Keterampilan Untuk Mengampuni

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T354A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Ketika kita berdosa dan kita datang mohon pengampunan-Nya, maka dosa kita diampuni. Namun ketika orang bersalah kepada kita, tidak mudah bagi kita memaafkannya apalagi kalau masalahnya begitu sulit untuk dimaafkan. Nah, untuk itu kita harus terus belajar memaafkan, kapan kita harus belajar dan bagaimana kita memelajarinya? Disini diulas mengenai keterampilan memaafkan.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan

Salah satu karakter yang penting dimiliki adalah KARAKTER PENGAMPUN. Relasi kita dengan Tuhan berpijak pada pengampunan yang dianugerahkan-Nya lewat pengorbanan-Nya di kayu salib. Itu sebabnya, Tuhan Yesus pernah berkata dengan tegas, bila kita tidak mengampuni orang, maka Bapa di surga tidak akan mengampuni kesalahan kita pula. Singkat kata, oleh karena kita telah menerima pengampunan, maka kita pun mesti menjadi orang yang mengampuni.

Pertanyaannya adalah, apakah karakter pengampun adalah suatu karakter yang tumbuh begitu saja—tanpa keterlibatan peran manusia sama sekali ? Ternyata, karakter pengampun adalah karakter yang ditumbuhkan oleh Roh Kudus, baik secara internal—melalui Firman Allah—maupun secara eksternal yakni melalui manusia. Dengan kata lain, TUHAN MEMAKAI KITA untuk saling menumbuhkan karakter pengampun. Berikut akan dipaparkan bagaimanakah kita dapat menumbuhkan dan belajar memiliki karakter pengampun.

  • Sama seperti karakter lainnya, masa terbaik untuk mempelajarinya adalah PADA MASA KECIL. Pada masa pertumbuhan, jiwa masih lunak dan mudah dibentuk. Selain dari itu, apa pun yang dipelajari pada masa kecil, cenderung bertahan sampai pada masa dewasa.
  • Oleh karena masa terbaik memelajarinya adalah pada masa kecil, orang yang paling berkesempatan mengajarkannya adalah ORANG TUA. Dan, oleh karena orang tua adalah orang yang paling terlibat dalam diri anak, maka orang tua adalah orang yang PALING BERPENGARUH BESAR dalam pertumbuhan karakter anak.

    Orang tua mengajarkan sifat pengampun kepada anak melalui pelbagai cara, salah satu di antaranya dan mungkin yang paling efektif adalah lewat CONTOH LANGSUNG YANG BERKAITAN DENGAN SI ANAK SENDIRI. Misalkan, sewaktu anak melakukan kesalahan, daripada langsung menghukumnya, orang tua dapat menanyakan dengan teliti apa yang terjadi dan mengapa sampai terjadi. Setelah itu orang tua dapat menanyakan perasaan si anak. Jika anak menyatakan penyesalannya, orang tua dapat mengatakan bahwa kesalahannya diampuni dan bahwa ia tidak akan dihukum. Sudah tentu ini tidak berarti bahwa setiap kali anak berbuat kesalahan, orang tua terus membebaskannya dari penghukuman. Adakalanya kita tetap harus memberinya sanksi supaya ia dapat mengembangkan sifat bertanggung jawab.

    Sewaktu mengajarkan tentang karakter pengampun, tidak bisa tidak, kita pun mesti menghubungkannya dengan kemarahan dan dendam. Ketika disakiti kita bereaksi marah dan kecenderungan alamiah adalah membalas menyakiti. Kita dapat menjelaskan bahwa reaksi sakit adalah reaksi yang wajar dan manusiawi. Jadi, langkah pertama mengampuni adalah MENGAKUI RASA SAKIT DAN MARAH YANG TIMBUL. Inilah yang perlu disampaikan kepada anak.

  • Langkah kedua adalah MENAHAN DIRI UNTUK TIDAK MEMBALAS sebagai wujud ketaatan kita kepada perintah Tuhan yang melarang kita untuk membalas. Tuhan telah mengambil alih hak untuk membalas oleh karena Ia adalah satu-satunya Hakim yang Adil. Dengan kata lain, hanya Tuhan yang dapat membalas dengan tepat. Tuhan pun meminta kita untuk menyerahkan masalah pembalasan ini kepada-Nya sebab Ia adalah pembela kita. Ia tidak tinggal diam dan Ia pasti bertindak.
  • Langkah ketiga adalah berdoa bagi orang yang telah menyakiti kita. Tuhan Yesus memerintahkan, "Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:45 Kita perlu menjelaskan kepada anak bahwa BERDOA ADALAH AWAL SEKALIGUS KEKUATAN UNTUK MENGAMPUNI. Jadi, selalu mulai dengan berdoa, termasuk mendoakan orang yang telah melukai kita.
  • Terakhir, sesungguhnya sifat mengampuni bertunas di HATI YANG PENUH KASIH. Firman Tuhan mengingatkan tentang kasih Allah yang tak terbatas, "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45)

Singkat kata kita mesti menekankan kepada anak untuk tidak menyoroti kelemahan orang melainkan lebih memfokuskan pada kebaikannya, untuk tidak cepat marah terhadap sikap orang melainkan berusaha untuk mengerti mengapa ia bersikap seperti itu, serta lebih memberi kesempatan kepada orang untuk belajar dari kesalahannya. Sikap seperti ini akan memudahkan kita untuk mengampuni orang. Sebaliknya bila hati cepat marah dan tersinggung, kritis terhadap kelemahan orang, serta menuntut orang untuk bersikap seperti yang kita inginkan, maka kita pun akan mengalami kesukaran untuk mengampuni.