Waktu kita berkata percaya kepada Tuhan, sebetulnya yang sedang kita lontarkan atau serukan adalah bahwa hidup ini tidak berdiri sendiri, ada Tuhan yang menciptakan dan yang mengatur alam semesta ini. Tuhan bukanlah Tuhan yang menciptakan kemudian membiarkan ciptaan-Nya hidup sendiri tanpa pengaturan-Nya dan keterlibatan-Nya.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi di manapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santosa dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya ditemani oleh Ibu Wulan dari SAAT, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang 'Percaya Pada Tuhan', kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sesungguhnya apakah makna pernyataan tersebut? Ada tiga yang akan kita bahas pada kesempatan ini, yang pertama adalah kita mengakui bahwa ada Tuhan dalam hidup ini, dan bahwa Dialah yang mnciptakan dan mengatur alam semesta beserta kehidupannya.
Jadi yang saya maksud adalah waktu kita berkata percaya pada Tuhan, yang pertama kita sebetulnya sedang lontarkan atau serukan adalah bahwa hidup ini tidak berdiri sendiri, ada Tuhan yang menciptakan dan yang mengatur alam semesta ini. Nah kenapa saya tekankan hal ini, sebab memang ada orang di dunia ini yang tidak mempunyai persepsi yang sama. Mereka justru beranggapan tidak ada Tuhan dalam kehidupan ini, bahwa semuanya itu terjadi melalui sebuah proses yang disebut evolusi dan manusia bebas menentukan nasibnya, pilihannya. Yang namanya pertanggungjawaban setelah meninggal dunia, tidak ada, yang namanya kehidupan setelah kita mengakhiri hidup di dunia ini pun juga tidak ada. Jadi firman Tuhan diPG : Salah satu yang memang berpengaruh besar sekali terhadap pandangan-pandangan ini ialah ilmu pengetahuan. Sebab mulai dari teori Darwin yang dicetuskan oleh Charles Darwin, manusia mulailahmeragukan bahwa sebetulnya alam semesta ini mungkin sekali tidak diciptakan oleh Tuhan.
Nah sebetulnya sebelum Darwin, hal-hal seperti ini mulai diangkat, mulai mencuat pada zaman yang disebut zaman pencerahan. Nah di zaman itulah orang-orang di Eropa mulai mempertanyakan iman Kristiani yang dipeluknya apakah memang seperti yang dikatakan oleh Alkitab. Nah pertanyaan-pertanyaan yang mulai muncul secara kritis ini, tentang kebenaran firman Tuhan, tentang kebenaran Kristiani akhirnya dibawa dan benar-benar menjadi sangat besar mencapai puncaknya pada waktu Darwin mengeluarkan bukunya yang sangat terkenal itu "The Original Species" dan dari situlah makin banyak orang yang berpandangan bahwa ya....ya...mungkin sekali dunia ini dengan isinya tidak diciptakan oleh Tuhan misalkan itu. Tentang pandangan yang satunya yang tadi Pak Gunawan juga angkat yaitu orang yang percaya ada Tuhan sebagai pencipta tapi Tuhan membiarkan manusia berjalan sendiri. Nah ini sebetulnya pandangan yang disebut a-gnostik. Kenapa orang bisa berpikiran begitu, sebab mereka sekali lagi sebagian sangat-sangat rasional, mungkin sangat scientific dan mereka mengharapkan bukti yang lebih nyata akan keberadaan Tuhan. Atau ada orang yang sangat skeptik, karena melihat Tuhan tidak bekerja dengan cara kasat mata, tidak bisa disaksikan, kok hidup seperti ini, mungkin sekali ada Tuhan tapi ternyata Tuhan tidak terlibat makanya terjadi ketidakadilan, kelaparan dan apa sebagainya dalam hidup ini. Nah dari hal-hal itulah muncul pandangan-pandangan yang berbeda.Yusuf sebagai seorang remaja dijual, dan karena dijual dia akhirnya ditempatkan sebagai seorang budak, sudah bekerja baik-baik sebagai seorang budak kemudian Yusuf difitnah oleh istri Potifar majikannya dan kemudian dia dipenjarakan. Dan sebagai seorang anak yang biasa hidup di dalam kehangatan kasih ayahnya, tiba-tiba dia terlempar masuk ke sebuah tempat yang sangat asing di Mesir. Dan itu berlangsung bukan seminggu, bukan setahun itu berlangsung bertahun-tahun. Itu sebabnya waktu saudara-saudara Yusuf bertemu dengan Yusuf lagi mereka tidak mengenali Yusuf. Karena sudah sangat lama sekali. Berarti memang ada rentang waktu yang panjang, sebab kalau hanya mungkin 4, 5 tahun sampai mungkin 10 tahun kita masih bisa mengenali orang. Kemungkinan berbelasan atau mungkin berpuluhan tahun barulah kita bisa melupakan wajah seseorang karena tidak mengenalinya lagi. Jadi itu yang mungkin terjadi juga dengan Yusuf, apa yang berkecamuk dalam diri Yusuf, terus terang memang tidak kita ketahui Alkitab tidak mencatatnya. Tapi yang pasti adalah Yusuf ternyata tidak meninggalkan imannya, dia tetap percaya bahwa ada Tuhan yang terlibat di dalam kehidupan manusia. Buktinya apa? Buktinya adalah waktu dia diminta untuk menjelaskan mimpi Firaun, dia tetap bersandar kepada Tuhan jadi dia tidak mengeluarkan Tuhan dari kehidupannya. Dan dia tidak mengeluarkan Tuhan dari kehidupan manusia. Dia mempunyai seribu satu alasan untuk mengatakan Tuhan tidak ada atau mengatakan Tuhan ada tetapi Tuhan tidak terlibat dalam kehidupan manusia. Ternyata dia tidak melakukan keduanya, dia tetap percaya ada Tuhan dan dia tetap percaya Tuhan mengatur hidupnya, maka waktu dia diminta untuk menerjemahkan mimpi dia lari kepada Tuhan, meminta pertolongan Tuhan dan kita tahu sekali waktu ayahnya Yakub meninggal dunia, saudara-saudaranya datang kepada dia, memohon maaf dan sebagainya, Yusuf kembali lagi menegaskan bahwa engkau memang bermaksud jahat dengan cara menjual aku dan sebagainya, tapi Tuhan bermaksud baik. Jadi dari pernyataan Yusuf itu kita bisa simpulkan lagi, Yusuf adalah Yusuf yang sama, dia adalah Yusuf yang tetap percaya Allah terlibat dalam kehidupannya. Nah saya hanya bisa menyimpulkan dari bukti-bukti itu, namun memang saya kira itulah yang terjadi dia tetap bisa berpegang pada keyakinannya itu. Kalau Ibu Wulan bertanya kok bisa sampai dia begitu kuat tetap berpegang pada pernyataannya, kenapa bisa begitu? Pada akhirnya memang saya kira ini bergantung pada kita, apakah kita mau menyandarkan diri, percaya Tuhan terlibat dan Tuhan masih peduli ataukah memang kita akhirnya putus asa dan berkata Tuhan tidak lagi peduli, memang saya kira akhirnya terpulang pada keputusan kita masing-masing.
PG : Saya kira banyak orang meninggalkan imannya karena kekecewaan yang sangat dalam. Lebih mudah buat kita berkata: Ya kalaupun ada Tuhan memang Tuhan tidak terlibat dalam kehidupan manusia, mngkin kita lebih bisa menerima kemalangan yang kita terima.
Kalau kita percaya Tuhan terlibat dalam kehidupan manusia terus kita harus mengalami kemalangan, tidak bisa tidak kita langsung bertanya dimanakah Tuhan, sewaktu saya mengalami kemalangan itu? Nah kalau kita tidak bisa menemukan jawabannya, saya takut pada akhirnya kita akan tergoda untuk berkata ternyata kalaupun ada Tuhan, Dia tidak terlibat dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya dia membiarkan saya mengalami musibah seperti itu. Jadi perlu iman memang tidak bisa kita melihatnya secara kasat mata, kita tidak menemukan jawabannya yang konkret tapi dalam iman kita berkata Tuhan tetap terlibat, meskipun ini terjadi Tuhan tetap terlibat. Nah kenapa Dia yang terlibat membiarkan ini terjadi? Ini jawaban yang tidak kita miliki dan mungkin hanya akan kita temukan setelah kita bertemu dengan Tuhan nanti.PG : Saya kira itu reaksi yang alamiah dan mudah sekali ke luar dari hati yang perih dan sakit karena kemalangan yang baru dideritanya. Akhirnya mulut kita berkata: "Tuhan, Engkau kok keja ya," sebab kita berpikir kita sendiri tidak tega mengapakah Tuhan tega membiarkan itu terjadi.
PG : Ya kadang itu yang terjadi, sehingga kita melihat anak ini yang dibesarkan dalam keluarga Kristen, dari kecil ke gereja, sekolah minggu dan sebagainya sekarang tiba-tiba hidup di luar Tuha, sama sekali tidak lagi mengingat bahwa dia pernah menjadi seorang Kristen.
PG : Yang lain adalah bahwa Dia melindungi kita dari bahaya, jadi waktu kita berkata percaya pada Tuhan, sebetulnya arti dari kata-kata itu juga adalah bahwa Tuhan melindungi kita. Firman Tuhandi
PG : Yang saya maksud adalah begini, Alkitab penuh dengan ayat-ayat yang mengatakan Tuhan melindungi kita dan secara umum atau kita bisa berkata pada umumnya Tuhan melindungi anak-anak-Nya. Buknkah kalau kita tidak dilindungi Tuhan seharusnyalah kita ini telah mendapatkan kecelakaan atau bencana yang jauh lebih banyak.
Bukankah kita sendiri bisa berkata bahwa: "Aduh....hampir saja! Aduh hampir saja...!" Hampir saja apa? Hampir saja terjadi bencana tapi kita lolos. Jadi banyak kali sebetulnya Tuhan meloloskan kita dari bencana, nah jadi apa yang terjadi tatkala kita terkena bencana tidak bisa tidak kita harus berkata memang itulah bencana yang Tuhan izinkan terjadi pada hidup kita, memang itulah yang Tuhan tetapkan untuk kita. Nah saya memberikan contoh ini dari Alkitab yaitu Daniel, Daniel harus dibuang ke goa singa karena Daniel menolak untuk menyembah illah yang lain. Nah Tuhan melindungi Daniel dari goa singa, Tuhan melindungi juga rekan-rekan Daniel waktu dibuang ke dapur api, tapi (nah ini tapinya) Tuhan membiarkan rasul Yakobus mati di tangan Herodes. Tuhan membiarkan Stefanus juga mati dirajam, dan pada akhirnya kita tahu 11 dari 12 rasul Tuhan mati secara mengenaskan karena iman mereka kepada Yesus. Jadi apa yang bisa kita simpulkan, waktu kita berkata Tuhan melindungi kita itu benar-benar berarti bahwa 99,9% Tuhan melindungi kita dari mara bahaya yang seharusnya menimpa kita. Kalau yang 0,01% itu terjadi, itulah memang yang Tuhan izinkan terjadi karena memang Tuhan tetapkan itu yang harus terjadi pada diri kita. Nah jadi sekarang pertanyaannya untuk kita adalah iman yang manakah yang akan kita peluk? Iman yang berkata Tuhan tidak melindungi kita atau iman yang berkata Tuhan melindungi kita. Kita mau mendasari iman kita pada yang 0.01% ataukah pada yang 99.9%, saya kira yang lebih masuk akal adalah kita mendasari iman kita pada yang 99.9% itu. Bahwa pada umumnya Tuhan melindungi kita, hanya yang 0.01% itulah Tuhan mengizinkan bahaya atau bencana menimpa kita.PG : Betul, jadi saya berikan satu contoh Pak Gunawan supaya lebih jelas. Saya pribadi pernah mengalami dua kejadian yang hampir merenggut nyawa saya. Pertama adalah waktu saya mendaki gunung Slak.
Belum lama ini saya membaca tentang kematian orang di gunung Salak. Salah satunya adalah dituliskan karena tersesat di hutan di sana. Saya pernah tersesat di gunung Salak, tapi pada tengah malam itu akhirnya bisa bertemu dengan teman-teman yang masih di lereng mereka mencari kami, jadi saya tidak jadi mati. Saya ingin sekali tidur karena saya terlalu capek, teman saya yang masih kuat berkata: Jangan tidur! Kamu tidur kamu bisa mati, saya akhirnya paksakan diri tidak jadi tidur, saya ikut teman-teman terus jalan. Kedua kali saya pernah berenang di danau dan hampir tenggelam karena kram. Kenapa Tuhan menyelamatkan saya karena memang Tuhan pada umumnya melindungi anak-anak-Nya. Namun akan ada waktu mungkin di mana Tuhan mengizinkan bencana itu datang pada saya dan waktu datang memang kita harus terima itu sebagai porsi kita. Tapi itu tidak berarti Tuhan tidak melindungi kita.PG : Saya kira kita bisa memisahkan dua hal ini, mengimani dan berkata sakit. Kita tetap bisa mengimani bahwa Tuhan melindungi kita tapi pada saat yang sama kita bisa berkata: "Tuhan, pukuan ini terlalu menyakitkan."
Maka Ayub sewaktu dia mengalami musibah yang sangat besar, yang dia katakan sangat jelas, "Yang kutakuti telah menimpaku." Rupanya yang dia takuti adalah bencana seperti yang dialami itu yaitu semua anaknya meninggal dunia, semua hartanya habis dan semua kesehatannya habis, dan yang dia katakan seperti itu. Jadi pukulan yang sangat menyakitkan tetap menyakitkan dan tetap bisa berkata "Tuhan tetap terlibat dan Engkau melindungi pada saat-saat yang lain, saat ini Engkau tidak melindungi dan saya tidak mengerti, kenapa. Tapi pada saat-saat yang lain Engkau tetap melindungi."PG : Percaya pada Tuhan juga berarti bahwa kita tidak menggunakan cara manusia yang salah, namun kita menggunakan cara Tuhan yang benar. Jadi artinya waktu kita berkata percaya pada Tuhan artina adalah kita tidak memakai cara kita, kita mau memakai cara Tuhan.
Firman Tuhan diPG : Maksudnya adalah cara yang salah, cara yang berdosa. Cara yang manusia pada umumnya lakukan belum tentu berdosa tapi ini yang berdosa.
PG : Gideon membawa 32.000 orang untuk berperang melawan bangsa Midian dan Amalek, tapi Tuhan meminta dia hanya memisahkan 300 orang. Nah kalau dia membawa 32.000 orang kita bisa bayangkan banga Midian dan Amalek itu jumlahnya puluhan ribu orang juga, makanya dia membawa pasukan yang jumlahnya kira-kira setara.
Sekarang hanya 300 melawan puluhan ribu tentara dan Tuhan memberikan kemenangan. Jadi Tuhan meminta kita memakai cara dia.PG : Saya kira damai Pak Gunawan, orang yang percaya pada Tuhan, yang tahu Tuhan melindungi, yang tahu Tuhan terlibat dan mengatur segalanya, yang tahu bahwa Tuhan itu memang mempunyai cara yan ajaib dia akan tenang, dia akan damai.
Nah ini yang penting Pak Gunawan, karena banyak orang mencari-cari damai, seolah-olah damai itu sesuatu yang bisa ditemukan. Damai adalah hasil dari relasi yang intim dengan Tuhan, jadi damai bukan sesuatu yang berdiri sendiri, yang kita bisa raih. Damai itu adalah hasil dari hubungan kita dengan Tuhan, hubungan yang akrab dan intim yang penuh dengan keyakinan dan percaya. Nah ini perkataan Tuhan Yesus sendiri, "damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu," jadi Tuhan yang memberikan damai, kita tidak bisa mencarinya di mana-mana.PG : Seharusnya tidak, jadi apapun situasi eksternal yang mengelilingi kita, kalau kita tahu Tuhan beserta kita, Dia mengatur segalanya yang terjadi yang memang Tuhan izinkan dan Dia melindungikita dan bahwa cara-Nyalah cara yang paling ajaib, sebetulnya kita tetap bisa damai.
PG : Saya kira bedanya adalah kalau pasrah seperti itu kita mengasumsikan Tuhan pasif. Tapi yang saya maksud di sini adalah Tuhan aktif ya, Tuhan tetap terlibat, Tuhan tetap bekerja meskipun kia tidak melihat hasil yang kita inginkan, Dia tetap bekerja.
PG : Betul, Tuhan itulah yang memberikan damai.
GS : Terima kasih Pak Paul dan Ibu Wulan, suatu perbincangan yang menarik saya percaya sekali semua orang mendambakan damai pada saat ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Percaya Pada Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) JL. Cimanuk 58 Malang, Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
Kita sering mengucapkan perkataan, "percaya pada Tuhan," namun sesungguhnya apa arti pernyataan ini?
Kita mengakui bahwa ada Tuhan dalam hidup ini dan bahwa Dialah yang menciptakan dan mengatur alam semesta beserta kehidupannya. "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya. Siapakah seperti Tuhan, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi? (
Mazmur 24:1; 113:5-6 ) Kita bukan percaya kepada Allah yang pasif; kita percaya kepada Allah yang aktif terlibat dalam kehidupan manusia. Kita percaya bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup kita berada dalam jangkauan tangan Tuhan dan kehendak-Nya. Yusuf dijual dan dijadikan budak, akhirnya dipenjarakan akibat fitnah namun semua itu berada dalam rencana Tuhan untuk menyelamatkan Israel dari kelaparan.Kita percaya bahwa Ia melindungi kita dari bahaya. "Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada Tuhan." (
Mazmur 112:7 ) Kita percaya sebesar apa pun masalah yang kita hadapi, Ia sanggup dan akan menolong dan mengeluarkan kita dari masalah itu. Daniel menolak untuk menyembah allah lain meski ia harus merisikokan nyawanya. Daud lolos dari kejaran Saul dan anaknya Absalom.
Kita tidak menggunakan cara manusia yang salah namun kita menggunakan cara Tuhan yang benar. "Aku berlaku tidak bercela di hadapan-Nya dan menjaga diri terhadap kesalahan. Karena itu Tuhan membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucian tanganku." (
Damai tidak bertumpu pada kondisi di sekeliling kita; damai bertumpu pada "percaya pada Tuhan." Manusia mencari damai dan manusia tidak akan menemukannya sebab damai merupakan sebuah akibat bukan penyebab. Damai lahir dari relasi dengan Tuhan yang intim. "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu…"