Pergumulan di Hari Tua

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T491B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Pada umumnya kita melihat hari tua sebagai hari kita beristirahat dan menikmati hidup, sebelum kita mengakhirinya. Pada kenyataannya Tuhan tidak melihatnya seperti itu. Setiap hari—tidak soal di masa muda atau di masa tua—adalah hari di mana Tuhan mengerjakan pekerjaan-Nya dan menggenapi kehendak-Nya. Kita tidak dapat meminta Tuhan untuk membebastugaskan kita karena sudah tua. Hari tua juga punya pergumulannya sendiri. Apa sajakah itu?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Kita tidak tahu hari depan. Kita dapat merencanakannya tetapi kita tidak dapat memastikannya, termasuk hari tua. Mungkin kita mendambakan masa tua yang tenang tetapi ternyata masa tua kita jauh dari tenang. Persoalan demi persoalan datang, membuat hidup susah. Tadinya kita berpikir kita akan beristirahat dan menikmati hari tua, tetapi sekarang kita tahu bahwa kita masih harus bergumul. Apakah yang mesti kita perbuat bila itu adalah porsi kehidupan yang harus kita jalani?

  • KITA MESTI MELIHAT HARI TUA SAMA SEPERTI HARI-HARI LAINNYA.
    Singkat kata, kita harus mengubah cara berpikir kita. Pada umumnya kita melihat hari tua sebagai hari kita beristirahat dan menikmati hidup, sebelum kita mengakhirinya. Pada kenyataannya Tuhan tidak melihatnya seperti itu. Setiap hari—tidak soal di masa muda atau di masa tua—adalah hari di mana Tuhan mengerjakan pekerjaan-Nya dan menggenapi kehendak-Nya. Kita tidak dapat meminta Tuhan untuk membebastugaskan kita karena sudah tua. Dengan kata lain kita tidak bisa meminta Tuhan untuk mengecualikan kita dari persoalan hidup atas dasar usia. Beberapa waktu yang lalu saya berbicara dengan seorang laki-laki. Ia sudah memasuki hari tua dan tengah menjalani masa pensiun. Di dalam pembicaraan ia menceritakan pergumulan yang berat. Oleh karena saya mengenalnya sejak ia muda, saya tahu masa mudanya tidaklah sesusah masa tuanya. Apa yang digumulkannya dulu masih tetap digumulkannya hari ini. Masalahnya adalah, sekarang ada hal-hal baru yang mesti digumulkannya. Beban tidak berkurang, malah bertambah di hari tua. Ya, jika kita dapat ditimpa kesusahan di masa muda, kita pun dapat ditimpa kesusahan di masa tua. Bila kita bisa dikecewakan atau ditolak orang pada masa muda, kita pun dapat dikecewakan dan ditolak orang pada masa tua. Jika kita dapat gagal di waktu muda, kita pun dapat gagal di hari tua. Dan, kalau orang dapat tidak menghormati kita di masa muda, orang pun dapat tidak menghormati kita di masa tua. Singkat kata, tidak seharusnya kita berharap bahwa di usia tua semua berubah menjadi lebih baik.

  • KITA MESTI MEMANDANG TUGAS DI HARI TUA SEBAGAI TUGAS TUHAN YANG MEMANG IA PERCAYAKAN KEPADA KITA.
    Dengan kata lain, jangan melihatnya sebagai beban atau gangguan. Oleh karena kita adalah milik Tuhan, maka Ia berhak memakai kita sesuai rencana dan kehendak-Nya kapan saja, termasuk di hari tua. Tuhan dapat memakai kita dengan cara-cara yang kita kenal, seperti pelayanan gerejawi, penginjilan, atau misi. Tetapi, kadang Ia memakai kita dengan cara yang tidak kita kenal atau kehendaki. Misalkan, Ia meminta kita untuk merawat pasangan atau anak kita yang sakit. Atau, Ia menempatkan kita di tengah kemelut keluarga atau perkumpulan di mana kita harus mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai. Ya, adakalanya justru di hari tua Tuhan menempatkan kita di situasi yang sulit di mana kita harus menghadapi banyak hal yang tidak pernah kita hadapi sebelumnya. Di dalam pelayanan saya sudah melihat orangtua yang pada usia uzur justru harus memelihara anak dan cucunya. Bukan anak memelihara orangtua, melainkan orangtua memelihara anak. Mungkin Tuhan memakai orangtua untuk menolong anak tetapi mungkin pula Tuhan memakai mereka untuk menolong cucu. Lewat kakek dan neneknya, bukan saja si cucu menerima perawatan, ia pun menerima kasih sayang, sehingga ia dapat bertumbuh dewasa secara matang. Tidak jarang, si cucu mengenal Yesus sebagai Juruselamat dari kakek dan neneknya, bukan dari orangtuanya. Ia dapat terus memakai kita di usia tua untuk menjadi berkat, asalkan kita bersedia. Jalan kita belum tentu jalan Tuhan; jadi, terimalah jalan yang Tuhan tetapkan bagi kita.

  • TERIMALAH KETERBATASAN FISIK DAN HIDUPLAH DI DALAM KETERBATASAN ITU.
    Tidak bisa tidak, makin tua makin melemah tubuh ini dan makin banyak penyakit yang datang. Kadang kita sulit menerimanya, karena kita telah berusaha hidup sehat selama ini. Kita lalu menyangkali kondisi dan berusaha hidup seakan-akan kita tidak memiliki masalah kesehatan tersebut. Mungkin kita melakukan aktivitas fisik tertentu untuk menunjukkan bahwa kita tidak sakit. Masalahnya adalah aktivitas itu makin membuat kita sakit; akhirnya kita menjadi beban yang lebih berat buat pasangan dan anak. Pada masa tua, tidak bisa tidak, kita akan menyusahkan orang. Ini bukanlah sebuah pilihan; ini merupakan sebuah keharusan. Mungkin kita menyusahkan pasangan; mungkin kita menyusahkan anak. Tidak apa, terpenting adalah kita tidak menambahkan kesusahan secara tidak perlu. Sebagai contoh, bila kita tahu bahwa mata sudah tidak awas, jangan memaksakan diri untuk mengendari kendaraan bermotor. Kita dapat terlibat kecelakaan dan mencederai orang. Atau, jika kita tahu bahwa kita mulai sering lupa mematikan kompor, janganlah masak di rumah bila tidak ada siapa-siapa. Daripada kita dilarang—dan marah karenanya—lebih baik kita berinisiatif untuk tidak melakukannya.

  • TERIMALAH KENYATAAN BAHWA SESUNGGUHNYA KITA HANYA BERJASA UNTUK GENERASI KITA, BUKAN GENERASI BERIKUTNYA.
    Makin besar sumbangsih kita sewaktu muda, makin besar kebutuhan untuk tetap diingat dan dihargai, bukan hanya oleh generasi kita tetapi juga oleh generasi berikut. Sudah tentu jika kita berjasa besar, bukan saja generasi kita, tetapi juga generasi berikut, akan dapat mencicipi berkat dari sumbangsih kita. Mungkin mereka menghargai sumbangsih kita tetapi sebetulnya yang benar-benar merasakan dan menghargai sumbangsih kita adalah generasi kita, bukan generasi selanjutnya. Jadi, terimalah kenyataan bahwa pada masa tua, kita tidak lagi diingat atau dihargai seperti dulu. Salah satu pergumulan yang kita mesti hadapi di hari tua adalah kesendirian dan rasa bahwa sekarang kita tidak sepenting dulu. Jika tidak berhati-hati, kita dapat hanyut dalam perasaan sedih dan kecewa. Atau sebaliknya, kita marah dan menyalahkan orang karena merasa tidak diperlakukan penting lagi. Kita harus siap hati bahwa pada masa tua, orang yang mengenal dan mengingat kita akan berkurang. Ingatlah, setiap generasi mempunyai pahlawannya masing-masing. Kita tidak dapat dan tidak boleh menjadi pahlawan terus menerus.

Firman Tuhan di Kisah 13:36 berkata, "Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya . . . ." Perkataan, "pada zamannya," dapat pula diterjemahkan "pada generasinya." Firman Tuhan mengingatkan bahwa tugas kita adalah melayani dan menggenapi kehendak Tuhan pada zaman atau generasi kita. Jadi, lakukanlah kewajiban kita, setelah itu diamlah. Jangan menuntut generasi berikut untuk mengingat dan menghargai kita. Terpenting adalah Tuhan melihat dan mengingat kita.