Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Yosie, akan berbincang-bincang dengan Bapak Ev. Sindunata Kurniawan, MK. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Dan perbincangan kami kali ini tentang "Orang Percaya dan Politik" (bagian pertama). Kami percaya acara ini bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Y : Pak Sindu, tema yang kita akan perbincangkan kali ini sangat menarik, ya. Tentang "Orang Percaya dan Politik" sebab saya mengamati banyak orang percaya sebetulnya alergi atau menghindari politik. Bagaimana menurut Bapak, silakan Pak.
SK : Saya sepakat dengan pendapat Bu Yosie, memang kita mudah menemukan ketidaknyamanan di beberapa komunitas gereja dan pelayanan ketika menyinggung membicarakan tentang politik dan pemerintahan negara, bahkan ada rasa ketakutan kalau-kalau nanti gereja, pelayanan terseret dengan perdebatan urusan politik, pemerintahan, ketatanegaraan.
Y : Benar, Pak.
SK : Mereka berpendapat gereja dan pelayanan itu ‘kan urusannya hanya untuk soal-soal rohani dan amanat agung Kristus. Soal politik, soal negara itu ‘kan sudah ada yang mengurusi dan bukan tugas kita-kita di gereja dan di pelayanan. Itu kira-kira pendapat umum beberapa hamba Tuhan dan pemimpin gereja dan pelayanan, Bu Yosie.
Y : Iya, benar Pak, bahkan kadang kita seperti buta tidak mengerti apa-apa tentang politik karena sikap yang tadi, menghindari atau ketakutan atau tidak nyaman, ya Pak.
SK : Ya, jadi kebutaan atau kegagapan terhadap dunia politik itu yang membuat akhirnya barulah menjelang Pemilu baik Pemilihan Umum Presiden, Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Pemilihan Umum Kepala Daerah, baru mulai tergopoh-gopoh datang dan bertanya ke orang tertentu, "Bagaimana Pak, bagaimana Bu, tolong beritahu siapa yang harus kami coblos, partai mana yang sebaiknya dipilih, nama siapa, nomor berapa ? Itu baru muncul hanya saat-saat tertentu, termasuk, "Ayo kita berdoa puasa agar Pemilihan Umum berjalan lancar, tertib, aman, terpilih pemimpin dan anggota legislatif yang takut akan Tuhan dan setelah momen pemilihan umum berlangsung, ya sudah lewat.
Y : Kita jarang lagi bicara tentang negara, tentang politik bahkan berdoa, begitu ya Pak ?
SK : Kalau pun berdoa, berdoanya hal-hal yang klise. Kita doakan agar supaya Pemerintah dari pusat sampai daerah, takut akan Tuhan, berjalan tertib aman, tercipta kondisi bangsa Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, jadi hal-hal yang sangat klise dan sangat umum.
Y : Atau juga mungkin kalau ada pengrusakan, pembakaran, baru kita tergopoh-gopoh lagi mendiskusikan, membicarakan tentang politik.
SK : Benar iya inilah yang juga terjadi, Bu Yosie, kalau kita melihat ke belakang di tahun-tahun tertentu kita bisa mengetahui peristiwa-peristiwa tertentu di beberapa kota atau Provinsi dan sekarang pun masih berlangsung kecil-kecilan, yang disebut Bu Yosie tadi, pengrusakan, pembakaran, pengeboman, penutupan gereja-gereja, baru terjadi antar gereja kumpul yang beda denominasi, beda aliran mau kumpul, baru merasa butuh Pemerintah, baru merasa butuh untuk mendekati tokoh-tokoh politik tertentu agar supaya menolong dalam situasi krisis ini dan ketika situasi mereda, membaik akhirnya juga kembali. Sebagian gereja dan pelayanan seperti tiarap kembali dan berkutat hanya pada area intern yang disebut hal-hal rohani dan berkenaan dengan amanat agung Kristus tadi.
Y : Ini yang menarik, Pak kalau begitu, karena kita tahu sebetulnya kita tidak bisa menghindari politik karena kita pun terkait. Kalau kita tidak mengetahui apa-apa, terkena dampaknya, kita bingung lagi, tergopoh-gopoh. Kalau begitu bagaimana seharusnya cara pandang dan respons kita sebagai orang percaya ?
SK : Untuk itu, Bu Yosie, kita membahas di bagian pertama dan nanti di bagian kedua. Untuk bagian pertama ini saya mau mengajak kita untuk melihat situasinya Tuhan kita Yesus waktu Dia datang sebagai manusia selama 33,5 tahun di dunia. Kalau kita lihat kehidupan Yesus terutama ketika Dia muncul di publik atau di masyarakat selama 3,5 tahun lewat, diawali peristiwa pembaptisan oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, maka kita akan tahu kalau kita teliti membaca keempat Injil, kita akan menemukan bahwa munculnya Yesus di publik selama 3,5 tahun sudah menimbulkan riak politik bahkan gelombang ombak politik secara nasional pada masa itu. Pada masa itu Yesus muncul di masyarakat dengan seruan yang berkata, "Kerajaan Allah sudah dekat" sebagaimana dinyatakan di dalam Injil Matius 3:2 dan seruan itu disambut dengan penuh antusias oleh para rakyat Yahudi yang saat itu sangat menanti-nantikan mesias politik bagi pembebasan dari penjajahan Romawi.
Y : Sebetulnya ironisnya seruan itu juga ditakuti oleh Pemerintah saat itu, ya Pak ?
SK : Ya kalau pemerintah pada saat itu, pemerintah Romawi, Alkitab tidak mencatat tentang ketakutan itu, tetapi yang merasa terancam, yang merasa tidak suka akhirnya adalah para pemimpin agama Yahudi karena situasi saat zaman Yesus lahir dan besar, sebetulnya kekuasaan politik secara "de facto" dikuasai oleh pemimpin agama Yahudi.
Y : O, begitu !
SK : Agama dan politik menyatu.
Y : Jadi tokoh-tokoh politik adalah tokoh-tokoh agama, maka mereka berkepentingan menentang Yesus.
SK : Ya, Jadi kalau kita baca di Kitab Suci di keempat Injil kita menemukan Yesus berkeliling ke kampung-kampung dan jalanan Galilea kemudian Ia juga masuk ke Provinsi Yudea. Disana Yesus menuai banyak simpatisan kebangunan rohani yang kental dengan suasana politis.
Y : Maksudnya bagaimana, Pak ?
SK : Pada waktu itu banyak rakyat jelata, orang-orang Yahudi ini pergi mengikuti Yesus ke manapun Yesus pergi dengan satu keyakinan bahwa Yesus sedang membuka lembaran baru yang mereka nanti-nantikan dimana mereka akan dibebaskan dari beban pajak yang berlipat-lipat dan penindasan socio politik yang sedang terjadi oleh kerajaan Romawi. Situasi ini membuat kembali para pemimpin agama Yahudi terancam karena secara kekuasaan politik, merekalah yang menggenggam, merekalah yang dihormati, merekalah yang menikmati.
Y : Merekalah yang menikmati kuasa itu, ya Pak.
SK : Tepat, bahkan mereka diperkaya secara ekonomi juga oleh rakyat-rakyat jelata, orang Yahudi yang mengakui kepemimpinan agama, kepemimpinan sosial politik yang dipegang oleh para pemimpin agama Yahudi ini. Sekarang mereka sedang berbelok semakin lama semakin mengikuti Yesus.
Y : Jadi sepertinya Yesus menjadi ancaman yang besar terhadap posisi politik para ahli agama itu, ya Pak ?
SK : Ya, akan menjadi hal yang kurang tepat kalau kita membaca keempat Injil itu hanya dari sudut, "Oh, ini kebangunan rohani, ini hanya soal agamawi". Tidak, konteks pada zaman Yesus, agama dan politik menjadi satu. Tidak heran juga keduabelas murid Yesus sendiri juga mengikut Yesus secara antusias. Mereka menganggap pernyataan-pernyataan Yesus menunjuk juga pada apa yang diharapkan orang-orang Yahudi saat itu, yaitu suatu revolusi sosio politik, revolusi yang akan menghantar bangsa Yahudi menuju kepada tatanan dunia baru sebagaimana yang dinubuatkan para nabi Perjanjian Lama, bahwa mereka akan dibebaskan dari belenggu penjajahan, belenggu kemiskinan dan mereka akan mengalami kemuliaan, kejayaan seperti raja Daud pada masanya. Jadi mereka sedang menantikan Mesias dan Mesias dalam pengertian orang-orang Yahudi bukan sekadar Mesias rohani tapi sangat kental dengan Mesias politik.
Y : Menarik sekali, ya Pak. Sebetulnya kita pun sebagai pengikut Yesus tidak bisa memisahkan area rohani dan area politik, sebab Yesus pun lahir di zaman yang satu, begitu ya Pak ?
SK : Ya, pernyataan-pernyataan Tuhan Yesus sendiri, Bu Yosie, pada saat itu memang berbau politis. Kita bisa mengecek pada beberapa bagian kitab Injil menuliskan bahwa Yesus mencela para penguasa dan Ia menunjuk kepada diri-Nya sendiri sebagai teladan, sebagai pembawa kebenaran, sebagai Kebenaran itu bahkan. Dan Yesus juga berbicara tentang Kabar Baik bagi orang-orang miskin yang pada saat itu rakyat miskin atau orang yang hidup di bawah garis kemiskinan amat banyak. Yesus juga dalam beberapa peristiwa Injil mencatat, Yesus membawa banyak orang ke tempat-tempat sunyi yang bisa dipersepsi sebagai niatan melakukan revolusi.
Y : Bisa dianggap sebagai pemberontak !
SK : Seperti mengkonsolidasi kekuatan sosial politik pada saat itu. Seperti melakukan kampanye politik. Dan jangan lupa sekian waktu kemudian Yesus juga menyatakan kepada publik bahwa tak lama lagi Bait Allah di Yerusalem akan hancur dan pada awal Paskah atau hari raya pembebasan Israel, Yesus sendiri mengorganisasi orang-orang di sekelilingnya dalam bentuk yang tidak mungkin tidak dianggap sebagai prosesi kerajaan.
Y : Yang mana ya, Pak ?
SK : Peristiwa ketika Yesus mau memasuki Yerusalem, Dia meminta murid-murid untuk menyiapkan keledai yang tidak pernah ditunggangi, keledai muda dan Yesus masuk kemudian orang-orang spontan mengambil daun palem, menyambut-Nya dan membuka jalan pada waktu Yesus masuk sebagai Raja yang akan membebaskan mereka dari belenggu tirani penjajahan. Jangan lupa pada saat itu Yesus secara sengaja dan secara dramatis mengungkapkan suatu perumpamaan tentang kehancuran Bait Allah dimana pada saat itu Bait Allah adalah pusat dari agama Yahudi didalam segala hal. Bicara tentang Bait Allah, Bu Yosie, tidak sama dengan berbicara tentang gedung gereja saat ini atau suatu gereja yang besar, katedral, yang terbatas hanya mengurusi hal-hal agamawi atau rohani.
Y : Jadi fungsi Bait Allah ada hal yang lain ya, Pak ?
SK : Benar, fungsi Bait Allah mencakup fungsi seperti masa sekarang ini Gedung Parlemen, Gedung Perwakilan Rakyat, atau sebagaimana istana kepresidenan untuk masa kita sekarang. Terhadap institusi sosial politik religius, terhadap institusi sentral dan vital dalam hal keagamaan, terhadap kehidupan sosial politik orang Yahudi inilah Tuhan Yesus berbicara, bahwa Bait Allah inilah yang akan dihancurkan dimana tidak ada satu batupun yang ada di atas batu yang lain. Ini menggemparkan, mengancam dan itu bersifat subversif artinya merongrong kekuasaan pemerintahan yang sedang ada baik oleh kekuasaan Romawi, tapi yang terancam sebenarnya adalah kekuasaan sosio politik religius dari para pemimpin agama Yahudi.
Y : Karena itu akhirnya Tuhan Yesus dijerat pasal, akhirnya dihakimi, oleh para ahli agama akhirnya kita tahu Dia dihukum mati.
SK : Benar, Yesus dijerat oleh pasal penistaan agama. Dan kemudian barulah Dia dibawa kepada pemerintah ‘de jure’ (secara hukum) berkuasa yaitu pemerintah kerajaan Romawi karena mereka tidak mungkin memberi hukuman mati kalau tidak ada pemerintah yang legal. Dibutuhkan kekuasaan legal sebagaimana kita tahu dalam Kitab Suci, Yesus dibawa kepada Pontius Pilatus, wali negeri, pemerintah yang sedang berkuasa di daerah pada saat itu. Maka Yesus dikenakan hukuman mati yang sangat keji lewat penyaliban, Ia mati sebagai pemberontak politik. Sebagai pembangkang politik.
Y : Kalau begitu bagaimana mungkin kita berani mengatakan Yesus tidak berpolitik. Yesus berarti pelaku politik pada zaman-Nya.
SK : Ya, jadi melekat kedatangan Dia sebagai Mesias untuk menggenapi janji-janji Allah tentang penyelamatan manusia dari hukuman dosa dan pada saat itu juga kedatangan Yesus membawa imbas, membawa dampak secara langsung dan nyata dalam perubahan situasi sosial politik pada waktu itu. Kita tidak memisahkan sama sekali dunia, keselamatan surgawi dengan situasi sosial politik.
Y : Dunia nyata kita hadapi di sekeliling kita. Kalau begitu selanjutnya bagaimana dengan Kisah Para Rasul, rasul Paulus dan kebenaran firman Tuhan terhadap konteks politik?
SK : Kalau tadi yang kita bahas tentang situasi zaman Yesus, kemudian kita bergerak bagaimana dengan zaman para rasul ? Ketika Yesus sudah bangkit dari kematian dan Yesus naik ke surga, kita tahu gereja berkembang, diawali dari pertobatan 3000 orang lewat kebangunan rohani seorang rasul Petrus. Pada saat itulah gereja mula-mula berdiri, mereka memunyai pengakuan iman yang sangat singkat pada waktu itu. Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah kurios (tuan). Tuan atau Tuhan, sama dalam hal ini. Dan pengakuan itu pun juga mengandung unsur politik, Bu Yosie, karena kata ‘kurios’ sangat melekat pada kaisar Romawi. Jadi pada zaman itu, kaisar Romawilah yang diakui sebagai kurios, yang dikultuskan sebagai tuhan tapi pada saat yang sama Yesus mendeklarasikan bahwa Dirinya adalah Tuhan yang sesungguhnya. Dia adalah Raja yang memiliki kuasa tak terbatas sebagaimana kita lihat dalam Matius 28:18 ketika Yesus mau naik ke surga, Yesus mengatakan, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi".
Y : Amin. Tentunya pengakuan yang eksklusif ini menimbulkan dampak politis karena dianggap menentang kekuasaan kaisar yang selama ini melekat dengan sebutan atau pengakuan Tuhan, tuan, kurios, dan sekarang diakukan kepada Yesus.
SK : Benar, jadi situasi ini punya benturan politik. Kalau tadi kita berbicara dalam konteks zaman Yesus, selama 3,5 tahun, benturan yang paling keras dirasakan antara Yesus dengan pemimpin agama Yahudi. Tapi kemudian ketika Yesus naik ke surga muncul gereja, benturannya bukan sekadar dengan pemimpin agama Yahudi tapi dengan pemerintahan Romawi, dengan kaisar. Gereja tumbuh dengan sebuah keyakinan sejak awal bahwa kami adalah komunitas yang berbeda, kami adalah kesatuan tubuh dari orang-orang Yahudi maupun orang-orang kafir. Sebagaimana kita baca dalam surat Galatia 3:28, maka kita akan tahu sebuah keyakinan kokoh dari gereja mula-mula, sejak gereja mula-mula sampai sekarang bahwa di dalam Yesus tidak ada lagi orang Yahudi, tidak ada lagi orang Yunani, tidak ada lagi hamba atau orang merdeka, tidak ada lagi laki-laki atau perempuan karena semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Berdasarkan keyakinan ini muncullah sebuah kesatuan, tidak ada lagi bangsa, tidak ada lagi ras, tidak ada lagi wilayah geografis yang diistimewakan, semua adalah satu sebagai komunitas orang-orang percaya di dunia. Jadi tidak adanya diskriminasi ini membuat secara alamiah, Bu Yosie, gereja sebagai komunitas orang-orang yang ditebus ini, menganggap dirinya berada di atas angin. Berada di atas ketaatan terhadap penguasa-penguasa dunia.
Y : Karena merasa superior ya, Pak.
SK : Benar, muncullah sebuah pikiran alamiah, natural, untuk apa tunduk kepada kaisar di Roma sementara kaisar sendiri tunduk kepada apa yang disembahnya.
Y : Yaitu Tuan di atas segala tuan tadi yaitu Tuhan Yesus.
SK : Karena kaisar sendiri punya dewa yang disembah. Untuk apa kita menyebut kaisar itu kurios, sementara kaisar yang mengaku diri kurios atau tuhan itu juga punya Tuhan yang lain. Jadi dia bukan Tuhan yang sesungguhnya, tapi dalam nama Yesus kami orang-orang percaya yang terdiri dari berbagai bangsa, terdiri dari berbagai status sosial, punya Allah di atas segala allah, Raja di atas segala raja, jadi rasa superior memunculkan secara alamiah pemberontakan kudus.
Y : Menarik ya.
SK : Kami tidak perlu tunduk pada pemerintahan di dunia ini, pemerintah di dunia ini apa sih? Pemerintah di dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pemerintahan sorgawi.
Y : Tapi bagaimana dengan surat rasul Paulus yang jelas mengatakan tiap-tiap orang harus tunduk kepada pemerintah.
SK : Benar, dalam konteks itulah maka rasul Paulus oleh hikmat Roh Kudus menulis Surat Roma yang di antaranya ada di dalam Roma 13:1 dikatakan oleh rasul Paulus, "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah". Dalam Roma 13:4 dan 5, "Pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita". Jadi disinilah oleh hikmat Roh Kudus, Paulus memberikan pengaman, katup, ingat…ingat….ingat, kita memunyai Raja di atas segala raja, kurios yang sejati, Yesus Kristus, tetapi jangan lupa kita masih menginjak bumi, kita masih hidup di dunia, kita tetap menghormati otoritas yang ada di dunia ini, jangan lupa otoritas di dunia ini termasuk pemerintahan Romawi yang bengis sekalipun, yang sadis, yang tidak adil sekalipun tetap mereka memunyai otoritas karena Allah mengizinkan mereka menjadi wakil Allah yang tetap harus kita hormati dan taati.
Y : Bahkan dengan segala konsekwensinya, maksudnya menaati harus membayar pajak, menaati peraturan pemerintah yang ada. Itu yang menjadi konteks bagian yang dikatakan Rasul Paulus ya, Pak.
SK : Disini Rasul Paulus oleh hikmat Roh Kudus mau mengupayakan pencegahan supaya orang-orang percaya tidak mencemooh pemerintah yang sedang berkuasa, pemerintah yang di atas kita, di dunia ini. Jangan lupa yang dianjurkan disini bukan berarti tunduk begitu saja kepada apa yang diharapkan penguasa, tadi di Roma 13:5 yang saya bacakan, "Sebab itu perlu kita menaklukkan diri bukan saja oleh kemurkaan Allah tapi juga oleh karena suara hati kita". Suara hati menjadi poin penting dimana ketundukan pada pemerintah yang ada di dunia ini, bukan ketundukan yang membabi buta. "Tinggalkan imanmu, jangan jadi orang percaya, injak-injak Alkitab". Wah, ini melawan nurani kita yang mengatakan, "Tuhanku adalah Tuhan yang hidup".
Y : Atau sebaliknya jangan hiraukan pemerintah, kita makhluk surgawi. Itu juga salah, tidak boleh ekstrem, ya Pak.
SK : Artinya sama sekali meniadakan pemerintahan yang ada di dunia, kita bersalah. Tapi ekstrem bahwa kita pasrah sepenuhnya, tunduk 100% apapun kata pemerintah yang berkuasa, itu juga salah.Kita ada di tengah-tengahnya. Ketundukan itu adalah dalam konteks membawa ketertiban. Bahwa orang-orang percaya sejak awal dididik oleh firman Allah untuk melihat bahwa hukum-hukum yang dibuat oleh pemerintah dari waktu ke waktu itu adalah hukum-hukum yang ditujukan untuk membawa kehidupan yang harmonis antar manusia ciptaan Allah dan Paulus menegaskan dalam hal ini bahwa ketundukan itu kepada pemerintah agar manusia bisa hidup tertib. Orang percaya ketika hidup di dunia tidak lepas dari berbagai kewajiban terhadap ketertiban hidup ini. Disinilah ketundukan pada pemerintah sekali lagi sebagaimana ketundukan kepada Allah untuk membawa ketertiban umum dalam hidup antar manusia di dunia ini.
Y : Sebelum kita berlanjut, satu dua kalimat sebagai kesimpulan di bagian pertama ini, Pak.
SK : Kita bisa simpulkan sampai di titik ini bahwa firman Tuhan secara khusus kita bicarakan dalam konteks zaman Yesus dan zaman gereja mula-mula menegaskan bahwa kehidupan orang percaya sangat dekat dengan kehidupan politik. Politik bukan sesuatu yang harus kita jauhi, malah sesuatu yang perlu kita akrabi karena itu menyatu sebagai ekspresi iman kita pada Allah yang hidup.
Y : Baik, Pak Sindu, nanti kita akan melanjutkan pembicaraan ke bagian yang kedua. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih. Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, MK dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Orang Percaya dan Politik" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat mengirimkan e-mail ke telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.