Pasangan Muda di Tengah Himpitan Pekerjaan dan Pelayanan ( I )

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T554A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Membagi waktu antara keluarga, pekerjaan dan pelayanan merupakan tantangan besar pasangan muda saat ini. Idealnya ialah kita bisa melakukan ketiga hal ini secara seimbang namun realita menuntut kita untuk menitikberatkan pada salah satu aspek. Ketika anak-anak masih kecil akan lebih baik jika kita mengutamakan keluarga dan memperhatikan mereka dengan melimpah.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Setiap zaman mempunyai tantangannya masing-masing; menurut saya, tantangan zaman ini adalah waktu. Sudah tentu benar bahwa di masa lampau pun kita mesti bergumul dengan masalah waktu tetapi saya kira pada zaman ini masalah waktu telah menjadi masalah yang jauh lebih besar. Ada dua sumber yang menguras banyak waktu, setidaknya buat orang percaya: pertama adalah pekerjaan dan kedua adalah pelayanan. Tidak bisa tidak, keduanya memberi dampak pada kehidupan berkeluarga; itu sebab penting bagi kita membahas masalah ini. Pertama, marilah kita menyoroti realitas pekerjaan dan pelayanan dewasa ini. Dan kedua, marilah kita bahas bagaimana membagi waktu dengan bijak.


Sampai jenjang karier tertentu PEKERJAAN hanya menuntut waktu yang relatif sama—sekitar 8 jam per hari—dan lokasi bekerja yang juga sama. Melewati jenjang tertentu, pada umumnya pekerjaan mengharuskan kita untuk memberi waktu lebih daripada 8 jam per hari dan menuntut kesediaan kita bekerja di pelbagai lokasi. Itu sebab makin tinggi jenjang karier, makin malam kita pulang dan makin sering kita travel ke luar kota—bahkan ke luar negeri. Saya mengenal orang yang berada di rumah hanya seminggu dalam sebulan karena harus travel ke pelbagai lokasi kerja.


Dewasa ini dunia kerja telah berubah drastik, bukan saja dari lokal menjadi regional tetapi malah sudah menjadi internasional. Keterkaitan dan jaringan kerja berkembang sedemikian rupa sehingga batas wilayah hampir lenyap. Alhasil, walau banyak hal dapat dilakukan secara online, namun tetap, ada banyak hal yang mesti dikerjakan secara langsung, terutama hal-hal yang menyangkut pengambilan keputusan. Itu sebab makin tinggi jenjang karier dan makin besar wewenang hak dan kewajiban, makin sering kita harus pergi ke luar untuk bertemu dengan orang lain yang memunyai posisi yang setara.


Mungkin kita berkata, jika kita tidak bersedia pergi, ya sudah, kita tolak saja tugas itu, habis perkara. Masalahnya tidak sesederhana itu, sebab begitu kita menolaknya, kita pun kehilangan kesempatan untuk naik tangga karier. Dengan kata lain, bila kita memilih untuk diam di tempat dan bekerja dengan jam kerja yang standar, maka karier kita pun akan stagnan. Jika performa kerja kita baik, besar kemungkinan kita tidak diberhentikan, tetapi hampir dapat dipastikan promosi akan dilewatkan.


Saya mengerti betapa sulitnya kita, yang masih muda, menentukan pilihan. Bukan saja karena kita ingin dapat mengaktualisasikan potensi diri, kadang kita pun ingin menikmati kehidupan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan keluarga yang lebih besar. Pada akhirnya kebanyakan kita yang masih muda memilih untuk memenuhi tuntutan kerja demi masa depan karier, dan terpaksa mengurangi waktu dengan keluarga. Meski hati nurani merasa bersalah dan tersiksa, kita terus melakukannya. Oleh karena lapangan kerja bagi wanita sudah terbuka lebar, tidak jarang, istri pun harus memenuhi tuntutan dan persyaratan kerja yang sama, yang dihadapi oleh suami.


Selain dari pekerjaan, PELAYANAN juga menuntut waktu yang lumayan besar. Mungkin kita bertanya, mengapakah pelayanan menuntut begitu banyak waktu? Sekali lagi dunia telah berubah; kebutuhan bukan saja berubah tetapi juga bertambah banyak. Sebagai contoh, di masa lampau pada umumnya gereja bersifat lokal; sekarang gereja bersifat regional, bahkan tidak jarang, internasional. Di masa lalu kebanyakan gereja tidak berjumlah besar, namun sekarang, atas anugerah Tuhan, cukup banyak gereja yang beranggotakan di atas seribu jemaat.


Perkembangan gereja dari lokal, regional, bahkan internasional sudah tentu menuntut lebih banyak perhatian. Dan, kebutuhan jemaat yang berjumlah besar, bukan saja berlipat ganda tetapi juga beragam. Misalkan, berpuluh tahun yang lalu kita tidak mengenal pelayanan kepada pencandu narkoba, namun sekarang ada pelayanan seperti itu. Singkat kata, perkembangan gereja dan menjamurnya volume serta ragam kebutuhan menuntut lebih banyak pelayan untuk memenuhi kebutuhan ini. Sebagai orang percaya, kita terpanggil untuk melayani dan akan berusaha memenuhi panggilan itu.


Mungkin kita berkata, silakan tolak saja jika kita tidak sanggup lagi. Masalahnya adalah tidak sesederhana itu. Sudah tentu kendalanya di sini bukanlah promosi karier. Sering kali yang membuat kita menerima panggilan pelayanan adalah karena kita merasa bersalah bila tidak menjawab, ya. Kita merasa bersalah karena menolak panggilan Tuhan dan kita merasa bersalah sebab seakan-akan kita menomorduakan Tuhan. Apalagi jika kita merasa telah diberkati Tuhan, perasaan bersalah itu niscaya bertambah besar. Pada akhirnya kita menerima panggilan pelayanan meski kita dirundung rasa bersalah pula karena sering harus meninggalkan rumah.


Dan, ada satu lagi yang mesti dibahas yaitu KELUARGA. Setiap fase kehidupan berkeluarga memunyai tuntutan dan kebutuhannya masing-masing. Pada saat anak-anak masih kecil, kebanyakan tuntutan dan kebutuhan berbentuk jasmaniah. Sedang sewaktu anak-anak remaja dan akil balig, tuntutan dan kebutuhan anak lebih berupa arahan dan dukungan mental dan emosional. Jadi, tidak bisa tidak, ketika anak-anak masih belia, kita mesti secara fisik hadir dalam kehidupan mereka. Merawat mereka mengharuskan kita hadir; bermain dengan mereka mewajibkan kita hadir; mendisiplin mereka mensyaratkan kita hadir; dan mengasihi mereka menuntut kita hadir. Selain anak, sudah tentu pasangan juga menuntut kehadiran kita. Kalaupun tidak menuntut secara langsung, kehadiran kita diperlukan guna membangun relasi yang masih muda ini. Banyak penyesuaian mesti dilakukan dan banyak konflik yang harus diselesaikan. Banyak pengharapan yang butuh dikomunikasikan dan banyak kebutuhan yang perlu diungkapkan. Sekali lagi semua ini tidak bisa dilakukan dari jauh atau lewat telepon; kita harus hadir.


Di masa di mana tuntutan kerja dan pelayanan berada di titik teratas, di saat itu pula tuntutan keluarga berada di titik yang intens. Dapat dibayangkan betapa tidak mudahnya menyediakan waktu buat semua kebutuhan dan tuntutan ini. Tidak heran pada masa ini tingkat stres tinggi dan emosi menjadi sulit terkendali. Jika masalah tidak diselesaikan dan kebutuhan tidak dipenuhi, semua ini akan menyisakan persoalan yang akan terus menggelantungi kehidupan kita sampai di hari tua.


Sebelum kita membahas bagaimanakah seharusnya kita menghadapi pelbagai tuntutan ini, marilah kita petik hikmat Tuhan dari Amsal 27:18-19, "Siapa memelihara pohon ara akan memakan buahnya . . . . Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu." Pada akhirnya kita harus menentukan pilihan, dari ketiganya—pekerjaan, pelayanan, dan keluarga—manakah yang akan kita jadikan "pohon ara." Kita hanya dapat memilih dan memelihara satu, tidak bisa ketiganya. Kedua, pilihan kita mencerminkan nilai yang kita anut alias siapakah diri kita yang sesungguhnya. Meski pelayanan adalah untuk Tuhan tetapi pelayanan bukanlah Tuhan. Menurut saya, pada masa anak kecil, kita harus memilih keluarga—walau untuk itu kita mesti mengorbankan pekerjaan dan pelayanan.