Ditipu Orang Dililit Utang

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T467A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Persoalan hidup bisa ditimbulkan oleh orang lain namun kadang juga bisa ditimbulkan oleh diri sendiri. Salah satu masalah hidup yang sering terjadi adalah yang berkaitan dengan uang atau utang piutang. Tak jarang masalah ini berujung pada masalah lain termasuk jeratan hukum. Berikut akan dibahas beberapa prinsip Alkitab yang berhubungan dengan utang piutang.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Hidup penuh persoalan. Kadang persoalan ditimbulkan oleh orang lain, tetapi adakalanya oleh diri sendiri. Salah satu persoalan hidup yang kadang terjadi adalah masalah yang berkaitan dengan uang. Karena percaya, maka kita bekerja sama dengan orang atau meminjamkan uang kepada orang. Sayangnya orang tersebut menyalahgunakan kepercayaan yang kita berikan. Uang tidak kembali dan kita kesulitan menagihnya. Atau, sebaliknya, karena terdesak kita meminjam uang namun kita tidak dapat melunasi utang sehingga terlibat masalah hukum. Berikut akan dipaparkan beberapa prinsip Alkitab yang berhubungan dengan uang.
  1. Tuhan menghendaki kita untuk memeroleh uang dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Amsal 10:2 mengingatkan, "Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut." Ada orang yang terlilit utang karena ketidaksengajaan tetapi ada orang yang menjadikan utang sebagai profesinya. Ia meminjam uang atau menjanjikan sesuatu yang ia tahu, ia tidak akan dapat melunasinya. Dengan kata lain, ia dengan sengaja menipu. Inilah kefasikan dan ini akan berakhir dengan maut, janji Firman Tuhan.
  2. Tuhan tidak melarang kita untuk meminjamkan, tetapi Ia lebih mendorong kita untuk memberikan. Sudah tentu konteks meminjamkan di sini adalah meminjamkan secara pribadi, bukan meminjamkan secara professional melalui institusi simpan-pinjam yang resmi. Amsal 11:25 mengingatkan, "Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Dari pada kita terlibat utang-piutang, lebih baik kita memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Namun kita mesti membedakan antara "membutuhkan" dari "memanfaatkan" dan "menipu." Ada orang yang terus "membutuhkan" karena hidup tidak bertanggungjawab sehingga terus memanfaatkan dan menipu orang. Nah, kepada orang seperti ini kita tidak perlu memberikan apa-apa. Kadang kita bingung menjawab orang yang meminta bantuan kepada kita sebab kita tidak ingin melanggar Firman Tuhan. Matius 5:42 berkata, "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam daripadamu." Nah, sering kali kita berpikir bahwa Tuhan menghendaki kita untuk memberi dan meminjamkan tanpa batas sama sekali. Sesungguhnya tidaklah demikian. Mari kita lihat Matius 6:3, "Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." Nah, memberi sedekah di sini bermakna memberi kepada yang membutuhkan.
  3. Tuhan meminta kita untuk berhati-hati dalam memercayai orang. Amsal 12:26 berkata, "Orang benar mendapati tempat penggembalaannya, tetapi jalan orang fasik menyesatkan mereka sendiri." Ayat ini dapat pula diterjemahkan, "Orang benar berhati-hati dalam persahabatan." (A righteous man is cautious in friendship.) Dengan kata lain, kita hanya dapat tiba di tempat tujuan—tempat penggembalaan—bila kita berhati-hati dan hidup benar. Jika kita hidup dalam dosa dan tidak berhati-hati memilih teman, maka kita akan tersesat. Tidak semua orang dapat dipercaya, itu sebab kita mesti berhati-hati. Ada orang yang berteman khusus untuk memerah kita, jadi, pilihlah teman dengan bijak. Amsal 14:15 mengingatkan, "Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya." Kata "tak berpengalaman" dapat pula diterjemahkan simpel alias sederhana, mudah percaya. Nah, Tuhan menghendaki kita bijak, dalam pengertian, berhati-hati, tidak begitu saja percaya pada bujukan atau rayuan orang. Mulut yang manis dan rohani belum tentu mencerminkan hati yang tulus dan takut akan Tuhan.
  4. Tuhan menghendaki kita untuk membayar utang sampai lunas. Matius 5:25-26 mengingatkan, "Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan kedalam penjara. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas." Tuhan adalah Allah yang penuh dengan kasih karunia—Ia pengampun dan pemurah. Namun Tuhan juga adalah Allah yang adil — Ia menuntut dan menegakkan keadilan. Itu sebabnya Ia menghendaki kita anak-anak-Nya untuk hidup dalam keadilan—dalam hal ini, keadilan adalah membayar utang. Tuhan juga tidak mau melihat anak-anak-Nya hidup tidak bertanggungjawab: cepat mengutang, lambat melunasi. Itu sebabnya Ia mengingatkan bahwa hukum akan menimpa orang yang ingkar janji dan menolak melunasi utang. Roma 13:8 menegaskan, "Janganlah kamu berutang apa-apa kepada siapa pun juga tetapi hendaklah kamu saling mengasihi." Jadi, bila kita berutang, tunjukkanlah niat baik untuk melunasi utang dengan cara membayar sedapatnya secara teratur. Tuhan melihat dan menuntut pertanggungjawaban.
  5. Tuhan menghendaki kita hidup sesuai dengan kondisi dan Ia berjanji memberkati jerih payah yang kita keluarkan. Amsal 12:9 berkata, "Lebih baik menjadi orang kecil tetapi bekerja untuk diri sendiri daripada berlagak orang besar tetapi kekurangan makan." Dan Amsal 14:23 mengingatkan, "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja." Kita mesti berdisiplin untuk hidup sesuai dengan kondisi. Jangan sampai kita tergoda untuk hidup di luar kemampuan. Kerjakan bagian kita; Tuhan berjanji untuk memberkati jerih payah dan mencukupkan kebutuhan kita. Jadi, hiduplah apa adanya; nikmati berkat Tuhan dan bersyukurlah atas pemeliharaan-Nya.