Tangga Ke Rumah 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T222A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Penyebab dari masalah yang sering timbul dalam keluarga yang terutama adalah pribadi yang bersangkutan itu sendiri. Antara lain ialah Gaya Hidup Bermasalah, Cara Komunikasi Bermasalah dan Mekanisme Memenuhi Kebutuhan. Disini akan dijelaskan secara jelas mengenai tiga hal tersebut.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Jika kita memperhatikan pasangan nikah di sekitar kita, tidak bisa tidak kita harus mengakui begitu sedikit pasangan yang sungguh-sungguh menikmati pernikahannya. Bahkan cukup banyak yang sebenarnya tidak lagi hidup dalam pernikahan meski masih mempertahankan status nikah. Pertanyaan yang timbul adalah, mengapakah demikian?

Pada akhirnya saya menyimpulkan kendati ada banyak faktor yang dapat menimbulkan masalah dalam pernikahan, namun sering kali penyebab pertama dan mungkin terbesar adalah pribadi yang bersangkutan itu sendiri. Bukankah pribadi yang bermasalah bermuara pada gaya hidup bermasalah, cara berkomunikasi bermasalah, dan mekanisme memenuhi kebutuhan bermasalah? Dan bukankah gaya hidup, cara berkomunikasi, dan mekanisme untuk memenuhi kebutuhan semuanya berkaitan langsung dengan pernikahan itu sendiri?

A. Gaya Hidup Bermasalah

Ada beberapa gaya hidup bermasalah yang kerap dibawa masuk ke dalam pernikahan. Pertama adalah gaya hidup tidak mau menanam dan tidak mau menuai. Ini adalah gaya hidup tidak bertanggung jawab. Pada umumnya gaya hidup tidak bertanggung jawab mengharuskan pasangan untuk menjadi penanggung jawab hidupnya. Pasangan berkewajiban menyenangkan hatinya dan tidak boleh mengecewakannya. Pasangan seyogianya memahani keinginannya tanpa ia harus menyuarakannya. Pasangan senantiasa harus memperhatikan gejolak di dalam dirinya dan berusaha menenangkannya. Gaya hidup tidak bertanggung jawab sesungguhnya menempatkan diri pada posisi tidak pernah salah.

Kedua adalah gaya hidup menuai tanpa harus menanam. Masa kecil yang susah atau masa kecil yang manja dan mudah, berpotensi menciptakan ambisi untuk cepat menuai tanpa harus bersusah payah menanam. Atau, ada orang yang senantiasa membandingkan diri dengan saudara atau orangtuanya dan merasa bahwa ia kurang. Namun untuk mengisi kekurangannya bukannya ia menempuh jalan panjang, ia malah mencari jalan pintas. Misalnya ia ingin cepat kaya dengan cara semudah mungkin. Gaya hidup seperti ini acap kali diikuti dengan gaya hidup penuh spekulasi yang berakhir dengan kehilangan besar. Masalahnya adalah, ia tidak bersedia melihat realitas; sesungguhnya ia hidup dalam khayalannya.

Ketiga adalah gaya hidup terus menanam dan tidak menuai. Gaya hidup ini membuat dirinya-dan orang lain-sengsara sebab orang ini tidak dapat menikmati hidup dan melarang orang menikmati hidup pula. Orang ini mungkin sekali bergelimang dengan kelimpahan namun ia senantiasa melihat dirinya kurang. Ia selalu berusaha irit dan memandang kenikmatan sebagai musuh yang harus dilawan. Ia penuh ketakutan dan menciptakan banyak larangan guna menghindar dari ketakutannya.

Firman Tuhan

Salah satu tema utama Kitab Pengkhotbah hidup dalam keseimbangan. Misalnya Pengkhotbah 2:22-25 "Apakah faedahnya yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya? Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan perkerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun sia-sia. Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah. Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?" mengajarkan kepada kita bahwa tidak benar bagi kita untuk terus bekerja (menanam) tanpa menuai. Selanjutnya Pengkhotbah 2:24-26 menekankan bahwa Tuhanlah yang mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk menikmati buah kerja kita. Jadi, Tuhanlah yang memberi kita kesempatan untuk bekerja dan Tuhanlah yang memampukan kita untuk menikmati jerih lelah kita.

B. Cara Komunikasi Bermasalah

Pribadi bermasalah kerap membawa cara berkomunikasi bermasalah ke dalam pernikahan. Ada beberapa yang sering menjadi duri dalam pernikahan dan yang pertama adalah cara berkomunikasi yang saya panggil, meliuk. Cara berkomunikasi ini tidak langsung dan samar; apa yang dikatakan tidak mengatakan apa yang ingin dikatakan. Hari ini berkata, tidak, besok berkata, ya, namun apa yang sesungguhnya ada di hati tidak pernah tercetus keluar.

Tidak bisa tidak, gaya berkomunikasi seperti ini membingungkan dan berakhir dengan frustrasi. Kita tidak tahu bagaimana harus bereaksi sebab kita tidak tahu isi hatinya dan harus mereka-reka maksudnya. Kalaupun terpojok, ia sulit mengakui keinginan atau pendapatnya; malah ia sering melemparkan masalah kembali kepada kita seolah-olah kitalah yang salah mengertinya.

Cara berkomunikasi bermasalah lainnya adalah menukik. Saya sebut menukik sebab arah pembicaraan seakan-akan selalu memojokkan dan merendahkan lawan bicara. Apa pun yang dikatakannya, pada akhirnya kita akan merasa dilecehkan atau disalahkan. Ia selalu benar dan tahu, sedangkan kita tidak pernah benar dan selalu tidak tahu apa-apa. Gaya bicara menukik sukar membuka kesempatan terjadinya dialog sebab gaya bicara ini cenderung searah dan bermuatan instruksi.

Cara berkomunikasi lain yang juga sering menimbulkan masalah adalah cara berkomunikasi memercik-sudah tentu yang saya maksud adalah percikan api emosi. Ada orang yang penuh ketegangan sehingga mudah sekali meledak namun ada pula orang yang sebenarnya tidak penuh ketegangan namun sangat tidak sabar dengan ketidaksempurnaan sehingga mudah marah. Orang ini biasanya menuntut kita untuk berbicara dengannya dengan cara yang pas dengan suasana hatinya sebab ia sendiri pun dikuasai oleh suasana hati.

Firman Tuhan

Semua gaya komunikasi bermasalah berhulu pada putusnya tali komunikasi dan jika tali komunikasi sudah terputus, tali relasi pun akan putus. Efesus 4:25 mengajarkan kita untuk berkata benar kepada satu sama lain. Amsal 18:21, "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." mengingatkan kita akan pengaruh atau kuasa lidah yang dapat menghancurkan atau memberi hidup kepada sesama. Relasi nikah bergantung pada komunikasi dan komunikasi bergantung pada lidah-dan lidah orang benar membangun pernikahan.

C. Mekanisme Memenuhi Kebutuhan

Masing-masing kita membawa kebutuhan masuk ke dalam pernikahan. Tidak ada yang salah dengan kebutuhan untuk dikasihi dan dihargai; masalah timbul tatkala kita menggunakan cara yang salah untuk mendapat pemenuhan kebutuhan itu. Salah satu mekanisme yang salah adalah melimpahkan masalah pada pundak pasangan padahal kitalah yang mempunyai kebutuhan itu. Kita menolak mengakui bahwa sebenarnya kitalah yang mempunyai kebutuhan itu; sebaliknya, kita menuduh pasangan seakan-akan dialah yang tidak mampu menyediakan kebutuhan itu. Tema utama yang kerap kita lontarkan adalah bahwa dia "tidak cukup baik" dalam memenuhi kebutuhan kita. Sudah tentu pasangan menjadi frustrasi dan lama kelamaan kehabisan tenaga memenuhi kebutuhan kita.

Mekanisme kedua yang bermasalah adalah senantiasa memunculkan masalah. Ada orang yang terus menerus memunculkan masalah; setiap hal menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya. Masalah mungkin berkaitan dengan kita mungkin juga tidak, namun pada intinya ia tidak pernah dapat berbahagia dengan hidupnya. Orang yang selalu memunculkan masalah dan melihat hidup dari kacamata masalah sesungguhnya mengalami kehampaan dan tidak mempunyai makna hidup. Ia ingin memenuhi kebutuhan akan makna hidup namun ia tidak tahu bagaimana; alhasil ia selalu merasa tidak puas dan kerap menggerutu.

Mekanisme ketiga yang salah adalah meniadakan masalah. Pernikahan dimaksudkan menjadi ajang penyatuan dan tolong menolong; di dalam proses inilah keintiman dibangun dan berkembang. Namun ada di antara kita yang tidak nyaman dengan kebutuhannya dan tidak bersedia melibatkan pasangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kita beranggapan bahwa kita sendirilah yang harus memenuhi kebutuhan itu karena memang ini adalah kebutuhan kita. Namun ada pula orang yang tidak bersedia membagi kebutuhannya karena gengsi atau takut ditolak. Daripada dihina atau ditolak, lebih baik tidak membagi kebutuhan sama sekali.

Firman Tuhan

Apa pun itu yang kita lakukan, yang pasti adalah, cara yang keliru dalam memenuhi kebutuhan pada akhirnya memisahkan kita dari orang yang kita cintai. Amsal 22:9, "Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin," mengajarkan kita bahwa orang yang murah hati akan diberkati. Murah hati berawal dari hati yang memberi dan dalam pernikahan, hati yang memberi akan menerima kembali dengan berkelimpahan.