Hadiah Terbaik Untuk Anak 2

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T589B
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Ketahui apa yang penting dalam hidup ini, hidup terbuka apa adanya, berhati-hati dengan tuntutan dan pengharapan bukan hanya kepada anak tapi juga kepada pasangan, harus realistik, tempatkan masalah di porsi yang tepat, kesalehan dan kerukunan berdiri atas pandangan dan respons yang tepat terhadap masalah, mulai dengan diri sendiri.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

Pertanyaannya adalah, bagaimanakah kita menjaga kesalehan dan kerukunan di dalam pernikahan? Ada beberapa saran yang dapat diberikan. Pertama, kita harus tahu dengan jelas, apakah yang penting dalam hidup ini. Banyak ketidakrukunan bersumber dari ketidaksamaan nilai kehidupan; apa yang penting bagi kita ternyata tidak penting bagi pasangan. Sudah tentu di dalam hidup ada 1001 hal yang kita anggap penting; jadi, menyelaraskan semuanya tentu tidak mudah. Namun pada akhirnya kita mesti mengerti apa yang penting di mata Tuhan dan menjadikannya tolok ukur bersama. Jadi, mungkin buat kita penting tetapi bila di mata Tuhan, tidak penting, maka kita mesti bersedia menjadikannya tidak penting. Apabila kita berdua dapat memahami isi hati Tuhan dan bersedia menjadikan kehendak-Nya sebagai otoritas tertinggi, maka kita akan lebih dapat mencocokkan perbedaan nilai kehidupan kita. Dan nilai-nilai inilah yang nantinya akan kita teruskan kepada anak, baik secara terencana atau pun tidak. Ingatlah bahwa anak belajar paling banyak bukan dari perkataan melainkan dari perbuatan kita, orangtuanya. Jadi, jangan sampai kita mengatakan satu hal namun melakukan yang lain sebab yang akan diserap anak bukan perkataan melainkan perbuatan kita. Sebagai contoh, bila kita mementingkan materi, maka anak pun akan menyerap nilai hidup ini dan menekankan materi dalam hidupnya. Atau, jika kita menekankan kenikmatan, maka anak akan menyerap nilai hidup ini dan mengejar kenikmatan. Sebaliknya, bila kita mementingkan kasih kepada Tuhan dan sesama, maka anak akan menyerapnya pula. Apabila kita menekankan pentingnya hidup dalam kasih dan ketaatan kepada Tuhan, bukan saja anak akan menyerap pentingnya kasih dan ketaatan, kehidupan kita pun akan lebih rukun dan damai.

Kedua, kita harus hidup terbuka, apa adanya, sehingga tidak hidup terbelah dan tidak konsisten. Walau kita berusaha hidup kudus tetapi kadang kita gagal sebab kita adalah manusia berdosa. Kehidupan yang tranparan adalah kehidupan yang riil, tidak ditutupi dan tidak dipoles agar tampak lebih indah dari aslinya. Ketika anak melihat kehidupan kita yang terbuka, apa adanya, maka anak akan lebih terbuka menerima kenyataan bahwa hidup berkenan kepada Tuhan adalah suatu pergumulan dan proses yang berjalan seumur hidup. Konsepnya akan hidup saleh akan mendarat dan ia pun akan lebih berani membuka diri kepada kita. Di dalam alam keterbukaan, kita pun akan lebih dapat hidup rukun. Kita tidak menutupi apalagi berbohong karena tidak perlu. Kita saling menerima dan mendoakan; alhasil kita hidup jauh lebih ringan dan merdeka. Sebaliknya, bila kita tidak dapat hidup terbuka dan mendarat, kita akan saling menuntut untuk sempurna dan tidak memberi ruang bagi kegagalan. Ini akan membuat hidup sarat dengan tekanan dan keharusan, kondisi yang subur lahirnya konflik. Tidak jarang anak yang dibesarkan dalam suasana tuntutan, merasa tidak diterima apa adanya dan takut menceritakan pergumulan hidupnya. Akhirnya anak akan belajar memilah hidup. Akan ada lembaran hidup yang diperlihatkannya kepada orangtua, dan akan ada yang disembunyikannya. Di luar rumah pun ia akan berbuat sama: ada yang diperlihatkan, ada yang disembunyikan. Hidupnya terbelah dan tidak konsisten.

Ketiga, kita mesti berhati-hati dengan tuntutan dan pengharapan, baik terhadap pasangan maupun anak. Jangan sampai kita menuntut dan mengharapkan sesuatu yang kita sendiri tidak sanggup lakukan. Kadang kita takut ia akan mengikuti jejak hidup kita yang tidak terlalu baik. Jadi, kita menuntut berlebihan, sedang kita sendiri gagal dan tidak sanggup melakukannya. Ini tidak baik. Pada akhirnya anak memberontak dan marah karena kita dianggapnya, munafik. Kita pun mesti berhati-hati dengan tuntutan dan pengharapan yang kita embankan pada pasangan. Makin tinggi dan tidak realistik, makin menimbulkan pertengkaran. Sebaliknya, makin kita menerima dan mengerti pasangan apa adanya, makin rukun hidup kita berdua. Pada akhirnya kita mesti menerima kenyataan bahwa perubahan adalah suatu kemewahan alias jarang terjadi dan tidak mudah. Jadi, daripada berusaha mengubah pasangan sesuai kriteria kita, lebih baik terima dirinya apa adanya dan kompensasikan kekurangannya.

Keempat, mungkin kita tidak dapat menyelesaikan masalah besar, tetapi setidaknya kita dapat menempatkan masalah kecil di porsi yang tepat—kecil. Dengan kata lain, belajarlah untuk tidak mempersoalkan hal kecil. Kesalehan dan kerukunan berdiri di atas pandangan dan respons yang tepat terhadap masalah. Pada umumnya kebanyakan masalah dalam pernikahan adalah dikarenakan hal-hal sepele. Memang hal kecil yang terjadi berulang-kali tetap mengganggu tetapi selalu ingatkan bahwa itu adalah hal kecil. Apabila kita dapat tidak menghiraukan hal kecil, maka kita akan dapat menghilangkan, mungkin 80% pertengkaran.

Amsal 14:8 mengingatkan, "Mengerti jalannya sendiri adalah hikmat orang cerdik, tetapi orang bebal ditipu kebodohannya." Mengerti jalan sendiri berarti dapat melihat diri dan mengakui kesalahan dan kekurangan serta bersedia untuk belajar, mengubahnya. Kita hanya dapat hidup rukun bila kita mengerti jalan sendiri. Sebaliknya, kita tidak akan dapat hidup rukun, jika kita hanya "mengerti" jalan pasangan saja.