Suami Yang Berkenan Di Hati Allah 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T382A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Seperti apakah suami yang berkenan di hati Allah itu? Dalam pembahasan ini kita akan mengangkat salah satu tokoh di Alkitab yang terabaikan. Dia adalah Yusuf, ayah Yesus Putra Allah, di dunia. Walau tidak banyak catatan tentang dirinya, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Yusuf, terutama dalam perannya sebagai seorang suami.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu tokoh di Alkitab yang terabaikan adalah Yusuf, ayah Yesus Putra Allah, di dunia. Walau tidak banyak catatan tentang dirinya, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Yusuf, terutama dalam perannya sebagai seorang suami. Nama Yusuf muncul dua kali pada masa kanak-kanak Tuhan Yesus. Pertama di Matius 1:18-21. Sebagaimana dapat kita lihat Yusuf telah bertunangan dengan Maria tatkala ia tahu bahwa Maria sudah mengandung. Alkitab hanya mengatakan bahwa Yusuf berniat memutuskan tali pertunangannya. Tampaknya ia tidak memercayai apa yang dikatakan oleh Maria.

Sebelum kita menuduh Yusuf sebagai orang yang tidak berbelas kasih atau tidak beriman, mungkin kita harus menempatkan diri kita dalam situasinya. Belum pernah Allah masuk ke dalam kehidupan manusia secara jasmaniah. Ia selalu hadir dalam roh, tidak pernah dalam tubuh jasmaniah.

Kedua, belum pernah Allah membuat seorang perawan mengandung seorang anak. Tuhan telah melakukan banyak mukjizat dan tentulah sebagai seorang Yahudi, Yusuf mengetahuinya. Singkat kata, apa yang Tuhan Allah lakukan—membuat Maria mengandung tanpa berhubungan dengan pria—benar-benar sebuah tindakan yang sama sekali baru. Tidak heran Yusuf mengalami kesulitan memercayainya.

Mari kita berhenti sejenak. Terlepas dari kenyataan bahwa bayi yang dikandung adalah Yesus, Putra Allah, apa yang Yusuf lakukan—memutuskan relasi pertunangan—justru memerlihatkan INTEGRITASNYA. Yusuf bukan seorang beriman secara teori saja. Ia berusaha menerapkan imannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Di mata Yusuf saat itu, Maria telah berbuat dosa. Alasan mengapa ia tidak mau menikahi Maria ialah karena ia tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai moralnya. Tuhan menghargai prinsip hidupnya.

Seorang suami yang berkenan kepada Tuhan adalah seorang suami yang menjunjung tinggi NILAI MORAL yang dijunjung tinggi oleh Tuhan sendiri. Apa yang diperkenankan Tuhan, diterimanya. Apa yang tidak diperkenankan Tuhan, ditolaknya. Ia tidak berkompromi bahkan demi cinta sekali pun. Kehidupan suami yang lurus dan tidak bercacat bukan saja menjadi persembahan yang harum di hadapan Tuhan, tetapi juga merupakan persembahan terbaik yang dapat diberikan suami kepada istrinya. Pada waktu istri melihat kehidupan suami yang berintegritas, istri pun akan menghormati dan akhirnya mengikut suami.

Tuhan telah menetapkan suami sebagai kepala keluarga dan itu berarti ia mesti MEMIMPIN keluarganya. Prasyarat kepemimpinan adalah KETELADANAN yang dapat dicontoh, sebab keteladanan melahirkan RESPEK. Dan, tanpa respek tidak akan ada ketaatan dari pengikut.

Untuk menjaga intergritas biasanya ada satu pertanyaan yang saya ajukan, "Apakah saya berani melakukan apa yang saya lakukan ini di hadapan istri saya?" Singkat kata, bila saya tidak berani melakukannya di hadapan istri (karena saya tahu itu salah), itu berarti saya pun tidak boleh melakukannya. Jadi, sejak awal pernikahan, biasakanlah diri untuk tidak mengembangkan dua kehidupan: di hadapan istri dan di luar istri. Ingat, baik di hadapan istri maupun di luar istri, kita akan senantiasa berada di hadapan Tuhan. Ia melihat segala yang kita perbuat dan Ia menuntut pertanggungjawaban kita.

Ada satu hal lagi tentang Yusuf yang patut kita tiru. Firman Tuhan mengatakan bahwa Yusuf berniat menceraikan Maria "dengan diam-diam." Sekali lagi, di mata Yusuf saat itu Maria telah berkhianat dan bukan saja berkhianat tetapi juga berbohong kepadanya. Sungguhpun demikian Yusuf tidak berniat mempermalukannya, apalagi menghukumnya. Ia bertekad memutuskan tali pertunangan namun ia tidak ingin melakukannya dengan sikap membalas. Saya kira alasannya jelas: Yusuf seorang yang LEMBUT HATI. Ia seorang yang baik. Ia seorang yang penuh belas kasihan.

Sebagai suami saya bisa menengok ke belakang dan mengingat saat di mana saya kurang berbelas kasihan kepada istri saya. Dan, pada waktu saya telusuri penyebabnya, saya menemukan bahwa saya kurang memikirkan kepentingan dan kebutuhan istri saya. Singkat kata, saya hanya memikirkan diri sendiri.

Tuhan mencari suami yang berhati lembut; Ia tidak suka dengan hati keras. Itu sebabnya Tuhan menghadirkan situasi demi situasi untuk menumbuhkan hati yang lembut. Biasanya situasi tersebut adalah situasi KEGAGALAN sebab obat penawar terbaik untuk menghilangan kesombongan dan kekerasan hati adalah kegagalan.

Pada saat kritis itu Tuhan mengutus malaikat-Nya kepada Yusuf untuk meneguhkan cerita yang telah disampaikan Maria kepadanya bahwa bayi yang dikandung berasal dari Roh Kudus. Sekali ia berjumpa dengan malaikat, Yusuf langsung percaya. Ia menaati Tuhan sesuai kehendak-Nya.

Sekarang marilah kita melihat kali kedua nama Yusuf muncul. Mari kita membaca Matius 2:13-15. Sebagaimana dapat kita kita lihat di ayat 12, Raja Herodes marah karena orang Majus tidak kembali kepadanya untuk memberitahukan keberadaan bayi Yesus. Herodes lalu memerintahkan agar bayi berusia dua tahun ke bawah dibunuh. Apabila Yesus masih berada di Betlehem, Ia pun pasti telah terbunuh. Sekali lagi malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Yusuf.

Malaikat Tuhan menyuruh Yusuf membawa Maria dan Tuhan Kita Yesus menyelamatkan diri ke Mesir. Dan, sekali lagi kita melihat kekonsistenan Yusuf menaati perintah Tuhan: Ia membawa anak dan istrinya ke Mesir.

Mari kita berhenti sejenak. Satu hal yang menarik adalah pada dua kesempatan di mana nama Yusuf disebut, namanya selalu muncul dalam konteks perjumpaannya dengan malaikat Tuhan. Dua kali malaikat menyampaikan berita dari Tuhan Allah kepadanya. Tuhan memilih untuk berbicara kepada Yusuf secara langsung melalui malaikat-Nya. Dan, sebagaimana kita ketahui Tuhan pun mengutus malaikat-Nya kepada Maria.

Saya kira alasannya jelas: Berita yang ingin disampaikan-Nya adalah berita tentang kelahiran Putra-Nya, Yesus. Dengan kata lain ini adalah berita yang maha penting. Tuhan ingin agar Yusuf dan Maria tahu dengan pasti bahwa berita ini adalah dari Tuhan Allah sendiri. Namun ada satu pelajaran lain yang dapat kita petik di sini. Kenyataan bahwa Tuhan selalu mengutus malaikat-Nya berbicara secara langsung kepada Yusuf tanpa perantaraan manusia, itu pun menandakan hubungan yang AKRAB antara Yusuf dan Tuhan Allah sendiri.

Belum lama ini saya berbicara dengan sepasang suami-istri yang sama-sama terlibat dalam pelayanan. Dalam pembicaraan si istri berkata bahwa walau dalam pelayanan kadang mereka harus melakukan hal yang baru, ia merasa aman mengikuti pimpinan suaminya sebab ia tahu suaminya hidup akrab dengan Tuhan. Ia tidak mempertanyakan arahan suaminya sebab ia yakin suaminya tidak akan memunculkan ide apa pun kalau ia tidak mendengar langsung dari Tuhan. Itulah hasil dari relasi yang akrab dengan Tuhan! Bukan saja memperkenankan Tuhan, keakraban dengan Tuhan juga memberi RASA AMAN kepada istri.

Mari kita lanjutkan. Ada satu lagi pengamatan yang menarik di sini, Dua kali Tuhan berbicara kepada Yusuf, dua kali ia menaati Tuhan dan melakukan kehendak-Nya TANPA MENANYAKAN ALASANNYA. Ketika malaikat pertama menampakkan diri kepadanya dan menyuruhnya untuk tetap menikahi Maria, sebetulnya ia dapat saja menanyakan alasannya. Yusuf tidak mempunyai gambaran sama sekali, bagaimanakah Tuhan akan menyelamatkan manusia dari dosa lewat Yesus. Juga, pada waktu malaikat menyuruhnya membawa Maria dan Yesus ke Mesir, Yusuf sesungguhnya dapat menanyakan penjelasannya. Sampai pada saat itu, ia belum melihat Herodes membunuh anak berusia dua tahun ke bawah sebab perintah itu diberikan setelah malaikat menyuruhnya untuk pergi ke Mesir. Pindah ke Mesir bukan masalah sepele. Ia harus menempuh perjalanan ke negeri lain dengan istri dan anaknya yang masih kecil. Yusuf belum melihat bukti akan apa yang telah disampaikan malaikat kepadanya, namun IA TIDAK BERTANYA.

Pada saat Yusuf mengepak barang dan bersiap pergi ke Mesir, ia tidak tahu berapa lama ia akan harus tinggal di sana. Malaikat Tuhan tidak mengatakan apa-apa selain, "tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu." (Matius 2:13) Namun, Yusuf menaati perintah Tuhan! Dan, Tuhan menghargai ketaatannya.

Suami yang berkenan kepada Tuhan adalah suami yang memiliki KETAATAN kepada Tuhan. Istri mungkin tidak selalu setuju dengan pendapat suami namun bila istri melihat bahwa motivasi suami selalu sama dan satu yaitu menaati Tuhan, maka ia pun akan lebih bersedia mengalah dan menuruti kehendak suami. Adakalanya ketaatan kepada Tuhan mengharuskannya untuk TIDAK taat kepada pendapat istrinya. Kadang ketaatan kepada Tuhan justru mengharuskannya untuk TAAT kepada istri.

Suami yang diperkenan Tuhan bukan hanya membuktikan ketaatannya dalam menentang kehendak istri tetapi juga dalam mengikuti kehendak istri. Sebagai suami yang menaati Tuhan, kita mesti percaya bahwa Tuhan juga berbicara lewat istri kita, bukan lewat kita saja.

Tuhan Allah telah memberikan peran dan tugas yang spesifik kepada Yusuf yaitu sebagai PELINDUNG. Sewaktu Yusuf menikahi Maria, ia memberikan perlindungan sosial kepada Maria—ibu dalam status nikah. Sewaktu ia membawa Maria dan Yesus ke Mesir, ia pun melindungi mereka dari kejahatan Herodes.

Inilah juga peran dan tugas yang Tuhan embankan kepada para suami: menjadi PELINDUNG bagi istri dan anak-anaknya. Suami yang melindungi istri mengkomunikasikan kepeduliaannya—dan ketakutannya kehilangan istri. Singkat kata perlindungan yang diberikan merupakan BUKTI KASIHNYA kepada istri.

Saya tidak mengharapkan suami untuk melindungi istri sampai-sampai kebebasan istri terpasung. Itu menandakan ketidakpercayaan dan kecemburuan. Saya mengharapkan kita memikirkan keselamatan istri dan memastikan bahwa jalannya aman. Jangan biarkan istri menempuh bahaya tanpa kita berada di sampingnya. Sebagaimana telah saya katakan tadi, nama Yusuf muncul dua kali di awal kehidupan Tuhan Kita Yesus. Terakhir kali nama Yusuf muncul—tanpa disebut secara langsung—adalah sewaktu ia berada di Yerusalem bersama dengan Maria dan Yesus yang saat itu telah berusia 12 tahun. Di Yerusalem yang ramai itu Yusuf dan Maria kehilangan Yesus yang ternyata pergi ke Bait Allah. Di Lukas 2:45-46 dicatat, "Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah . . . ." Inilah suami yang diperkenan Allah: ia menempatkan keluarganya sebagai PRIORITAS hidupnya. Begitu anaknya terhilang, ia langsung menghentikan apa pun yang tengah dilakukannya dan berusaha menemukan Yesus, kendati memakan waktu tiga hari. Singkat kata suami yang berkenan kepada Tuhan adalah suami memunyai prioritas yang jelas: Selain Tuhan, keluarganya menempati urutan teratas! Inilah suami yang dicari dan dihargai, baik oleh Tuhan maupun keluarganya sendiri.