Membingkai Seks Secara Tepat

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T397B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Seks diciptakan Tuhan dengan tujuan yang mulia, namun seringkali manusia menyalahgunakannya sehingga seks kehilangan kemuliannya. Dan di zaman sekarang begitu mudah mendapatkan materi tentang pornografi. Sebagai orang tua, peran kita di dalam memberikan penjelasan tentang seks sangatlah DIHARUSKAN agar anak tidak salah mengerti tentang seks. Apa saja yang harus diajarkan? Di sini akan diajarkan 3 hal utama yang harus diajarkan kepada anak, agar anak memahami arti tentang seks secara benar.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Untuk dapat mengoperasikan produk barang baru secara tepat, kita harus membaca buku petunjuk yang dikeluarkan oleh perusahaan yang memproduksi barang tersebut. Jika kita tidak mengikuti petunjuk pemakaiannya, maka besar kemungkinan kita akan mengalami masalah. Demikian pulalah dengan seks. Oleh karena kita manusia--dan termasuk seks--adalah ciptaan Tuhan, maka kita harus melihat dan memakai seks sesuai dengan Buku Petunjuk Tuhan, yaitu Alkitab Firman Tuhan. Sebagai orang tua kita mesti mengajarkan tentang seks kepada anak secara tepat supaya setelah dewasa ia pun dapat hidup seturut dengan petunjuk Tuhan.

Hal pertama yang kita perlu ajarkan kepada anak adalah bahwa seks itu MULIA dan KUDUS. Mulia, dalam pengertian seks bukan hanya aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan fisik, seperti makan dan minum. Lebih dari sekadar pemenuh kebutuhan, seks adalah sarana yang digunakan Tuhan untuk meneruskan proses penciptaan manusia. Kita tahu bahwa penciptaan adalah tindakan Tuhan yang mulia untuk melahirkan karya yang mulia pula--sesuai dengan gambar Allah sendiri. Dalam artian inilah, seks merupakan sesuatu yang mulia.

Seks adalah kudus dalam pengertian, Tuhan memisahkan seks dari perbuatan lainnya dan menempatkannya di dalam naungan pernikahan. Sebagaimana pernikahan adalah kudus--dalam pengertian, pernikahan merupakan relasi yang eksklusif--maka seks pun kudus dalam pengertian yang sama. Kita tidak menikah dengan siapa pun yang kita jumpai; demikian pulalah kita tidak berhubungan seks dengan siapa pun yang kita sukai.

Pandangan atau konsep bahwa seks adalah mulia dan kudus bertolak belakang dengan gagasan yang bertebaran di dunia. Kita perlu menyadarkan anak bahwa besar kemungkinan ia akan dibombardir dengan pelbagai pandangan tentang seks, yang pada intinya mengatakan bahwa seks adalah aktivitas fisik belaka, sama seperti makan dan minum, atau bahwa seks adalah buat orang yang telah saling suka. Oleh karena adanya pertentangan ini maka ia--dan kita semua yang ingin menaati Tuhan--akan harus bergumul melawan gempuran dari luar.

Hal kedua yang kita perlu tanamkan kepada anak adalah bahwa seks berbobot sangat BERAT. Saya menyadari bahwa semua dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan namun pada kenyataannya dosa tidak memunyai bobot dampak yang sama. Itu sebabnya dampak dosa perkosaan tidak sama dengan dampak dosa pencurian--korban perkosaan acap kali harus mengalami trauma berat yang berkepanjangan. Itu juga sebabnya mengapa dampak dosa perzinahan tidak sama dengan dampak dosa dusta lainnya. Dan, itu pun sebab orang yang berpacaran kemudian putus namun sudah terlibat hubungan seksual akan mengalami dampak emosional yang jauh berbeda dari orang yang putus pacaran tanpa hubungan seksual.

Hal ketiga yang seyogianya kita ajarkan kepada anak adalah bahwa seks bukanlah tujuan melainkan HASIL dari tujuan yang telah dicapai. Di dunia ia akan mendengar gagasan bahwa seks adalah tujuan--tujuan dari berpacaran. Bagi sebagian orang, seks bahkan telah menjadi tujuan hidup itu sendiri--pikirannya terisi hanya oleh seks dan tidak ada yang terlebih penting daripada seks. Seks dimaksudkan Tuhan untuk menjadi hasil dan perayaan dari suatu kemenangan. Itu sebabnya dalam konteks pernikahan, seks menjadi wujud puncak dan perayaan kasih itu sendiri. Seks bukanlah kendaraan yang membawa kita kepada kasih--sebagaimana didengungkan oleh orang di dunia. Seks juga tidak membawa kita kepada komitmen; sebaliknya, komitmen membawa kita kepada seks. Itu sebab Tuhan menghendaki seks dilakukan dalam pernikahan karena di dalam pernikahanlah terdapat komitmen yang terdalam.

Di dunia mungkin ia akan mendengar celoteh teman yang mengajarkan bahwa seks akan membuat pria itu atau wanita itu mengasihinya dan berkomitmen kepadanya. Itulah dusta yang disebarkan iblis.

Firman Tuhan mengajarkan di 1 Korintus 7:4, Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya; demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi istrinya. Inilah bentuk penyerahan, kepercayaan, dan komitmen terdalam di antara manusia. Tidak ada penyerahan, kepercayaan dan komitmen sedalam ini di antara semua ikatan di dunia. Nah, di dalam penyerahan, kepercayaan, dan komitmen terdalam inilah seks berada dengan aman. Inilah rencana Tuhan mengaruniakan seks kepada kita.