Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menangis Bersama Anak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
Lengkap
GS : Pak Paul, kalau beberapa waktu yang lalu kita berbicara tentang "Tertawa Bersama Anak" tetapi memang kenyataan hidup ini membuktikan bahwa kita tidak selamanya bisa tertawa, anak-anak pun punya perasaan untuk bersedih dan sebagainya, kadang-kadang sebagai orangtua kita tidak tahu harus berbuat apa, Pak Paul, mungkin dalam perbincangan ini Pak Paul bisa memberikan masukan-masukan kepada kami sebagai orangtua khususnya tatkala anak mengalami kesedihan, kekecewaan dan sebagainya itu sebenarnya apa yang harus kita perbuat ?
PG : Yang pertama adalah kita mesti menyadari bahwa anak bersedih hati atas hal-hal yang sering kali berlainan dari hal-hal yang membuat kita bersedih hati, namun itu tidak penting. Yang pentin adalah bahwa anak bersedih hati, sama seperti kita dapat bersedih hati, anak pun dapat bersedih hati.
Intinya jangan sampai kita menyepelekan kesedihan hati anak dengan berkata, "Ah, begitu saja kamu menangis!", "Ah, begitu saja kamu sedih". Ya untuk kita memang tidak menyedihkan, karena fase kehidupan kita pun sudah berbeda, tapi buat si anak itu menyedihkan. Jadi langkah pertama untuk membantu anak atau mendampingi anak adalah kita mesti menyadari dulu kira-kira hal-hal apa yang membuat anak-anak bersedih hati. Yang pertama yang biasanya membuat anak-anak bersedih hati ialah kehilangan, misalkan kehilangan teman, temannya pindah, sekolahnya berbeda, itu bisa menyedihkan hati buat anak-anak, meskipun ia baru berusia misalkan 6 tahun, kelas I SD, II SD, kehilangan mainan kesayangannya, dia cari-cari, tidak ada dan dia menangis, biasanya kita berkata, "Masa menangis karena mainan hilang, tidak apa-apa nanti Mama belikan lagi". Nah, itu benda berharga untuk dia, sama seperti kita kehilangan seseorang yang berharga, kita pun akan sedih. Ini pun sama anak-anak akan sedih kalau barang yang disayanginya itu hilang, atau dia kehilangan misalkan perawatnya, pulang tidak ada lagi bersama dia. Sudah empat tahun bersama-sama, yang mendampinginya yang merawatnya sekarang tidak ada lagi, dia akan sedih. Mungkin orangtua tidak mengerti dan berkata, "Mengapa harus bersedih, 'kan ada Mama ada Papa". Tapi perawatnya itu sudah menjadi bagian dalam kehidupannya. Atau karena kematian kakeknya, neneknya, hal-hal itu juga akan sangat membuat anak-anak bersedih. Jadi yang sering kali membuat anak-anak bersedih biasanya yang pertama adalah kehilangan dan ini yang harus orangtua peka untuk dapat membacanya.
WL : Pak Paul, berkaitan dengan kesedihan karena kehilangan ini, kalau anak kehilangan salah satu orangtua karena berpisah atau bercerai, itu rasa kesedihannya lebih dalam atau tidak daripada yang tadi Pak Paul jelaskan.
PG : Biasanya lebih dalam, ya Bu Wulan, karena kalau orangtua bercerai itu akan menimbulkan sederetan perasaan yang saling bertentangan. Misalkan dia harus mencurahkan kasih sayangnya kepada sipa, Papa atau Mama ? Dia harus memihak pada siapa, Papa atau Mama ? Dia harus berbelas kasihan kepada siapa, Papa atau Mama ? Itu semua perasaan-perasaan yang berkecamuk dalam dirinya disamping dia sendiri kehilangan salah satu dari orangtuanya.
Itu sudah tentu membawa lebih banyak konflik dalam hidupnya, di satu pihak sedih kehilangan di pihak lain mungkin dia senang juga tidak ada orangtuanya supaya tidak berkelahi dan sebagainya. Itu saya kira hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua kalau mereka sampai harus berpisah atau bercerai.
GS : Kematian dari binatang yang dia sayangi kadang-kadang menimbulkan kesedihan yang mendalam juga, Pak Paul. Ada anak yang sampai beberapa hari sulit untuk diajak makan bersama karena kucingnya atau anjingnya meninggal, Pak Paul.
PG : Betul sekali karena itu telah menjadi temannya, benar-benar seorang sahabat buat dia, kucing atau anjingnya. Jadi kematian hewan peliharaan memang biasanya itu akan sangat menyedihkan anakdan tidak jarang orangtua pun, orang dewasa seperti kita masih mengingat saat kita kehilangan hewan peliharaan kita dan masih bisa kita meneteskan air mata waktu mengingat hal yang terjadi, waktu kita masih berusia misalkan 5, 6 tahun.
GS : Bagaimana dengan kekecewaan, Pak Paul?
PG : Sama ya, Pak Gunawan. Jadi anak-anak itu cukup sering bersedih hati karena kekecewaan. Misalnya teman yang diharapkannya hadir dalam pesta ulangtahunnya tidak hadir, sudah janji mau pergi ersama .....
tidak datang atau permintaan anak tidak dituruti oleh orangtuanya. Wah itu juga menyedihkan hati anak, dia kecewa atau harapannya untuk mendapatkan nilai yang baik tidak terpenuhi, nah dia juga akan kecewa. Rencananya untuk pergi dibatalkan karena satu hal atau yang lainnya, itu kekecewaan-kekecewaan yang berpotensi menyedihkan hati anak. Kalau kita lihat begitu, kita pekalah kita tahu dia sedih jangan kita mengecilkan makna kesedihannya, "Begitu saja sedih", jangan ! Tidak, memang dia sedih, kecewa karena hal yang dia harapkan tidak terwujud.
WL : Menurut Pak Paul, kekecewaan seperti itu perlu ada atau tidak supaya anak belajar bahwa dalam hidup ini, realita hidup yang benar-benar, sering kali kita menghadapi hal-hal yang memang tidak sesuai dengan yang kita inginkan atau sebaliknya sebagai orangtua kita berusaha menghindarkan anak dari kemungkinan kekecewaan, begitu Pak Paul ?
PG : Saya kira yang baik adalah ijinkan anak hidup alamiah, artinya hal-hal yang memang seharusnya terjadi dan mengecewakannya ya biarlah terjadi. Kita tidak seharusnya melindungi anak sedemikan rapatnya sehingga dia tidak bersentuhan dengan realita kehidupan.
GS : Ada anak yang merasa sedih, juga terjadi pada anak saya, ketika ditanya dia mengatakan, dia tidak diajak ketika teman-temannya pergi, nonton dan sebagainya dia ditinggalkan, dia merasa ditinggalkan, entah karena lupa diajak atau apa tapi dia sangat sedih sekali, Pak Paul.
PG : Wah itu sangat sangat menyedihkan, Pak Gunawan. Ini yang kita sebut sedih karena penolakan, nah anak-anak itu sedih dengan penolakan. Mungkin orangtua lebih bisa mengerti hal seperti ini,kita misalkan masuk ke sebuah kelompok dan kita mengharapkan kita diterima oleh kelompok tersebut tapi ternyata ya tidak, waktu mereka mengadakan kumpulan atau apa kita tidak diundang, kita akan merasa rasa tertolak tersebut, tapi bedanya kita sudah dewasa kita lebih bisa misalnya merasionalisasi dengan berkata, "Mungkin mereka ada urusan lain atau lupa atau apa", anak-anak belum bisa yang dia tahu adalah dia tidak diundang, dia tidak diajak.
Artinya apa ? Teman-teman atau saudaranya menolaknya. Misalkan ada sandiwara, tidak diajak main, teman-temannya diajak main; ada pertandingan olah raga, teman-temannya diajak masuk tim, dia tidak diajak masuk tim. Teman-temannya dimintai tolong, dia tidak. Itu semua pesan-pesan yang baginya merupakan penolakan dan ini menjadi alasan anak bersedih hati pula.
WL : Pak Paul, kenapa ada anak-anak yang berbeda. Saya ingat pengalaman saya dulu termasuk golongan seperti yang Pak Gunawan cerita, agak rentan juga cepat sedih kalau tidak diajak dan sebagainya, tapi saya perhatikan ada teman saya yang cukup berani, misalnya ada kerumunan di sana sedangkan saya tidak diajak, terus teman saya bisa saja terus masuk menghampiri kelompok tersebut dan berkata, "Eh, mau kemana sih, mau kemana, eh, saya kok tidak diajak ?" Dan dia bisa, OK dan akhirnya dia ikut, walaupun dia diajak karena terpaksa, akhirnya diajak juga oleh teman-temannya. Kalau saya kurang bisa seperti itu, Pak Paul.
PG : Saya kira ada unsur perbedaan kepribadian. Ada anak-anak yang memang berkepribadian lebih halus, lebih lembut, lebih peka. Ada yang memang lebih tegar, lebih 'tidak berperasaan'. Anak-ana yang lebih 'tidak berperasaan' memang rasa malunya juga kurang, rasa pekanya terhadap penolakan juga kurang akhirnya masuk saja dan menganggap itu biasa, tidak apa-apa.
Tapi untuk anak-anak yang lebih peka ya orangtua juga mesti lebih menyadarinya. Orangtua juga bisa memberikan penjelasan, jadi tidak hanya mengerti anaknya sedih, "Mungkin teman-teman tidak mengajak engkau karena memang mereka melihat ini bukan talentamu", jadi tidak ada salahnya orangtua memberikan masukan-masukan yang menyadarkan anak juga tentang realitas, sebab ini juga penting buat anak jangan sampai orangtua akhirnya hanyalah mendampingi anak dan memarah-marahi orang yang tidak mengajak anaknya pergi atau tidak mengajak anaknya terlibat dalam sandiwara sekolah atau apa. Sadari juga bahwa mungkin itu bukan talenta anak kita atau mereka lupa atau apa, itu kemungkinan-kemungkinan yang perlu kita munculkan sehingga anak-anak kita juga bisa melihat dari sudut pandang yang lain, tidak hanya melihat dari kacamatanya.
GS : Disengaja atau tidak, ya Pak Paul, entah teman-temannya entah kita sendiri sebagai orangtua, kata-kata kita bisa membuat anak kita sedih betul, marah, sedih dan sebagainya, begitu Pak Paul.
PG : Itu biasanya karena kata-kata kita yang menyerangnya, menjatuhkannya, menghakiminya, pertengkaran antara orangtua dan anak, itu sering kali memang membawa kesedihan pada anak-anak atau orngtua saling ribut, bertengkar antara Papa - Mama, anak-anak mendengar, melihat mereka bertengkar, anak-anak juga bisa sedih.
Kita telah lihat banyak sebetulnya sumber kesedihan anak dan sebagai orangtua kita mesti peka, jangan meremehkan, melecehkan anak waktu sedih, kita mesti akui inilah yang dirasakannya, setelah itu barulah kita nanti melakukan beberapa hal untuk dapat mendampingi anak.
WL : Apalagi selain mendengar secara verbal kata-kata yang tidak enak terus tambahan tangannya ringan, ya Pak.
PG : Itu juga tambahan menjadikan anak biasanya setelah dipukul akan menjadi sangat sedih sekali, maka penting setelah itu orangtua mendatangi anak, memberi penjelasan kenapa tadi sampai Papa aau Mama marah.
"Nah ini sebabnya, tapi sekarang tidak lagi, Papa tidak marah, Mama tidak marah, ayo kita makan, ayo kita pergi", kita peluk dia. Jadi perlu ada pendamaian setelah kita memarahi anak.
GS : Ya memang yang penting dalam perbincangan ini adalah bagaimana kita sebagai orangtua bisa menolong atau mendampingi anak kita yang sedang sedih, bagaimana Pak Paul ?
PG : Yang pertama adalah kita perlu memperlihatkan kesedihan kita pula melalui mimik, wajah kita atau bahasa tubuh kita. Ya jadi jangan sampai kita justru memperlihatkan wajah sinis, anak kita edih kita malah melecehkannya, "Begitu saja kamu sedih".
Wajah kita sinis sekali, wah itu benar-benar membuat anak kita terluka, tertusuk dan ada sebagian anak yang akan bertekad, "Lain kali kalau saya sedih tidak akan saya perlihatkan di hadapan orangtua saya, karena saya tidak mau dihina lagi", maka penting sekali orangtua peka dan setelah peka memperlihatkan kepekaannya itu. Sedih, anaknya sedih ya sudah wajah kita pun turut prihatin, bahasa tubuh kita pun turut prihatin, jangan sepertinya kita tidak peka, malah menyetel lagu yang keras-keras supaya anak kita senang. Tidak kalau dia sedang sedih, ya kita sedih, tunjukkanlah empati kita, "Saya pun turut bersedih, karena engkau sedang sedih".
GS : Ada orang yang beralasan dan ini memang sudah agak dewasa. Dia mengatakan, "Kalau saya ikut larut dalam kesedihan anak saya, dia tidak akan tertolong, dia akan tambah sedih", lalu seperti yang tadi Pak Paul katakan, diputarkan lagu keras-keras dan sebagainya tapi anaknya malah bersedih, begitu Pak Paul.
PG : Saya kira ada waktunya untuk bersedih. Sedih itu bukan sesuatu yang buruk, karena itu dalam Kitab Pengkhotbah pasal 3 pun dikatakan, "Ada waktunya tertawa, ada waktunya menangis". Memang da waktunya untuk orang-orang itu dan termasuk kita menangis, sedih hati, itu sesuatu yang alamiah.
Kalau memang harus bersedih karena kehilangan, kekecewaan ya itulah perasaan kita. Jadi yang penting kita mengakui perasaan itu, namun jangan sampai berlama-lama dalam perasaan itu misalkan lewat 1 jam atau lewat 2 jam nah kita harus terlibat dan kemudian berkata pada anak kita dan mengajarkannya dengan cara misalnya memberi penjelasan apa yang terjadi tadi, melihat sisi bagusnya dan sebagainya. Nah itu perlu kita lakukan namun setelah kita memperlihatkan keprihatinan atau kesedihan kita kepada anak kita.
WL : Mungkin itu fungsinya air mata ya. Tuhan menyediakan air mata sebagai sarana untuk kita bisa mengekspresikan kesedihan kita, tapi kalau saya perhatikan tuntutan orangtua termasuk juga masyarakat kepada anak laki dan kepada anak perempuan agak berbeda, ya Pak Paul ? Kalau anak laki menangis langsung dibentak atau dimarahi, "Cengeng kamu, kamu laki-laki tidak boleh menangis, begini - begini - begini." Kalau perempuan lebih ditolerir sehingga waktu dewasa lebih banyak pria yang sulit untuk turut sedih, mengekspresikan kesedihannya, begitu Pak Paul.
PG : Kadang saya ingin bertanya kepada ayah-ayah yang melarang anak lakinya menangis, "Kenapa Tuhan memberikan air mata kepada pria pula kalau memang dalam desain Tuhan pria itu seharusnya tida menangis ?" Sudah tentu air mata itu diberikan kepada semua manusia karena Tuhan tahu ini sesuatu yang sehat, yang baik, yang alamiah.
Kalau kita sedih ya kita ingin menangis dan air mata benar-benar mempunyai efek yang sangat menyembuhkan. Dengan kita menangis kita akan merasa lebih ringan, kita lebih merasa lega sehingga kita terangkat tidak ditindih lagi oleh kesedihan itu dari pada kita tidak menangis, kita coba-coba tahan diri kita tidak menangis tapi akhirnya kita ngamuk-ngamuk seperti banteng. Ya itu 'kan juga lebih menyusahkan. (WL :Lebih jantan mungkin, Pak). Ya mungkin dianggap lebih jantan, begitu !
GS : Bagaimana kalau kita tidak tahu dengan jelas alasan anak kita itu bersedih, Pak Paul ?
PG : Kalau memang tidak kita ketahui, sebaiknya kita bertanya, hanya saya ingin memberikan satu masukan dalam hal bertanya ini. Bertanyalah seperlunya waktu anak sedang sedih, jangan menginteroasinya, "Mengapa sampai begitu, kamu 'kan tahu" dsb.
Anak sedang sedih diinterogasi, ya susah. Jadi tanya saja seperlunya, "Apa yang terjadi ?" Terus dia ceritakan, lalu kita tanya lagi dan dia diam tidak mau menjawab. Sudah kita diam, kita hanya bersama dengan dia saja. Temani dia, lalu kita hanya berkata misalkan, "Mama juga sedih" atau "Papa juga sedih, Papa juga mengerti kalau mengalami seperti itu ya tidak enak". Jadi sekali lagi, tanya silakan tapi jangan berlebihan sehingga lebih seperti interogasi.
WL : Ada anak-anak tertentu yang agak sulit mengungkapkan isi hatinya, kesedihannya, terlebih lagi kalau memang kesedihan itu cukup dalam bagi dia pada saat itu, walaupun sudah ditanya dengan lembut, dia masih sulit mengungkapkan. Saya pernah baca ada bagusnya misalnya anak itu diajak menggambar, "Coba ungkapkan apa yang kamu rasakan lewat gambaran", atau disuruh menulis seperti menulis cerita ke diarinya, supaya lebih keluar apa yang terpendam itu, Pak Paul.
PG : Itu ide yang baik sekali. Ya bisa melalui tulisan, bisa melalui gambar, ada juga yang bisa menceritakannya itu melalui mainan, boneka atau apa. Jadi gunakan cara yang memang paling cocok utuk anak kita, tidak apa-apa.
Tapi pada intinya kita mau anak kita dalam kesedihannya bisa mengungkapkannya, baik melalui bahasa tulisan atau bahasa ucapan. Kenapa ? Sebab kalau dia tidak bisa membagi kesedihannya, hanya bisanya memendam saja, itu tidak sehat juga buat jiwanya. Kita mengerti ada anak yang dapat langsung bercerita, tapi ada anak yang perlu waktu baru bisa bercerita, tidak apa-apa. Kalau anak kita memang tipenya lebih introvert ya mungkin perlu waktu. Mungkin tidak pada menit ini, namun mungkin setengah jam kemudian dia bisa, jadi kita bisa berkata, "Kalau kamu tidak bisa ceritakan tidak apa-apa nanti mungkin setengah jam lagi Papa atau Mama kembali dan kita bisa omong-omong, apa yang menjadi masalahmu". Jadi setengah jam kemudian kita kembali dan kita tanyakan, "Bagaimana, bisakah kamu ceritakan sekarang ?" Jadi si anak kita latih untuk belajar menceritakan apa, mengeluarkan bebannya sehingga dia tidak terbiasa hanya menindih dirinya dengan beban-beban hidup.
GS : Ya itu buat kita orangtua membutuhkan kesabaran yang luar biasa kadang-kadang, Pak Paul. Kalau anak sedang menceritakan penyebab kesedihannya, sering kali kita memotongnya dengan memberikan saran atau memarahinya bahkan dan itu memutuskan cerita selanjutnya sebenarnya.
PG : Wah itu reaksi yang kita harus jaga, Pak Gunawan dan memang sering kali kita lakukan itu akhirnya kita bukan memberikan penghiburan malah memberikan pengguruan kepada anak kita dan itu tidk diinginkan.
Kita sendiri yang sudah dewasa bila sedang sedih, kita tidak ingin digurui, diberi nasihat-nasihat, "Seharusnya begini, mengapa begitu kamu", ya akhirnya kita tidak mau cerita lagi. Nah jadi yang harus kita lakukan, memberi penghiburan, kita berkata, "Ya mungkin ini kali tidak apa-apa tidak bisa ya, lain kali ayo kita coba mungkin bisa". Penghiburan-penghiburan seperti itu atau "Kali ini kita tidak bisa pergi, minggu depan kita bisa pergi ya, Papa janji minggu depan kita pergi". Nah itu penghiburan dari pada menggurui, "Kamu kenapa begini, harusnya kamu begini". Itu benar-benar mematahkan keinginan anak lain kali untuk bercerita kepada kita. Kadang-kadang orangtua tidak mengerti, lain kali dia bertanya anaknya tidak mau menjawab, dia marah, "Kok tidak mau menjawab ?" Padahal anak-anak tahu, percuma bicara karena setiap kali kami bicara akan digurui.
WL : Pak Paul, tadi nampaknya semua sarannya bagus-bagus, tapi mungkin bisa digunakan bagi keluarga yang masih cukup OK lah begitu istilahnya. Kalau misalnya bagi keluarga-keluarga yang taraf keributannya tiap hari, terus-menerus, mungkin agak sulit ya Pak Paul. Misalnya anak-anak ini sedih di gereja, di Sekolah Minggu, dia sedih waktu datang ke Sekolah Minggu, apa mungkin saran-saran ini juga berguna bagi guru-guru Sekolah Minggu, Pak Paul ?
PG : Ini ide yang baik sekali, Bu Wulan. Betul sekali, sebab memang yang berkecimpung dalam kehidupan anak bukan saja orangtua, tapi juga guru sekolah, guru Sekolah Minggu. Mungkin ini tips yan seharusnya juga dibagikan kepada mereka, sehingga mereka peka dengan keadaan anak dan bisa menjadi penolong yang tepat pada waktunya buat anak-anak itu, mendampingi dia, betul sekali itu.
GS : Pak Paul, kadang-kadang kita bisa mendapatkan alasan kesedihan anak ketika kita menanyakan, "Apa yang bisa saya lakukan untuk kamu ?" Jadi kesediaan diri untuk membantu dia dan akhirnya dia cerita.
PG : Itu baik sekali idenya Pak Gunawan. Jadi benar-benar kita datang dengan tulus, mau melakukan sesuatu dan kita menawarkan bantuan kita kepadanya, "Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu " Nah, ini memang mengundang anak untuk bercerita, sebab ia tahu orangtuanya mau melakukan sesuatu, meskipun sering kali pada akhirnya anak pun berkata, "Ya tidak ada apa-apa yang Papa atau Mama bisa lakukan" tapi dia sudah bercerita dan kenapa dia cerita ? Karena dia melihat itikad baik orangtuanya.
Jadi itu ide yang sangat bagus sekali, Pak Gunawan.
GS : Mungkin ada yang lain, Pak Paul ?
PG : Yang lain adalah bagikan pengalaman kita yang serupa agar anak tahu bahwa kita sungguh memahaminya dan ia pun dapat belajar dari pengalaman kita itu. Apakah kita selalu diterima orang ? Tiak, kita pernah ditolak.
Apakah kita selalu mendapatkan yang kita inginkan ? Tidak juga. Jadi waktu kita cerita tentang pengalaman kita pada masa terutama seusia dia, itu akan benar-benar mencelikkan matanya. Papanya atau Mamanya pernah kecil dan pernah mengalami yang sekarang tengah dialaminya. Apa yang Papa lakukan, apa yang Mama lakukan, nah itu menjadi pelajaran yang dapat diterimanya dengan mudah, karena dia sedang mengalaminya juga. Jadi sebagai orangtua jangan ragu untuk bercerita, namun jangan bercerita terlalu panjang, anak sedang sedih lalu diceritakan sejarah hidupnya selama 2 jam, jadi anak menjadi kesal.
GS : Ya memang itu kita mesti hati-hati sekali juga. Nah kalau tidak di mata anak seolah-olah kita menyombongkan diri kita sendiri, Pak Paul.
PG : Betul, atau kita bercerita bahwa kita tidak pernah seperti dia, justru kita menunjukkan betapa hebatnya kita dulu, sehingga kita tidak mengalami kesedihan seperti yang dialami oleh si anakini, tidak maksud saya ceritakanlah peristiwa kegagalan kita, kekecewaan kita pula dan kita katakan, "Saya pun mengalami itu".
Jangan tergesa-gesa berkata tapi saya tidak membiarkan diri saya kecewa. Papa langsung begini, begini, begini, ya anak tidak merasa dimengerti. Ceritakan dulu kita mengerti setelah itu baru kita bagikan, "Boleh atau tidak Papa berikan usulan buat kamu". "Boleh atau tidak Mama berikan usulan ini ?" Baru anak mau dengarkan.
GS : Bermanfaat atau tidak Pak Paul, kalau kita misalkan mengajak anak pada saat bersedih itu berdoa bersama atau lebih baik kita mendoakan dia dari tempat yang jauh, Pak Paul ?
PG : Sebaiknya kita memang melihat saat itu si anak sedang perlu apa ? Kadang-kadang saat itu si anak sedang perlu menyendiri dan kita katakan, "Tidak apa-apa kamu lagi mau menyendiri ya ?" Yasudah kita diamkan, nah misalkan anak kita sudah mulai besar kita katakan saja, "Papa doakan ya" atau "Mama doakan buat kamu", tapi kita doakan dari tempat yang jauh atau misalkan waktunya cocok anak kita sedang sedih, habis ngomong dan menangis, nah waktunya tepat sekali untuk kita berkata, "Ayo kita berdoa, ayo kita serahkan masalah ini kepada Tuhan".
Misalkan melibatkan temannya yang sedang mengalami musibah atau apa dan dia sedih, kita katakan, "Ayo kita doakan". Jadi doa itu perlu namun kita juga harus membaca situasinya, apakah mendoakan dari jarak jauh atau mendoakan dengan dia pada saat itu juga. Itu yang kita harus nanti bedakan.
GS : Pada saat-saat seperti itu yang saya pernah alami itu buat anak khususnya yang perempuan, sentuhan itu luar biasa bermanfaatnya, Pak Paul. Misalnya kita merelakan dia menangis di bahu kita atau dengan dirangkul, itu sangat menolong dan itu sangat memberikan kesan yang cukup mendalam.
PG : Itu indah sekali. Itu indah sekali, Pak Gunawan, kalau bisa terjadi pada waktu anak sedang sedih kita kemudian membuka tangan, mengundangnya untuk bisa meletakkan kepalanya kepada dada kita. Itu yang luar biasa indahnya.
GS : Pak Paul, apakah ada ayat Firman Tuhan yang mendukung pembicaraan kita ini ?
PG : Saya akan bacakan Filipi 4:13-14, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Namun baik juga perbuatanmu bahwa kamu telah mengambil bagian dlam kesusahanku".
Memang Paulus berkata Tuhanlah yang memberikan dia kekuatan sehingga dia bisa menanggung segala perkara. Itu betul sekali, itu fondasinya dalam kehidupan kita juga, tapi Paulus pun mengakui bahwa ternyata jemaat Pilipi telah berbuat baik kepadanya yang dia akui, yaitu "Kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku". Paulus membutuhkan kekuatan dari Tuhan, betul harus itu, tapi Paulus pun menerima perbuatan baik dari teman-teman yang mengasihinya sewaktu dia sedang mengalami kesusahan. Nah inilah yang kita juga harus lakukan kepada anak-anak kita, kita mendorong anak kita, mengajarkan anak kita datang kepada Tuhan, bersandar pada Tuhan untuk kekuatannya melewati masa-masa yang sulit dan menyedihkan. Tapi kita juga memberi contoh kita mau datang kepadanya memberikan bantuan yang dibutuhkannya tatkala dia sedang mengalami kesedihan atau kesusahan.
GS : Mungkin ada hal yang ingin saya tanyakan juga, Pak Paul. Di dalam satu keluarga yang anaknya lebih dari satu kadang-kadang saudara-saudaranya kurang bisa mengerti kalau ada salah satu saudaranya yang sedang susah terutama pada anak-anak, mereka ceria sekali tapi yang satu ini sedang susah, Pak Paul. Apa yang bisa kita lakukan ?
PG : Kita bisa mengajak anak yang lain itu berbicara tentang adiknya itu misalkan. Kita bisa berkata, "Saya melihat adikmu agak sedih ya, kamu melihat tidak hal itu ?" Misalkan dia mengatakan "idak", "O, saya lihat agak sedih, apakah dia berbicara pada kamu bahwa dia sedih ?" Jadi kita libatkan anak yang lain dan mengajaknya untuk melihat dengan lebih teliti, mencermati apakah benar-benar adiknya sedang sedih, sehingga dia akhirnya lebih bisa peka pada kondisi adiknya pula.
GS : Terima kasih banyak Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Wulan banyak terima kasih. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menangis Bersama Anak". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.