Masalah Ego Pria

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T446A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Sebenarnya istilah ego berarti diri.Namun dalam perkembangannya, istilah ini dipakai untuk merujuk kepada sikap mementingkan diri. Dalam pembahasan kali ini penggunaan istilah ego diartikansebagai sesuatu yang kita kenali sebagai diri. Secara khusus saya akan menyoroti hal ego pada pria, yang sayangnya kerap berkonotasi negatif, terutama bila dikaitkan dengan keluarga. Apa yang perlu kita ketahui tentang ego atau diri pria?
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Sebenarnya istilah ego berarti diri. Namun dalam perkembangannya, istilah ini dipakai untuk merujuk kepada sikap mementingkan diri. Dalam pembahasan kali ini saya akan menggunakan istilah ego sebagai sesuatu yang kita kaitkan dengan dan kenali sebagai diri. Secara khusus saya akan menyoroti hal ego pada pria, yang sayangnya kerap berkonotasi negatif, terutama bila dikaitkan dengan keluarga.

Yang perlu kita ketahui tentang ego atau diri pria adalah :

(1)TERBENTUK LEWAT PERLAKUAN LINGKUNGAN. Pada masa kecil ego pria terbentuk dalam relasinya dengan orang tua dan setelah itu, ego pria terbentuk lewat interaksinya dengan teman maupun guru di sekolah. Nah, pada umumnya lingkungan--baik keluarga maupun guru dan teman di sekolah--memperlakukan anak lelaki sebagai diri yang kuat atau tangguh. Itu sebabnya mulai dari permainan sampai olahraga untuk anak lelaki, hampir semua bersifat fisik dan menuntut ketahanan serta kekuatan.

Sudah tentu perlakuan dan tuntutan lingkungan tidaklah salah. Kelebihan kekuatan fisik pria menjadikannya cocok berperan sebagai pelindung wanita dan anak-anak. Juga kelebihan fisik pria menjadikannya sanggup melakukan pekerjaan berat guna menafkahi keluarga. Tidak heran, sejak anak kecil lingkungan sudah mulai mempersiapkan anak lelaki untuk menjadi kuat dan tangguh sehingga pada akhirnya mampu mengemban peran sebagai PELINDUNG dan PENCARI NAFKAH bagi keluarga. Dalam prakteknya untuk menjadi kuat dan tangguh anak lelaki dibentuk untuk TIDAK MUDAH AMBRUK DALAM TEKANAN dan dapat BERTAHAN DALAM PENDERITAAN. Anak lelaki pun dibentuk supaya TIDAK GAMPANG MENYERAH--sebesar apa pun rintangan yang mesti dihadapi. Alhasil setelah besar anak lelaki mempunyai diri atau ego yang kuat dan tangguh--tidak mudah ambruk, tidak gampang menyerah dan tahan menderita.

(2) Cenderung KEHILANGAN KEPEKAAN TERHADAP PENDERITAAN DAN KELEMAHAN. Singkat kata untuk dapat bertahan dalam penderitaan dan sanggup menahan sakit maka anak lelaki terpaksa MENGABAIKAN penderitaan dan rasa sakit itu sendiri. Inilah yang membuat diri atau ego pria secara alamiah sulit memahami dan menyelami penderitaan dan rasa sakit. Tidak heran di dalam pernikahan, istri sering mengeluhkan KEKURANGTANGGAPAN SUAMI terhadap perasaan sedih atau sakitnya. Tidak jarang istri pun marah kepada suami karena suami bersikap tidak peka dan terlalu keras kepada anak. Nah, semua itu adalah akibat dari pembentukan diri atau ego pria yang mengharuskannya untuk tidak terlalu memberi perhatian terhadap perasaan--baik itu rasa sakit atau kesedihan.

(3) PEMBENTUKAN EGO JUGA MENGALAMI PENYIMPANGAN. Mari kita perhatikan kembali ketiga karakteristik ego pria yang telah kita bahas tadi: (a) tidak mudah ambruk dalam tekanan, (b) sanggup bertahan dalam penderitaan dan (c) tidak gampang menyerah dalam menghadapi rintangan.

Sesungguhnya tidak ada satu rumus atau tuntutan yang mengatakan bahwa untuk dapat kuat dan tangguh maka anak lelaki tidak boleh MENGAKUI bahwa ia tertekan, bahwa ia menderita dan bahwa ia tengah berjuang melawan rintangan. Sayangnya itulah yang dikomunikasikan oleh lingkungan kepada anak lelaki. Ia harus kuat dan tangguh tanpa boleh mengakui bahwa ia letih dan kesakitan. Penyimpangan yang terjadi adalah bahwa diri atau ego pria tidak semestinya mengakui adanya KELEMAHAN dan KEBUTUHAN.

Tidak heran dalam pernikahan masalah ini menjadi wilayah konflik. Sering kali istri mengeluh bahwa suami sulit meminta maaf, bahwa suami menuntut tapi tidak memberitahukan kebutuhannya dan bahwa suami marah bila dianggap tidak bisa. Ya, inilah akibat dari penyimpangan. Akhirnya untuk menjadi kuat dan tangguh, ego pria menjadi diri yang sulit mengakui kelemahan dan kebutuhan, padahal MENGAKUI tidak sama dengan MENYERAH.

(4) MEMBUTUHKAN PENEBUSAN KRISTUS YANG MENYEDIAKAN KEMERDEKAAN DAN KEKUATAN. Penebusan Kristus di kayu salib memberikan kepada kita, orang percaya, kehidupan yang baru. Di dalam kehidupan yang baru ini kita memperoleh--dan seyogianya--menikmati kemerdekaan untuk menjadi diri apa adanya. Kita tidak diselamatkan oleh karena perbuatan melainkan oleh karena kasih karunia Allah. Tuhan menerima kita apa adanya. Inilah kemerdekaan sejati.

Karya penebusan Kristus memberi KEMERDEKAAN kepada ego atau diri pria untuk menjadi diri apa adanya, lengkap dengan kelemahan dan kebutuhannya. Roma 5:8 mengingatkan, Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Kristus mati dan sudah menerima kita apa adanya bahkan sewaktu kita tidak kuat dan tidak tangguh--sewaktu kita lemah dan hampir menyerah.

Karya penebusan Kristus juga memberi KEKUATAN kepada ego atau diri pria untuk menjadi kuat dan tangguh menghadapi tekanan dan rintangan kehidupan. Pada saat lemah dan hampir menyerah, datanglah kepada Kristus dan Ia akan memberi kekuatan. Singkat kata sewaktu kita mengakui kelemahan dan kebutuhan, justru di saat itulah Tuhan mengaruniakan kekuatan kepada ego atau diri pria. II Korintus 4:7 meneguhkan, Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. Ya, sesungguhnya kita adalah bejana untuk Tuhan, yang terbuat dari tanah liat.