Penderitaan dan Kesehatan Jiwa dan Rohani

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T592B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Penderitaan reaksi alamiah terhadap tekanan berat, memertebal daya tahan, bertumbuh lebih kuat, kekuatan Tuhan memampukan kita menanggungnya
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Pdt. Dr. Paul Gunadi

Umur penderitaan sama tuanya dengan umur manusia di bumi. Sejak manusia jatuh ke dalam dosa dan dihalau keluar dari Taman Firdaus, penderitaan telah datang dan terus bertahan sampai hari ini. Pada kesempatan ini kita akan melihat hubungan antara penderitaan dan kesehatan jiwa dan rohani, bukan untuk menghilangkannya melainkan untuk memahaminya. Satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa penderitaan bukanlah gejala atau tanda ketidaksehatan jiwa dan rohani. Adakalanya kita beranggapan bahwa jiwa dan roh yang sehat adalah jiwa dan roh yang bebas dari penderitaan. Kita berpendapat bahwa bila kita memunyai jiwa dan roh yang sehat maka kita akan senantiasa mampu menghadapi apa pun sehingga apa pun tidak akan membuat kita menderita. Pandangan ini keliru.

Walau ketidaksehatan jiwa dan rohani dapat menambah penderitaan, penderitaan itu sendiri bukan gejala atau tanda ketidaksehatan jiwa dan rohani. Ya, ketidaksehatan jiwa seperti berpikir negatif dan pola pikir "dunia pasti kiamat" sudah tentu dapat memperburuk penderitaan, tetapi penderitaan itu sendiri bukanlah gejala atau tanda ketidaksehatan jiwa. Penderitaan adalah reaksi alamiah dan manusiawi menghadapi tekanan berat yang menindih kita, baik secara jiwani maupun rohani. Penderitaan adalah teriakan sakit dan tersiksanya kita. Kadang sebagai orang Kristen kita berpendapat bahwa seharusnya kita sanggup mengatasi segala permasalahan dalam hidup. Biasanya kita mendasari pandangan ini atas Filipi 4:13, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." Berlandaskan ayat ini kita menyimpulkan bahwa seberat dan sesulit apa pun beban yang mesti kita hadapi, seyogianya kita tidak menderita sebab kekuatan Tuhan ada dan tersedia buat kita. Pertanyaannya adalah, bila pandangan ini benar, mengapakah Paulus, yang juga menulis Surat Filipi, berkata demikian di 2 Korintus 1:8, "Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami." Bahkan, Paulus mengakui pada ayat berikutnya, begitu putus asanya sehingga dia merasa seakan-akan dia telah dijatuhi hukuman mati. Dengan kata lain, begitu berat dan besarnya penderitaan yang dialaminya sehingga dia merasa dia hampir mati.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa meski dia telah menerima kekuatan dari Kristus, Paulus tetap menderita. Kekuatan yang diberikan oleh Tuhan tidak membuatnya kebal terhadap tekanan hidup; dia terpengaruh dan bahkan terluka parah seperti hampir mati. Sekarang barulah dapat kita pahami maksud perkataannya di Filipi 4:13. Kenyataan bahwa kita dapat menanggung segala perkara atau persoalan hidup tidak berarti bahwa kita terlepas dari penderitaan menanggungnya. Kekuatan Tuhan memberi kita kesanggupan untuk menjalani penderitaan, bukan membebaskan kita dari penderitaan.

Jadi, bila kita menderita, ini bukanlah pertanda ketidaksehatan jiwa dan rohani. Jiwa yang sehat bukan berarti jiwa yang tidak dapat terluka dan roh yang sehat tidak berarti tidak akan pernah merasa letih dan jauh dari Tuhan. Kekuatan Tuhan di dalam Kristus memampukan kita menanggung penderitaan, bukan meringankan apalagi menghilangkannya.Jadi, terimalah penderitaan apa adanya—sebagai reaksi sakit dan terluka akibat beban besar dan berat.

Pertanyaan berikutnya adalah, apabila penderitaan bukanlah gejala atau tanda ketidaksehatan jiwa dan rohani, maka apakah fungsi atau sumbangsih penderitaan terhadap kesehatan jiwa dan rohani? Sudah tentu penderitaan dapat berpengaruh negatif atau buruk terhadap kesehatan jiwa dan rohani. Tidak bisa disangkal beban yang begitu besar dan berat dapat mematahkan tiang penyanggah jiwa dan membuat kita kehilangan fungsi rasional atau kewarasan. Kadang begitu terganggunya sehingga kita mengalami depresi berat dan kehilangan minat hidup, bahkan tergoda untuk mengakhiri hidup. Kita merasa terlalu letih. Adakalanya begitu berat dan besar beban yang ditanggung membuat kita merasa bahwa Tuhan telah meninggalkan dan tidak lagi peduli dengan kita. Dan ini membuat kita kecewa, bahkan marah, terhadap Tuhan; tidak jarang, ada yang akhirnya meninggalkan Tuhan. Dari sini dapat kita lihat bahwa penderitaan berpotensi merobek kesehatan jiwa dan rohani. Namun tidak mesti demikian; penderitaan juga dapat memberi sumbangsih positif terhadap kesehatan jiwa dan rohani. Tidak bisa disangkal bahwa penderitaan dapat mempertebal daya tahan menghadapi rasa sakit dan menambah hikmat menghadapi persoalan hidup. Juga, penderitaan berpotensi memperkokoh tiang penyanggah jiwa, membuat kita lebih tahan dan kuat menghadapi badai kehidupan. Kita tidak lagi mudah cemas dan putus asa. Penderitaan juga dapat memperdalam iman kita pada Tuhan, sebagaimana dikatakan oleh Paulus di 2 Korintus 1:9, "Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." Sewaktu kita berserah dan bersandar di dalam ketidakberdayaan, kita pun dibawa naik ke tahapan iman yang lebih kokoh. Kita tidak lagi bergantung pada kemampuan sendiri; kita bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Ibarat palu dan pengikis di tangan pemahat, demikianlah penderitaan di tangan Tuhan—membentuk kita untuk menjadi serupa dengan Yesus, Putra Tunggal Allah. Jadi, dalam menghadapi persoalan hidup, terimalah penderitaan sebagai reaksi yang wajar, bukan sebagai kesalahan yang tidak semestinya terjadi. Penderitaan adalah kemanusiaan, bukan kesalahan. Tidak perlu kita menghukum diri karena menderita. Kedua, dalam menghadapi persoalan hidup, bersabarlah. Kunci kekuatan dalam penderitaan bukanlah mencari solusi melainkan bertahan, dan untuk itu kita perlu bersabar. Banyak masalah yang tidak dapat dipecahkan, jadi, jangan tergesa mencari jalan keluar. Bersabarlah, dengan kata lain, tunggulah. Kita menunggu karena percaya bahwa Tuhan bersama kita dan Dia berada di dalam persoalan yang kita hadapi. Lebih tepatnya, segala persoalan berada di dalam kendali dan rencana-Nya. Di Roma 5:5 Paulus menegaskan, "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Kita dikasihi Tuhan; inilah dasar pengharapan.