Berpacaran Perhatikan Kecocokan I

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T389A
Nara Sumber: 
Pdt. Dr. Paul Gunadi
Abstrak: 
Kendati ada pelbagai penyebab mengapakah pernikahan berakhir di usia dini, namun mungkin sekali penyebab utamanya adalah karena KURANGNYA PERSIAPAN. Ada banyak pasangan muda yang memasuki pernikahan tanpa mengetahui--apalagi menyelesaikan--tugas berpacaran. Salah satu fase yang harus ditempuh dalam proses berpacaran adalah memperhatikan kecocokan, baik kecocokan nilai maupun kecocokan kepribadian.
Audio
MP3: 
Play Audio: 
Ringkasan
Hal berikut tentang kecocokan yang layak diperhatikan pada masa berpacaran adalah nilai kehidupan atau hal apakah yang penting bagi kita. Sudah tentu tatkala kita menetapkan hal apakah yang penting bagi kita, pada saat bersamaan kita pun menetapkan hal apakah yang tidak penting bagi kita. Nah, inilah yang perlu diperhatikan pada masa berpacaran. Sering kali perbedaan nilai menjadi masalah yang akhirnya meretakkan relasi. Alasannya jelas: Nilai kehidupan mempengaruhi banyak hal, termasuk (a) keluarga, (b) pergaulan, dan (c) keuangan. Mari kita perhatikan ketiga hal ini dengan saksama.

Keluarga. Yang saya maksud dengan keluarga adalah hubungan dengan keluarga asal dan hubungan di dalam keluarga sendiri. Pada masa berpacaran kita mesti mulai memperhatikan relasi pasangan dengan keluarga asalnya. Ada yang bersikap tidak peduli, ada yang bersikap memperhatikan, dan ada pula yang bersikap mendewakan. Ada yang yang tidak peduli karena masa lalu yang tidak menyenangkan namun ada pula yang tidak peduli karena memang hidup hanya untuk diri sendiri. Ada yang bersikap mendewakan, dimana keluarganya adalah segala-galanya baginya. Benar atau salah pasti dibelanya dan tidak seorang pun yang boleh mengkritik keluarganya. Ia sangat erat dengan keluarganya dan mereka pun sangat terlibat dalam kehidupannya. Singkat kata, masing-masing merasa berhak untuk tahu dan ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing. Dan, ada yang bersikap memperhatikan, dalam pengertian ia mempunyai hubungan yang dekat dengan keluarganya namun ia bisa bersikap obyektif. Ia tidak bersikap membabi buta membela keluarganya tetapi ia pun tidak bersikap masa bodoh terhadap mereka. Singkat kata, ia adalah diri yang terpisah dan mandiri. Tanpa penjelasan pun kita dapat melihat bahwa dari ketiganya, sikap yang paling baik adalah yang terakhir--memperhatikan keluarga. Salah satu tugas pernikahan adalah membangun keluarga dan ini hanya dapat dilakukan jika keluarga asal tidak terlalu mencampuri urusan dalam keluarga kita sendiri. Sebaliknya, kita pun tidak mau pasangan tidak peduli dengan keluarga asalnya sama sekali sebab ketidakpedulian ini mungkin sekali akan diembankan kepada kita. Maksudnya, ia pun akan menuntut kita untuk lepas secara total dari keluarga asal kita. Jadi, penting bagi kita untuk memperhatikan relasi pasangan dengan keluarga asalnya. Jadi, jangan sepelekan hal ini. Ada begitu banyak data yang dapat kita peroleh tentang siapakah pasangan dan seperti apakah ia nanti dalam pernikahan lewat pengamatan terhadap relasinya dengan keluarga asalnya.

Jika kita bertanya kepada pasangan, Apakah engkau mementingkan keluarga? sudah tentu ia akan menjawab, Saya mementingkan keluarga. Namun sebagaimana kita ketahui ada begitu banyak ayah atau ibu yang tidak mementingkan keluarga. Mereka mungkin sibuk mengejar ambisi pribadi atau mereka mungkin lebih menikmati menghabiskan waktu dengan teman di luar ketimbang dengan keluarga sendiri. Sebaliknya ada pula orang yang mendewakan keluarganya. Mereka sangat protektif dengan keluarganya sehingga tidak ada seorang pun yang boleh mengkritik keluarganya. Sudah tentu pernikahan dan keluarga yang seperti itu akan menjadi pernikahan dan keluarga yang tertutup. Akhirnya kita tidak terbuka terhadap komentar luar sama sekali dan ini berarti, kita pun menjadi orang yang seperti itu--sukar dikritik. Sudah tentu yang baik adalah sikap yang memperhatikan keluarga, tetapi tidak mendewakan keluarga.

Pergaulan. Apakah yang penting atau tidak penting bagi kita akan mempengaruhi pergaulan kita ? Sebenarnya tanpa kita sadari di dalam diri kita masing-masing terdapat sebuah sistem nilai yang menentukan siapakah yang kita anggap teman. Nah, sebagaimana kita ketahui kita adalah makhluk sosial yang memerlukan teman. Kita adalah perpanjangan pergaulan kita dan sebaliknya, teman adalah perpanjangan diri kita pula. Di dalam masa berpacaran kita harus mulai melihat apakah pasangan mempunyai kesamaan nilai dalam memilih teman. Pada umumnya kita bertemu dengan pasangan di dalam lingkup pergaulan yang sama, misalkan di gereja atau di sekolah. Nah, oleh karena kita bertemu di dalam lingkup sosial yang sama, kita pun langsung berasumsi bahwa pasangan mempunyai nilai yang sama dalam menentukan pertemanan. Masalahnya adalah, belum tentu demikian. Kenyataan ia dan kita berada di dalam lingkup sosial yang sama belum tentu mencerminkan nilai yang sama. Sering kali di dalam konteks gereja dan sekolah, kita tidak selalu mempunyai kesempatan untuk memilih teman pribadi lepas pribadi sebab mereka masuk ke dalam hidup kita satu paket dengan kegiatan yang kita lakukan. Misalkan, kita adalah anggota paduan suara. Nah, di dalam paduan suara itu kita akan bertemu dan bergaul dengan banyak orang. Namun sesungguhnya, bila kita diberikan kesempatan untuk memilih, belum tentu kita mau bergaul dengan semuanya dalam kapasitas teman. Itu sebabnya dalam masa berpacaran kita mesti memperhatikan dengan jeli, sistem nilai yang ada pada diri pasangan. Tangkaplah sistem nilai ini dari perkataannya sewaktu mengomentari seseorang. Perhatikanlah, siapakah yang menjadi fokus perhatiannya dan dihormatinya dan siapakah yang tidak.

Mari kita berhenti sejenak. Mohon diperhatikan bahwa saya tidak mengatakan bahwa kita harus mempunyai sistem nilai yang persis sama dalam memilih teman. Namun, sekali lagi, perbedaan itu haruslah kecil dan kesamaannya haruslah besar. Sebab, jikalau tidak demikian, mustahil bagi kita untuk dapat hidup di dalam lingkup sosial yang sama.

Keuangan. Salah satu sumber konflik dalam keluarga adalah masalah keuangan. Ada begitu banyak hal yang mesti diputuskan yang berkaitan dengan uang. Tidak heran masalah uang akhirnya menjadi ladang subur pertengkaran--bila kita tidak memiliki kecocokan nilai. Itu sebabnya pada masa berpacaran kita mesti mulai memperhatikan hal ini dengan saksama. Pada umumnya sebagai anak Tuhan kita sampai pada kesimpulan bahwa (a) uang adalah penting tetapi (b) uang bukanlah segalanya. Masalahnya adalah di dalam kenyataannya ternyata penerapannya tidaklah semudah itu. Sebagaimana kita ketahui uang adalah sarana semata--alat untuk membeli sesuatu. Nah, di sinilah letak masalahnya. Ternyata kita tidak selalu seia sekata dalam hal ini: Membeli apa dan untuk apa ? Dengan kata lain, masalahnya adalah pengeluaran uang itu sendiri. Ada yang tidak mementingkan rumah atau kendaraan tetapi mementingkan pendidikan anak. Rumah dan kendaraan boleh kelas dua tetapi sekolah anak mesti kelas satu. Mungkin kita setuju dengan nilai bahwa rumah dan kendaraan kelas dua, tetapi kita tidak setuju dengan sekolah harus kelas satu. Buat kita pendidikan anak tidak apa kelas dua selama ia dapat menikmati masa bersekolahnya. Di sini dapat kita lihat bahwa sebetulnya baik kita maupun pasangan sama-sama memikirkan kepentingan anak--masa depannya-- namun kita tidak sepaham. Penyebabnya jelas: Kita memikirkan kepentingan yang berbeda. Pasangan memfokuskan pada pengasahan otak anak sedang kita memperhatikan pertumbuhan jiwa anak.

Berdasarkan contoh sederhana ini kita dapat melihat betapa kompleksnya perihal uang. Tidak heran dampak ketidakcocokan nilai menyangkut uang juga berdampak besar. Itu sebab penting dalam masa berpacaran kita mulai memperhatikan nilai yang terkandung di dalam diri pasangan. Ada yang berlatar belakang susah sehingga sekarang bertujuan dan berikhtiar keras untuk hidup senang. Ada yang terbiasa hidup senang, sehingga terlalu menggampangkan uang. Ada yang terbiasa hidup keras sehingga sukar bermurah hati.

Kita terbiasa berpikir bahwa kita harus mencari uang. Sebenarnya bukanlah uang yang harus kita cari melainkan kerajaan Allah beserta kebenarannya, sebagaimana dicatat di Matius 6:33, Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah beserta kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Jadi, perspektif yang benar adalah kita bekerja dan memaksimalkan potensi yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Uang adalah imbalan dari kita bekerja semata. Sekali lagi, hidup bukan untuk mencari uang; kita hidup untuk mencari kerajaan Allah beserta kebenarannya. Dan, Allah berjanji, bukan saja Ia akan mencukupi, tetapi Ia juga akan menambahkan. Apabila kita mencari kerajaan Allah beserta kebenarannya maka nilai kita pun akan berubah. Kita tidak lagi terpaku pada apa yang penting bagi kita melainkan pada apa yang penting bagi Tuhan dan kerajaan-Nya.

Kecocokan Kepribadian

Sebagaimana tidak ada dua helai daun yang sama, begitu pulalah tidak ada dua manusia yang sama. Ada sejumlah hal yang memisahkan kita dari satu sama lain; salah satu di antaranya adalah kepribadian. Saya mendefinisikan kepribadian sebagai pola sikap dan perilaku yang relatif konsisten. Nah, ada banyak cara untuk menggolongkan kepribadian; untuk pembahasan kali ini saya akan membaginya dalam beberapa kategori berikut ini: (a) santai-serius, (b) bebas-teratur, (c) orientasi pada benda-orientasi pada orang, (d) terbuka-tertutup dan (f) praktis-filosofis.

(a) Santai-Serius. Ada orang yang bawaannya santai. Ia tidak tergesa-gesa dan mengerjakan segalanya sesuai dengan jadwalnya sendiri. Pada umumnya ia tidak terpaku oleh target. Ia tidak berkeberatan gagal mencapai target sebab baginya target adalah buatan manusia. Ia ingin menikmati hidup dan menikmati yang dilakukannya tanpa harus dihantui oleh tuntutan. Salah satu kekuatannya adalah kesabaran namun salah satu kelemahannya adalah kurang berdisplin.

Sebaliknya ada orang yang bawaannya serius. Baginya hidup merupakan sebuah tugas pekerjaan yang mesti diselesaikan. Ia tidak dapat hidup tanpa proyek; ia akan selalu menciptakan proyek baru. Oleh karena keseriusannya ia cenderung tegang dan siapa pun yang berada di dekatnya, akan merasakan ketegangan itu pula. Ia cepat tidak puas dengan hasil pekerjaannya--dan sudah tentu ini berarti, ia pun tidak mudah puas dengan hasil pekerjaan orang lain. Salah satu kekuatannya adalah disiplin hidup dan produktif namun salah satu kelemahannya adalah kurang sabar dan banyak menuntut.

(b) Bebas-Teratur. Ada orang yang bawaannya bebas. Ia cenderung spontan dan sering kali kreatif. Ia belajar lebih banyak dari apa yang dilihat dan didengarnya daripada apa yang dibacanya. Ia tidak terlalu menyukai teori yang rumit dan pembicaraan yang tidak langsung. Ia senang dengan kejelasan dan keterusterangan. Ia bukanlah pemikir dan perancang yang sistematik; sebaliknya, ia adalah seorang pelaku yang cepat mencari jalan keluar praktis dari setiap persoalan. Salah satu kekuatannya adalah sikap apa adanya dan keterbukaannya sedangkan salah satu kelemahannya adalah kadang ia kurang berpikir panjang dan mempertimbangkan dampak perkataan dan perbuatannya pada orang lain, dan sulit untuk diatur. Sebaliknya ada orang yang bawaannya teratur. Semua langkah dipikirkan baik-baik dan ia senantiasa berhati-hati dalam mengambil keputusan. Ia banyak kekhawatiran sebab ia selalu memikirkan segalanya. Ia senang dengan kerapihan dan sukar menerima ketidakaturan. Ia pun memiliki kecenderungan untuk mengatur dan menata--baik itu lingkungan atau orang di sekitarnya. Ia tidak dapat diburu-buru dan tidak menyukai kejutan. Ia ingin semua direncanakan terlebih dahulu dan ia perlu diberitahukan jauh hari sebelumnya. Tuntutan akan sangat menekannya dan menimbulkan stres dalam dirinya. Salah satu kekuatannya adalah ia bertindak secara sistematik dan baik dalam beroganisasi dan penataan sedangkan salah satu kelemahannya adalah ia cenderung kaku--baik dalam berpikir maupun bertindak--dan kehidupannya cenderung rutin sehingga dapat membuat orang merasa bosan.

(c) Orientasi pada benda-Orientasi pada orang. Ada orang yang bawaannya senang berkutat dengan benda atau obyek, misalkan mesin, barang elektronik, alat seni dan musik, atau data dan angka. Biasanya ia cakap dengan penggunaan tangannya atau kalau ia adalah orang yang menyukai data atau angka, ia pun sanggup duduk berjam-jam mengutak-atik data atau angka. Dapat kita duga, ia tidak begitu menikmati kebersamaan dengan orang--apalagi banyak orang--dan tidak mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengenal apalagi menjalin relasi dengan orang. Baginya mempunyai satu atau dua teman sudah cukup. Salah satu kekuatannya adalah ia cekatan dan cenderung mempunyai keahlian khusus sedangkan kelemahannya adalah ia tidak terlalu mengerti seni berelasi dengan sesama sehingga sering melakukan kesalahan dalam pergaulan. Sebaliknya ada orang yang bawaannya berorientasi pada orang. Ia selalu mencari orang dan ia pun sering dicari orang. Ia senang membuat orang tertawa dan ia pun senang dibuat tertawa. Baginya hidup dengan sesama memberikan energi baru setiap hari. Ia pun menikmati upaya untuk menolong orang dan giat menjalin relasi dan komunikasi. Singkat kata sering kali dalam lingkup sosial ia akan berperan sebagai pemersatu dan pemberi kekuatan. Kehadirannya membuat tali persaudaraan terpelihara. Salah satu kekuatannya adalah ia berempati kuat dan cepat masuk ke dalam kehidupan orang untuk mengerti dan membuatnya diterima, sedang salah satu kelemahannya adalah acap kali ia tertindih oleh beban yang dipikulnya dan akhirnya menuntut orang untuk mengertinya.

(d) Terbuka-Tertutup. Ada orang yang bawaannya terbuka. Apa yang ada di hatinya mudah keluar dan ia pun tidak berkeberatan dikenal seperti apa adanya. Ia juga tidak malu untuk membagikan pergumulan hidupnya dengan sesama dan merasa bebas untuk mengungkapkan perasaannya. Ia berusaha keras agar orang tidak salah paham terhadap dirinya, itu sebabnya ia bersikap dan berperilaku sejelas mungkin. Salah satu kekuatannya adalah biasanya ia tidak berlama-lama menanggung beban stres yang berat sebab ia bersedia terbuka dengan pergumulan hidupnya. Dalam berelasi pun ia cenderung berhasil sebab pada umumnya ia cepat menyelesaikan masalah yang timbul. Salah satu kelemahannya adalah kadang ia memperlakukan orang seperti dirinya sendiri dan tidak sabar dengan orang yang tidak seperti dirinya. Oleh karena baginya, tidak apa-apa, ia pun mengharapkan yang sama dari orang lain.

Sebaliknya ada orang yang bawaannya tertutup. Segala sesuatu yang keluar dari dirinya harus melewati penyaring yang berlapis. Ia tidak mudah mengungkapkan isi hatinya, apalagi berbagi suka dan duka dengan orang. Ia juga berusaha keras agar orang tidak masuk ke wilayah pribadinya; itu sebabnya, ia berupaya untuk membatasi arus informasi yang keluar dari dirinya. Salah satu kekuatannya adalah ia jarang dan tidak suka menyusahkan orang. Ia menanggung semua sendiri dan tidak mempunyai banyak tuntutan kepada orang lain. Salah satu kelemahannya adalah kadang ia mengalami kesukaran menyatakan keinginan secara langsung. Karena ia menumpuk kekecewaan, sewaktu akhirnya keluar, ia mudah putus asa dan menyerah.

(e) Praktis-Filosofis. Ada orang yang bawaannya adalah praktis. Cara pikirnya tidak rumit dan ia selalu berusaha menemukan kegunaan dari segala yang dipelajarinya. Jadi, jika sesuatu tidak mempunyai kegunaan yang langsung, ia tidak begitu memperhatikannya. Apa yang menjadi minatnya adalah segala yang tidak bertele-tele. Singkat kata, ia membawa orang kembali berhadapan dengan realitas. Salah satu kekuatannya adalah ia berorientasi pada tindakan konkret. Ia selalu ingin melakukan sesuatu yang nyata dan tidak suka berlama-lama dalam pembicaraan. Salah satu kelemahannya adalah pada akhirnya semua dinilai dari fungsinya. Jika tidak terlihat guna atau fungsinya, dengan mudah ia pun mengesampingkannya. Sebaliknya ada pula orang yang bawaannya filosofis. Orang ini gemar menekuni hal-hal yang dalam dan menikmati berdiskusi dengan orang yang sepertinya. Ia tidak begitu cepat akrab dengan orang sebab ia cenderung hanya tertarik untuk berinteraksi dengan orang yang seperti dirinya. Salah satu kekuatannya adalah ia mempunyai pemikiran yang dalam dan dapat membagi berkat pemahamannya dengan sesama. Salah satu kelemahannya adalah ia cenderung mengisolasi diri dan tidak begitu mempedulikan orang dan kebutuhannya. Tidak bisa tidak, orang di sekitarnya akhirnya sering mengalami kesepian.

Kesimpulan

Satu hal menarik yang dapat kita lihat di sini adalah kebanyakan orang memilih pasangan yang merupakan kebalikannya. Sebagai contoh, orang yang serius cenderung memilih orang yang santai. Orang yang terbuka memilih orang yang tertutup dan orang yang praktis memilih orang yang filosofis. Tidak ada yang salah tentang hal pemilihan ini. Satu hal yang mesti dilakukan adalah menyadari perbedaan di masa berpacaran dan mulai belajar mengungkapkan diri kepada satu sama lain. Setelah itu kita harus berusaha untuk memenuhi pengharapan masing-masing supaya pada akhirnya kita dapat tiba di titik tengah.

Ya, kecocokan kepribadian adalah tugas yang mesti dimulai pada masa berpacaran dan terus dilanjutkan sampai pada masa pernikahan. Sebagaimana dapat kita lihat dalam contoh Isak dan Ribkah, kegagalan menyelaraskan kepribadian memisahkan dua pribadi yang seharusnya menyatu dan membelah keluarga menjadi dua.