Mengapa Anak Saya Berbeda?

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T443B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya lain sendiri. Semua orang tua mengharapkan anaknya untuk sama seperti anak lainnya agar dapat diterima dengan baik. Namun tidak selalu Tuhan memberikan kepada kita anak yang sama dengan anak lainnya. Kadang Ia justru memberikan kepada kita anak yang berbeda dari anak-anak lain pada umumnya. Misalkan, ada anak yang sukar mengikuti pelajaran sekolah atau ada anak yang mempunyai keterbelakangan mental.Bagaimanakah sebaiknya orang tua menyikapi hal ini?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya lain sendiri. Semua orang tua mengharapkan anaknya untuk sama seperti anak lainnya agar dapat diterima dengan baik. Namun tidak selalu Tuhan memberikan kepada kita anak yang sama dengan anak lainnya. Kadang Ia justru memberikan kepada kita anak yang berbeda dari anak-anak lain pada umumnya. Misalkan, ada anak yang sukar mengikuti pelajaran sekolah. Atau, ada anak yang mempunyai keterbelakangan mental. Bagaimanakah sebaiknya orang tua menyikapi hal ini? Sebagai orang tua :

(1) KITA MESTI MENERIMA KENYATAAN. Jangan sampai kita menyangkal fakta atau menutupinya. Makin cepat kita mengakui kondisi anak, makin cepat kita dapat menolongnya. Contoh, bila anak memang tidak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran di sekolah reguler, tindakan terbaik adalah memasukkannya ke sekolah khusus. Jika anak mempunyai masalah bicara, kita harus dengan segera membawanya ke terapis wicara untuk dievaluasi dan menerima perawatan. Makin dini tindak perawatan, makin besar kemungkinan anak akan tertolong.

(2) KITA MESTI BERHENTI MENYALAHKAN PIHAK LAIN. Di dalam kekecewaan mudah sekali kemarahan muncul dan dalam kondisi marah, kita cenderung mencari kambing hitam. Mungkin kita menyalahkan pasangan atau keluarga pasangan dan adakalanya, kita pun menyalahkan Tuhan. Ingatlah bahwa terpenting adalah menolong anak dan mengurangi atau mencegah berkembangnya masalah, bukan mencari siapa yang salah. Sebagai contoh anak dilahirkan dalam kondisi buta. Tidak ada gunanya buat kita mencari tahu siapakah yang bertanggungjawab atas kebutaan yang dibawanya sejak lahir. Membawanya ke terapis khusus adalah tindakan yang mesti dilakukan supaya sejak kecil ia dapat memaksimalkan penggunaan pancainderanya yang lain.

(3) KITA HARUS MENGKOMUNIKASIKAN PENERIMAAN KEPADA ANAK, BUKAN KEMARAHAN ATAU PENOLAKAN. Kita harus mengingatkan diri bahwa anak tidak pernah memilih untuk mempunyai kelemahan atau kelainan ini. Kenyataan ia menjadi seperti ini, itu dikarenakan faktor-faktor yang tidak selalu dapat diketahui. Jadi, jangan memarahi anak karena ia dilahirkan beda dan jangan menolaknya atau menunjukkan rasa malu mempunyai anak seperti dirinya. Sebagai contoh, anak dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah. Memarahinya tidak akan menambah satu poin kecerdasan pun. Jadi, terimalah dirinya apa adanya dan carikanlah talenta yang dimilikinya supaya ia dapat membangun jati diri dan keyakinan dirinya di atas kekuatannya. Memaksanya untuk menguasai sesuatu yang memang tidak dapat dilakukannya justru mengkomunikasikan penolakan kita kepadanya.

(4) KITA MESTI MENJAGA ANAK TETAPI TIDAK MELINDUNGINYA SECARA BERLEBIHAN. Adakalanya kita tergoda untuk memproteksi anak supaya ia tidak dilukai atau dirugikan oleh anak lain. Sudah tentu langkah pertama adalah memastikan bahwa ia tidak dalam keadaan bahaya. Namun setelah memastikan bahwa ia tidak dalam keadaan bahaya, kita harus belajar merelakannya untuk berhadapan secara langsung dengan tantangan yang mesti dilaluinya. Misalnya, anak tidak dapat bergaul dan cenderung menyendiri. Akibatnya anak sering dipermainkan teman. Biasanya kita tergoda untuk langsung pergi ke sekolah dan melaporkan perbuatan itu kepada pihak sekolah. Masalahnya adalah, jika kita melakukannya, itu berarti ia makin terlihat lemah di hadapan teman-temannya dan besar kemungkinan ia akan merasa dipermalukan. Jadi, sebelum kita melakukan hal itu, sebaiknya kita bertanya terlebih dahulu kepadanya. Juga, bila kita terlalu reaktif, besar kemungkinan lain kali anak tidak bersedia menceritakan pengalaman tidak menyenangkannya kepada kita. Mungkin sekali ia takut kalau-kalau kita bereaksi keras seperti ini lagi. Itu sebab sebaiknya libatkanlah dia dalam keputusan yang akan berdampak pada dirinya. Jika ia menolak, ajarkanlah sikap dan cara yang baru kepadanya untuk dapat menghadapi teman-temannya.

(5) KITA MESTI BERANI BERSIKAP MANUSIAWI MENGHADAPI TANTANGAN YANG BESAR INI. Kadang kita tergoda untuk selalu menampilkan sisi kuat dan rohani dalam menghadapi tantangan yang berat ini, padahal tidak selalu kita kuat. Jadi, jangan ragu untuk meminta dukungan doa dari saudara seiman dan jangan malu untuk mengakui naik-turunnya perjalanan hidup ini. Adakalanya orang tidak mengulurkan tangan untuk menolong karena mereka benar-benar tidak tahu apa yang mesti diperbuat. Jadi, jelaskanlah tantangan dan kebutuhan yang dihadapi; siapa tahu akan ada yang bersedia untuk membantu. Sewaktu kita bersikap apa adanya maka orang pun lebih berani untuk bertanya akan kebutuhan kita. Sebaliknya jika kita bersikap kuat dan menutupi fakta, maka orang pun ragu untuk bertanya atau berbuat sesuatu untuk kita.

Sebaliknya di hadapan anak dengan kebutuhan khusus kita harus bersikap bijaksana. Sedapatnya kita tidak mengeluarkan keluhan di depannya sebab keluhan ini dapat membuatnya merasa bersalah. Tidak apa kita terlihat letih namun tidak perlu kita mengatakannya. Sebagai manusia biasa kadang kita merasa frustrasi menghadapinya, Dalam situasi seperti itu, tidak apa memperlihatkan frustrasi kita kepadanya, asal kita tidak menyebut-nyebut kelemahan dirinya. Dengan kata lain, kita hanya memfokuskan pada perbuatannya .

(6) KITA HARUS SIAP HIDUP DENGAN MASALAH ANAK INI UNTUK WAKTU YANG PANJANG. Kita harus hidup hari per hari dan tidak perlu memikirkan masa depan terlalu jauh. Beban hidup hari ini sudah cukup, jadi, tidak perlu kita menambahkannya dengan beban hidup hari esok. Tuhan Yesus mengingatkan, Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. (Matius 6:34) Tuhan meminta kita untuk tidak memikirkan beban hari besok bukan saja karena ini tidak baik buat kelangsungan hidup kita tetapi juga karena Ia ingin kita tahu dengan pasti bahwa Ia sudah memikirkan dan menangani beban hari besok.