Masalah Kuasa dalam Keluarga 1

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T191A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 

Dalam permasalahan orangtua, hampir dapat dipastikan anak menjadi korban yang tidak bersuara-yang sunyi. Dampak negatif pada anak biasanya barulah muncul di permukaan tatkala anak bertumbuh besar. Salah satu dampak masalah orangtua pada anak berkaitan dengan pengembangan kuasa atau otoritas dalam diri anak. Entah itu ayah atau ibu yang otoriter atau kedua-duanya tidak otoriter.

Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Dalam permasalahan orangtua, hampir dapat dipastikan anak menjadi korban yang tidak bersuara-yang sunyi. Dampak negatif pada anak biasanya barulah muncul di permukaan tatkala anak bertumbuh besar. Salah satu dampak masalah orangtua pada anak berkaitan dengan pengembangan kuasa atau otoritas dalam diri anak. Berikut akan dipaparkan asal-muasal dan relasinya dengan anak.

Penyebab Masalah
Seyogianya ayah menjadi pemegang tampuk otoritas tertinggi dan ibu terlibat dalam penggunaan otoritas. Sejak anak kecil seyogianya orangtua mulai menyalurkan kuasa kepada anak dalam bentuk perhatian dan pemenuhan kebutuhan anak. Anak yang menerima perhatian dari orangtua akan mengembangkan otoritas terhadap dirinya dan memperoleh "kuasa" atau kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup. Sebaliknya jika anak tidak menerima cukup kuasa, ia cenderung mengembangkan masalah di kemudian hari. Pada umumnya anak tidak menerima kuasa akibat beberapa faktor. Berikut ini akan dijabarkan beberapa penyebabnya, dampaknya pada anak, serta penyelesaiannya.

Ayah atau Ibu Otoriter
Dalam kasus orangtua otoriter, pada dasarnya orangtua menggunakan kuasanya secara berlebihan. Orangtua tidak menghargai pendapat anak dan tidak membuka pintu dialog. Biasanya ada dua reaksi yang dapat muncul pada anak:

  • Ia menjadi tidak berdaya. Pada diri anak yang tidak berdaya, ciri utamanya adalah sikap pasif dan rasa rendah diri yang kuat.
  • Kebalikannya, ia menjadi haus akan kuasa. Pada diri anak yang haus akan kuasa, ia menjadi pembangkang dan senantiasa berusaha melawan figur otoritas.

Orangtua tanpa Otoritas
Dalam keluarga ini, orangtua tidak memiliki kuasa sehingga kuasa didelegasikan kepada anak. Kehilangan kuasa atau otoritas dapat ditimbulkan oleh pelbagai sebab misalnya perbuatan orangtua yang menurunkan wibawa seperti berjudi dan mabuk-mabukan, atau orangtua dinilai rentan terhadap stres. Akibatnya anak dipromosikan menjadi pemegang kuasa pada usia yang terlalu dini.

  • Dalam kasus ini pada umumnya anak menjadi dominan dan ingin selalu mengatur orang lain. Ia sukar menerima pendapat orang dan berusaha memaksakan kehendaknya. Kepercayaan dirinya cenderung kuat dan biasanya ia mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat.
  • Ia rentan terhadap frustrasi. Sewaktu orang menolak uluran tangannya, ia cepat marah karena merasa tidak dihargai. Ia kerap merasa tidak dimengerti orang dan merasa dimanfaatkan-perasaan-perasaan yang dengan cepat membuatnya marah.

Orangtua Berebut Kuasa
Dalam keluarga ini, ayah dan ibu tidak mau mengalah dan masing-masing mempertahankan kuasanya. Tidak bisa tidak, pertengkaran sering terjadi dan anak terjepit di tengah. Kadang ia ditarik untuk berpihak pada ayah, kadang ia ditarik berpihak pada ibu.

  • Dampak terutama pada anak adalah rasa terhimpit yang membuatnya mudah terkena stres. Beban yang seringan apa pun mudah membuatnya tertekan.
  • Ia pun rawan terhadap ketegangan karena pertengkaran orangtua membuatnya alergi terhadap konflik. Selain itu, ia cenderung bingung dalam pengambilan keputusan akibat ketidaksesuaian paham di antara orangtuanya.

Keluarga Besar
Dalam keluarga ini,orangtua mempunyai banyak anak sehingga anak yang terkecil tidak mendapat perhatian yang cukup dan acap kali diperlakukan sebagai anak bawang. Kuasa orangtua lebih tersalur pada anak-anak yang lebih besar karena perhatian pun biasanya lebih tercurah pada anak-anak yang lebih besar. Orangtua menganggap semua baik-baik saja padahal anak terkecil tidak mendapat perhatian yang cukup. Pendapatnya tidak didengar dan keluhannya tidak diketahui.

  • Anak ini bertumbuh kembang tanpa kepercayaan diri sebab apa yang dikatakannya tidak ditanggapi dan dihargai.
  • Pada akhirnya anak ini menyimpan semua isi hati dan kebutuhannya serta mematikan perasaannya supaya ia tidak harus merasa kecewa. Perasaannya menjadi datar dan pemahaman akan dirinya terbatas. Ia hidup namun tidak sungguh-sungguh mencicipi hidup.

Penyelesaian

  • Mengingat bahwa masalah utamanya adalah anak-anak ini berkembang tidak memiliki "kuasa" atas hidupnya, upaya penyelesaian harus difokuskan pada pembangunan kuasa yang sehat dalam diri anak.
  • Kuasa diberikan kepada anak lewat pujian dan pengakuan akan apa yang diperbuat anak. Pada dasarnya anak ini perlu "dilihat" namun inilah yang terhilang pada masa kanak-kanaknya. Itu sebabnya kita harus memberinya pengakuan dan pujian agar ia mengetahui kekuatannya dan merasakan adanya kuasa atas dirinya.
  • Kuasa juga diberikan lewat batas atau pagar. Anak ini perlu mengetahui bahwa orang menghormati batas dirinya dan tidak akan masuk tanpa seizinnya. Kita perlu menolong anak ini untuk mengembangkan kemampuan berkata "tidak" kepada orang lain. Kita harus menolongnya mengetahui dan mempertahankan apa yang diinginkan dan tidak diinginkannya.
  • Kuasa juga diberikan lewat pembatasan, artinya ia pun perlu memperhatikan ruang geraknya sehingga tidak seenaknya masuk ke dalam ruang kehidupan orang lain. Ia harus menyadari bahwa orang lain pun mempunyai pagar pemisah dan bahwa ia harus menghormatinya.
  • Firman Tuhan mengingatkan, "Tetapi kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Kuasa dari Tuhanlah diperoleh dari kehidupan yang berserah penuh kepada-Nya. Dengan kuasa Tuhan kita dapat melakukan pekerjaan Tuhan sebab bukankah itu adalah tujuan Tuhan menempatkan kita di dunia ini?