena kita merasa telah diperlakukan "tidak adil" oleh Tuhan. Kita mungkin beranggapan, "MengapaTuhan memberikan kepada saya penyakit ini?" Mungkin pula kita marah melihat Tuhan malah memberkati orang lain yang hidupnya tidak sebaik kita.

Ada pula yang merasa marah karena beranggapan tidak seharusnya kita meninggal SEKARANG. Kita tahu bahwa kita akan harus meninggal, tetapi waktunya bukanlah sekarang. Masih ada tugas yang belum kita selesaikan dan masih ada orang yang membutuhkan pertolongan kita. Singkat kata, kita marah karena melihat keputusan Tuhan dibuat tidak sesuai dengan keinginan kita dan Tuhan tidak pernah sekali pun melibatkan kita di dalam pertimbangan-Nya.

Terakhir, kita mungkin marah kepada Tuhan karena melihat Tuhan tidak menerima tawaran kita. Dalam benak kita, pikiran yang muncul adalah Tuhan kejam. Mengapa Ia sama sekali tidak bersedia melunak atau memberi kesempatan kembali kepada kita? Tuhan sanggup tetapi tidak mau menyembuhkan kita dan mengubah keputusan-Nya, seakan-akan Ia tidak peduli dengan permohonan dan kondisi kita. Itu yang membuat kita marah.

Fase marah akhirnya bergulir ke tahapan berikutnya yaitu KEPUTUS-ASAAN atau DEPRESI. Kita masih marah, tetapi kemarahan mulai mengendap ke dalam diri menjadi kepahitan. Mungkin kita merasa semua yang telah kita perbuat untuk Tuhan adalah sia-sia. Atau, semua yang telah kita percaya tentang Tuhan, ternyata tidak tepat. Ia bukanlah Tuhan yang penuh kasih dan sayang, seperti kita yakini sebelumnya. Pada tahap ini relasi kita denganTuhan mencapai titik terendah. Kita mungkin malas berdoa, kita mungkin merasa hidup ini penuh dengan kesia-siaan. Pengharapan menghilang dan kita mulai melihat bahwa inilah akhir hidup kita: Kita tidak akan sembuh dan bahwa kita akan mati ! Jika proses perawatan panjang dan menyakitkan, tidak bisa tidak, kita akan makin terpuruk. Mungkin kita tidak mau berjumpa dengan orang, mungkin kita tidak bersemangat lagi untuk berdoa, mungkin kita tidak mau lagi hidup. Bukannya kita ingin mati, bukan ! Kita hanya tidak lagi ingin hidup karena hidup telah membawa kekecewaan yang dalam.

Sudah tentu tahap ini adalah tahap yang penting. Di tahap ini kita dapat terus meluncur ke lembah yang dalam dan kelam atau sebaliknya, kita dapat bangkit dan berserah kepada Tuhan. Jika kita dapat bangkit, maka kita akan masuk ke fase terakhir yaitu PENERIMAAN. Kita disadarkan bahwa Tuhan telah baik kepada kita. Ingatan demi ingatan mulai membanjiri benak kita ; ternyataTuhan baik dan mengasihi kita. Memang Ia tidak mengiyakan permohonan kita untuk sembuh tetapi Ia tidak jahat. Ia adalahTuhan yang telah berkorban untuk kita; Ia telah mati untuk menanggung dosa kita. Kita kembali melihat bahwa Tuhan penuh kasih dan sayang. Kita mulai menerima kenyataan bahwa kehendak Tuhan adalah keputusan terbaik, bukan saja buat kita, tetapi juga buat orang di sekitar kita. Meski kita tidak mengerti, tetapi kita mulai kembali percaya. Kita pun mulai menyerahkan kekhawatiran kita kepada Tuhan. Ia telah memelihara hidup kita, maka Ia pun akan memelihara orang yang akan kita tinggalkan. Perlahan-lahan kita mulai berdoa kembali, kita mulai membaca Firman Tuhan lagi, dan kita mulai merindukan saat di mana kita akan bertemu dengan Tuhan. Pengharapan untuk SEMBUH sekarang tergantikan dengan pengharapan untuk BERJUMPA DAN HIDUP BERSAMA TUHAN di surga yang mulia.

Pada tahap akhir ini tubuh JASMANIAH akan makin melemah tetapi tubuh ROHANIAH akan makin menguat. Kita disadarkan betapa baiknya Tuhan selama ini — selama kita terbaring sakit ! Lewat hal-hal kecil yang terjadi, kita melihat bahwa sesungguhnya Tuhan telah beserta kita dan bahwa rencana-Nya indah. Fokus kita mulai beralih dari dunia kepada surga, dari manusia kepada Tuhan. Seperti Paulus, kita pun berseru, "tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku . . . ……Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di surga. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya. Amin". (2 Timotius 4:17-18.