Skip to main content

Tatkala Stres Melanda Remaja Komunikasi Orang Tua dengan Remaja

Tatkala Stres Melanda Remaja Komunikasi Orang Tua dengan Remaja

Oleh: Ev. Carolina Soputri, M.K.

Stres adalah respons individu terhadap situasi dan peristiwa yang mengancam mereka dan menuntut mereka untuk menghadapinya. Stres tidak hanya dialami oleh orang dewasa namun juga remaja. Semua orang mengalaminya. Namun, tidak semua orang mengenali dirinya mengalami stres dan tidak semua mampu menghadapi stres dengan sendirinya, termasuk remaja. Untuk itu, sebagai orang tua, perlu menolong remaja untuk mengenal stres yang mereka alami dan bagaimana menghadapinya secara sehat. Hal ini menjadi penting untuk dipelajari bersama karena seringkali pemahaman orang tua hanya fokus pada sikap dan perilaku yang tidak diharapkan yang dilakukan remaja, misal respons orang tua terhadap anak remajanya yang sering tidak tidur dan bergadang hingga larut, "Sudah jangan tidur larut, besok kamu sekolah, nanti telat, mama yang diceramahin guru…atau kamu mau jadi apa tidur malam-malam terus?" Bahkan ketika salah satu gejala stres pada remaja adalah menurunnya nafsu makan, orang tua berkomentar, "sudah dimasakin malah gak bersyukur, atau mau diet sampai kapan, nanti kamu sakit." Komentar-komentar seperti ini mungkin bukan dengan sengaja disampaikan orang tua kepada remaja, namun kebanyakan orang tua tidak memahami dengan tepat apa yang terjadi dengan anak remaja mereka.

Dengan demikian, orang tua perlu memahami gejala-gejala stres yang dialami remaja:

  1. Tampak mudah tersinggung, marah sedih, merasa kosong dan beranggapan bahwa hidup mereka tidak berarti, bahkan beberapa remaja menunjukkan sikap agresif yang menyerang orang di sekitarnya.
  2. Minat pada aktivitas sehari-hari menurun. Tidak lagi tertarik untuk berolahraga, melakukan hobi yang biasa dinikmati. Kemudian mulai menarik diri dari teman-teman dan keluarga.
  3. Adanya perubahan nafsu makan yang kemudian memengaruhi berat badan berangsur-angsur menurun.
  4. Waktu istirahat / tidur menjadi terganggu. Misal sering melakukan kegiatan yang berlebihan di waktu malam dan sulit bangun tidur di pagi hari.
  5. Konsentrasi belajar juga terganggu, sering melamun, atau tertidur di ruang kelas.
  6. Seringkali mengeluh sakit secara fisik, seperti pusing, sakit kepada, sakit perut dan lain sebagainya.
  7. Ada yang mulai mengkonsumsi kafein berlebih untuk mengatasi khawatir atau cemas yang dirasakan akibat stres.

Hal yang perlu diingat adalah semua orang pernah mengalami stres. Ini adalah fakta. Setelah mengamati gejala-gejala yang dialami remaja yang mengalami stres, orang tua perlu menelusuri dengan bijak darimanakah datangnya stres pada remaja. Hal ini dapat dilakukan bila orang tua berperan aktif untuk bertanya dan peduli pada apa yang sebenarnya terjadi. Seorang pakar perkembangan remaja, John W. Santrock memaparkan beberapa penyebab stres pada remaja (sumber stres berikut dikutip dari buku tentang "Remaja" oleh John W. Santrock), yakni:

  1. Peristiwa hidup, misal kematian orang yang dikasihi, putusnya relasi pertemanan atau berpacaran, perceraian orang tua, penyakit atau kecelakaan.
  2. Kerumitan sehari-hari, misal kesibukan tugas dan belajar, bertengkar dengan teman, sering mendapat ejekan oleh teman sekelas, kekhawatiran tidak mampu memenuhi tuntutan orang tua, merasa kesepian karena kurangnya relasi yang mendalam dengan orang tua atau teman.
  3. Faktor sosial-budaya, misal masalah gender, konflik antar budaya, komentar teman di media sosial dan kemiskinan.

Dengan pemahaman di atas, maka orang tua dapat menjadi penolong yang dibutuhkan remaja ketika mengalami stres. Penolong disini dapat dikatakan adalah TEMAN bagi remaja. Semua orang akan sangat terhibur dengan kehadiran seorang teman yang memahami keadaan mereka bahkan menolong mereka dalam keadaan yang tidak menyenangkan.

Sebagai TEMAN maka hal berikut dapat dilakukan orang tua kepada remaja yang mengalami stres.

T = Temani remaja di saat ia membutuhkan kehadiran kita (misal, bila ia tampak sedih, tanyakan apa yang dapat kita lakukan untuk membuat dia merasa lebih baik)

E = Empati dengan sikap yang tulus dan menerima apa yang dirasakan si remaja (misal, mendengarkan tanpa memberikan terlalu banyak nasihat, jangan menganggap remeh apa yang disampaikan tentang perasaannya)

M = Memberikan dukungan yang diperlukan dengan cara yang tepat (misalnya, bukan hanya kata-kata semangat atau positif untuk mendukung, tapi juga sikap bahasa tubuh yang ia butuhkan)

A = Ajaklah orang-orang di sekitar si remaja untuk ikut membantunya. Karena kehadiran orang-orang penting dapat memberikan semangat bagi remaja (misalnya, undang teman-teman dekatnya untuk datang bermain atau berbincang dengannya)

N = Nyatakan harapan untuk berjuang bersama di dalam Kristus yang memberikan kekuatan dan penghiburan sejati (misalnya, ungkapkan bahwa stres itu bisa dialami siapa saja, namun ia tidak sendiri karena anda sebagai orang tua bersedia mendampingi dia berjuang menghadapi stres di dalam pengharapan kepada Allah).

Ketika orang tua melakukan peran aktifnya sebagai TEMAN yang dibutuhkan remaja, maka kehadiran orang tua bukan menjadi salah satu sumber stres remaja melainkan menjadi penolong yang membawa remaja untuk tidak menyerah dan dikendalikan oleh stres. Itulah yang membuat remaja cukup tangguh dalam keadaan stres, seorang TEMAN yang membawanya kepada Allah. Pada akhirnya, ketika remaja memiliki pengharapan yang benar, ia akan mengamini apa yang dikatakan oleh Mazmur 121:1-2, "Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN yang menjadikan langit dan bumi".

Berkomunikasi dengan remaja, sering membuat orang tua dan orang dewasa lainnya merasa kewalahan. Orang tua (dewasa) menilai remaja tidak mau terbuka dan membagikan permasalahan mereka. Remaja disebut berjarak dengan orang tua, berbeda dengan ketika masih kanak-kanak, terlalu banyak pengaruh teman di sekolah dan lain sebagainya. Orang tua menjadi bingung dengan sikap diam atau cuek remaja bila ditanya hal-hal yang ingin diketahui oleh orang tua. Bahkan, orang tua menjadi kesal dengan sikap remaja yang dianggap tertutup kepada orang tua. Ini memang bukanlah hal yang mudah untuk orang tua maupun remaja dalam berkomunikasi. Mengapa hal ini dapat terjadi? Ada beberapa penyebab remaja sulit terbuka kepada orang tua (dewasa).

Pertama, kurangnya keterlibatan orang tua ketika anak memasuki usia remaja. Pada saat ini, kondisi pekerjaan orang tua yang menyibukkan, apalagi bila kedua orang tua bekerja secara penuh waktu, cukup menjadi penghambat terjalinnya komunikasi yang intensif dengan anak. Kesibukan orang tua membuat orang tua berjarak dengan anak. Mereka tidak punya cukup waktu untuk bermain, berbincang, melakukan kegiatan bersama di rumah. Akibatnya, anak tumbuh terbiasa tanpa keterlibatan aktif orang tua, dan anak menjadi sibuk dengan "dunia"nya sendiri.

Kedua, cara berkomunikasi orang tua yang tidak tepat kepada remaja. Remaja berpikir bahwa cara orang tua berkomunikasi tidak pas dengan cara mereka berpikir, misal ketika mereka bertanya, "mengapa saya tidak boleh mengecat rambut seperti warna rambut artis favorit saya pada hari libur sekolah?". Dengan sigap dan lantang orang tua menjawab, "Itu gak bagus buat kamu, pokoknya mama gak setuju." Jawaban orang tua yang demikian, membuat anak enggan untuk berdiskusi lebih lanjut dan kedepannya menjadi makin tertutup untuk berpendapat atau bertanya, karena si anak merasa orang tua sulit memahami pertanyaan mereka, yang artinya sulit memahami diri remaja. Oleh sebab itu, orang tua perlu memahami remaja dan bagaimana mereka berinteraksi untuk menolong remaja berani terbuka tentang permasalahan mereka sehingga orang tua (dewasa) dapat menempatkan diri dengan tepat bagi remaja.

Ketiga, kurangnya daya juang orang tua untuk PDKT (pendekatan) secara positif ke remaja. Tidak sedikit anak remaja ingin berbagi dengan orang tua mereka tentang apa yang mereka alami, apa yang mereka tahu, apa yang mereka sukai dan tidak sukai, apa yang sedang trend. Terungkap bahwa dalam hati mereka, remaja ingin orang tua mengenal mereka, dan tertarik dengan diri mereka melalui apa yang mereka ceritakan. Namun ketika mereka ingin membagikan, orang tua tidak berminat untuk membahasnya dan menghentikan niat mereka dengan pernyataan seperti,"Untuk apa punya banyak pengikut (followers) di media sosial, lebih baik cari banyak uang", atau "kamu bicara apa sih, papa tidak mengerti", "tugasmu belajar, tidak usah pikirkan yang lain", lalu "apa bagusnya cowok/cewek itu, kamu itu hanya cinta monyet", Begitu banyak ungkapan-ungkapan orang tua yang tidak membuat anak nyaman untuk terbuka lebih lanjut. Ungkapan-ungkapan demikian membuat anak patah semangat untuk berbagi kepada orang tua, sekalipun mereka sangat ingin membagikannya.

Hendaklah orang tua bijak dalam menjadi pendidik bagi remaja, figur yang mereka banggakan dan teladani. Karena demikianlah Firman Tuhan mengingatkan dalam Kolose 3:21, "Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya." Mendekati remaja bukanlah hal yang mudah, namun tidak berarti hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang tua. Dalam pertumbuhan mereka sebagai remaja, mereka amat membutuhkan kehadiran orang tua untuk membimbing, keterbukaan orang tua untuk menerima mereka sebagai pribadi yang sedang bertumbuh, dan kesiapan orang tua untuk berjalan bersama dengan mereka di dunia ini.

Pendekatan yang tepat sasaran disingkat PAS, dapat dijabarkan sebagai berikut:

P = Penerimaan yang tepat (remaja berproses dengan apa yang terjadi di lingkungannya dan mereka membutuhkan orang dewasa untuk menerima mereka dalam kekurangan / kegagalan serta dalam kelebihan/keberhasilan. Setiap remaja adalah unik, mereka memunyai bahasa kasih tertentu yang mereka butuhkan untuk merasa dikasihi dan diterima sebagaimana adanya mereka, misal melalui kata-kata positif, pelayanan, waktu berkualitas, pemberian dan sentuhan)

A = Aktif mendampingi (bukan hanya kesanggupan memberi kebutuhan fisik, seperti makanan, uang jajan, pakaian melainkan juga mencukupkan kebutuhan emosi dan jiwa si anak)

S = Sukacita karena dan di dalam Allah (remaja adalah pemberian Allah yang berharga untuk dilayani, karena itu mengenal dan memahami remaja seharusnya mendatangkan sukacita bagi orang tua karena orang tua dipercaya Allah menjadi wakil Allah untuk mengenalkan Allah dan membawa mereka kepada tujuan Ilahi Allah menciptakan manusia).

Pendekatan yang P A S ini adalah bentuk praktis agar orang tua dapat mengupayakan komunikasi yang lebih efektif dan membangun kepada remaja, sehingga kehadiran orang tua menjadi kesaksian hidup yang memberkati remaja untuk makin mengenal Tuhan.

Ringkasan T 539A+B
Oleh: Ev. Carolina Soputri, M.K.
Simak judul-judul sekitar "Remaja dan Pemuda" lainnya di www.telaga.org.

TELAGA MENJAWAB

PERTANYAAN:
Yang terhormat Bp. Paul Gunadi,

Bagaimana cara menghadapi remaja putri usia 15 tahun yang pemarah dan mudah tersinggung? Apa yang harus saya lakukan bila dalam kemarahannya dia diam, tidak mau bertegur sapa. Kalaupun diajak bicara, dia hanya mengangguk atau menggelengkan kepala saja (padahal saya tidak tahu apa kesalahan yang telah saya lakukan, sehingga dia marah-marah). Bolehkah saya yang berusaha mengajaknya berbicara ataukah saya diamkan saja sampai dia yang mengajak bicara dulu?

Terima kasih, saya sangat membutuhkan jawaban dari Pak Paul.

Salam : ELN

 

JAWABAN:

Ibu ELN,

Kebanyakan remaja mengalami turun naiknya emosi yang membuat mereka kerap "moody" atau bete. Tanpa sebab yang jelas, mereka cepat merasa tersinggung dan berprasangka buruk. Respons kita sebaiknya adalah menunggunya sampai turun emosi baru melanjutkan percakapan. Namun jika ia bersikap kurang ajar kita mesti memberinya teguran yang tegas. Untuk membangun relasi, ajaklah ia pergi, misalnya ke suatu tempat untuk membeli sesuatu yang disukainya. Berbicaralah kepadanya layaknya seorang teman. Hindari percakapan yang bersifat interogasi agar ia bebas bercerita. Pada waktu malam sebelum tidur, secara berkala (tidak usah setiap malam), berdoalah bersamanya. Tuhan memberkati Ibu ELN.

Demikian tanggapan yang dapat saya berikan, maaf agak terlambat saya menjawabnya.

Salam : Paul Gunadi

 

POLA ASUH OTORITATIF SPIRITUAL

(Formula Parenting di Zaman Modern)

Oleh : Pdt. Kukuh Priyono, S.Th., M.K. *)

Pendahuluan

Di era modern saat ini, membesarkan anak menjadi tantangan baru. Pergumulan antara kebutuhan anak secara psikologis, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, perkembangan budaya dan berbagai nilai kebenaran yang berlaku kerap membingungkan orang tua. Ditambah dengan perkembangan teknologi digital, orang tua tidak hanya membesarkan anak, tetapi juga tidak membiarkan anak kehilangan pengawasan di dunia maya dan media sosial. Di antara ketersediaan dan benturan nilai yang ekstrem, banyak orang tua Kristen yang memertimbangkan pola asuh yang ada. Apakah akan permisif, otoriter atau bahkan mengabaikan dengan berbagai macam pertimbangan. Di satu sisi memikirkan kebebasan dan di sisi lain membuat batasan. Di satu sisi memertimbangkan elemen perlindungan, sementara di sisi lain ada elemen untuk memersiapkan anak menghadapi dunia yang keras.

Di dalam pengertian tersebut, pola asuh otoritatif spiritual menjadi alternatif yang ideal dengan perkembangan zaman saat ini. Dengan mengintegrasikan pola asuh rasional yang otoritatif dan spiritual, orang tua tidak lagi mengandalkan pola asuh mengatur dan menghadirkan kehangatan, tetapi juga memberikan rasa, nilai dan isi. Hal ini akan membangun ruang perkembangan karakter dan iman anak. Artikel ini akan mengkombinasikan dua pendekatan tersebut dalam menemani generasi saat ini, dengan harapan membina mereka menjadi anak-anak yang tidak hanya berperilaku baik, tetapi juga memiliki iman.

Memahami Pola Asuh Otoritatif Spiritual

Pola asuh otoritatif spiritual adalah cara pendekatan pengasuhan yang mengambil keseimbangan dari kehangatan dan struktur pada pola asuh otoritatif, serta menambahkan dimensi spiritual dan nilai-nilai iman dari "parenting spiritual". Pendekatan ini juga tidak hanya berorientasi pada pembentukan perilaku anak, namun juga menjangkau pada pemeliharaan jiwa dan karakter anak. Berbeda dengan pola asuh otoriter yang bersikap kaku, pola asuh otoritatif spiritual lebih menekankan pada pembimbingan yang bersifat penjelasan, dimana orang tua tidak hanya memberikan aturan namun juga arahan dengan nilai dan makna spiritual dari setiap batasan yang berlaku. Berbeda dengan pola asuh permisif yang bersifat hangat namun batasan minim, serta pola asuh otoriter yang terlalu mengekang, pendekatan ini memberikan struktur yang seimbang dan konsisten, sehingga anak akan merasa aman untuk tumbuh dan berkembang menurut nilai-nilai kebenaran firman Tuhan.

Fondasi Alkitabiah untuk Pola Asuh Otoritatif Spiritual

Pola asuh otoritatif spiritual mendasarkan pemahamannya dari Alkitab. Sebagai contoh, dalam Efesus 6:4 orang tua mendapatkan instruksi yang jelas: "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." Dalam ayat ini terdapat keseimbangan yang harus dijaga antara instruksi dan menghindari provokasi yang tidak perlu.

Dalam Ulangan 6:5-7 terdapat instruksi yang lebih lengkap: "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." Dari ayat-ayat ini kita mengidentifikasi tiga hal penting:

  1. Pentingnya spiritualitas orang tua berkait dengan relasinya denganTuhan (KasihilahTUHAN Allahmu, dengan segenap hatimu, dst),
  2. Pemahaman mendalam akan firman Tuhan yang harus diikuti (haruslah engkau perhatikan) dan
  3. Penerapan yang seimbang keduanya, yaitu membicarakannya dalam keseharian (membicarakannya…).

1 Yohanes 3:1 mengingatkan kita akan model 'parenting' yang Tuhan teladankan. "Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah". Allah sendiri memberikan teladan sebagai Bapa yang otoritatif sekaligus spiritual, yakni menetapkan batasan dengan sempurna sambil memberikan kasih dan kehangatan tanpa syarat. Ketiga bagian firman Tuhan di atas memberikan dasar yang cukup terhadap pendekatan pola asuh ini. Baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memberikan dukungan yang kuat di dalamnya.

Lima Pilar Pola Asuh Otoritatif Spiritual

Struktur dengan Makna

Orang tua otoritatif spiritual memahami betul pentingnya memberikan penjelasan. Misalnya, daripada sekadar mengatakan "jangan berbohong," orang tua menjelaskan bahwa kejujuran adalah salah satu cerminan integrasi karakter. Lebih lanjut lagi, kejujuran adalah salah satu karakter ilahi yang harus dimiliki. Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif menghasilkan lebih sedikit masalah perilaku, mental, sosial dan emosional pada anak.

Disiplin dengan Hikmat

Kesalahan yang dilakukan anak merupakan kesempatan untuk mendidik dalam aspek kehidupan yang lebih luas. Daripada memberi hukuman yang bersifat melukai, orang tua lebih mengajak anak untuk berefleksi, "Apa yang bisa kita pelajari dari kesalahan ini?" Pendekatan dengan refleksi di atas sejalan dengan Amsal 15:31, mengenai "teguran yang menghidupkan." Meski tetap diperlukan, disiplin harus dalam konteks hikmat firman Tuhan. Pada bagian ini, hikmat Tuhan memegang peranan yang krusial.

Komunikasi Dua Arah yang Bermakna

Orang tua otoritatif spiritual akan mendengarkan dari sudut pandang anak sambil mengajak mereka menemukan kebijaksanaan Ilahi dalam pengalaman mereka. Hal ini menyerupai apa yang dilakukan Yesus kepada murid-murid-Nya. Dialog yang penuh perhatian dan pertanyaan yang mendorong refleksi. Tipe komunikasi ini akan menolong anak agar lebih berani mengungkapkan emosi dan perasaannya.

Keteladanan Iman yang Terlihat

Anak-anak adalah pendeteksi gairah, mereka adalah pencontoh yang ulung. Mereka akan mengikuti apa yang sungguh-sungguh penting bagi orang tuanya. Jika orang tua ingin anak mereka mencintai Tuhan, maka mereka harus memerlihatkan sukacita dan dorongan pada hubungannya dengan Allah yang memberi hidup. Hal ini akan merefleksikan prinsip dalam Ulangan 6:5 untuk mencintai Tuhan Allah dengan segenap hati orang tua.

Relasi yang Mendahului Koreksi

Pola asuh otoritatif spiritual juga menekankan pentingnya hubungan sebelum tindakan koreksi. Orang tua bertindak hangat terhadap anak-anak mereka ketika ada yang salah sambil memberitahu mengapa itu salah. Seperti Allah yang terlebih dahulu menyatakan diri-Nya sebagai Bapa sebelum memberikan perintah, orang tua membangun modal relasional melalui waktu berkualitas, kehangatan dan perhatian sebelum menuntut perilaku tertentu dari anak-anak mereka.

Implementasi Praktis dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan model pola asuh dapat dimulai dengan refleksi diri. Orang tua harus mulai membangun nilai-nilai spiritualitas sebelum menginginkan anak-anak mereka melakukannya. Ini termasuk evaluasi teratur: "Apakah kata-kata saya memberkati? Bagaimana kehangatan dan kepekaan yang saya terapkan dengan anak-anak? Dan sebagainya." Refleksi diri akan membantu setiap orang tua agar lebih memahami nilai-nilai spiritualitas yang ada dalam dirinya.

Kemudian, mereka dapat menciptakan ritual spiritual keluarga. Ini mencakup waktu berbagi kisah Alkitab sambil berdiskusi mengenai penerapan dalam kehidupan sehari-hari, berdoa sambil mendiskusikan gangguan berat sehari-hari, seperti di atas meja makan atau sebelum tidur serta melayani bersama sebagai keluarga.

Selanjutnya, orang tua dapat memadukan spiritualitas dalam aktivitas harian. Seperti yang dipesankan dalam Ulangan 6:7, "haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." Iman tidak hanya terjadi di gereja, tetapi merupakan topik percakapan sepanjang hari, penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan sehari-hari.

Menetapkan tanggungjawab sesuai usia. Orang tua spiritual otoritatif memberikan tanggungjawab sesuai dengan perkembangan usia dan kedewasaaan anak, seraya menjelaskan nilai spiritual yang berada di belakang setiap bentuk tanggungjawab yang ada. Contoh penerapannya termasuk dalam pengelolaan uang saku, yang mengajarkan prinsip penatalayanan, atau membantu tugas di rumah, yang mengajarkan anak pelayanan dan kerendahan hati.

Tantangan dan Solusi

Konsistensi dalam Dunia yang Sibuk

Namun demikian, mengadopsi pola asuh ini bukanlah tanpa tantangan. Dalam zaman yang semakin modern hari ini, mempraktikkan "spiritual parenting" menjadi semakin tidak mudah. Orang tua yang bekerja penuh di segala aktivitas yang menguras energi dan bahkan menghabiskan waktu sepanjang hari. Solusinya adalah integrasi, yang berarti orang tua tidak memasukkan hal yang baru, tetapi memasukkan prinsip-prinsip spiritual kedalam aktivitas yang sudah ada saja.

Tekanan Digital

Anak-anak zaman sekarang terpapar begitu rupa oleh layar dan tidak terhubung dengan orang lain, termasuk diri mereka sendiri. Solusinya adalah menciptakan "zona bebas teknologi" serta aktifitas pengganti yang menarik dan kreatif, untuk meningkatkan kesadaran diri dan hubungan keluarga. Disiplin dalam penggunaan gawai, kebersamaan bebas gawai, kegiatan alam, dan lain sebagainya adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan dan dikerjakan.

Menyeimbangkan Kasih dan Disiplin

Titik temu antara kehangatan dan ketegasan membutuhkan tindakan yang bijaksana dan kesabaran sehari-hari. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Perlindungan Anak yang dapat membuat orang tua khawatir tentang model atau implementasi disiplin yang tepat. Solusinya adalah dengan mengingat teladan Allah sebagai Bapa yang penuh kasih dan kebenaran. Kasih dan keadilan dilakukan secara berimbang. Tamparan dan pelukan dilakukan secara waspada agar benar-benar mendidik sang anak sesuai dengan kebenaran.

Kesimpulan

Pola asuh otoritatif spiritual bukan sekadar teknik pengasuhan, ini adalah panggilan spiritual bagi orang tua untuk membesarkan generasi masa depan yang tak hanya mencapai kesuksesan duniawi, tetapi juga memiliki karakter dan berlandaskan iman. Dengan kata lain, hal ini menandakan bahwa orang tua tidak hanya menyadari peran dan hubungan mereka yang sangat berpengaruh pada perkembangan spiritual anak-anak, tetapi juga menyadari bahwa efektivitasnya ditentukan oleh hubungan mereka dengan sumber kehidupan sejati, yakni Tuhan itu sendiri.

Seperti panah di tangan pahlawan (Mazmur 127:4), anak-anak adalah warisan Ilahi yang dipercayakan kepada orang tua. Tugas orang tua adalah dipakai oleh Sang Pahlawan itu sendiri, yaitu Tuhan, untuk membentuk, mengarahkan dan akhirnya melepaskan anak-anak ke tujuan yang Tuhan tetapkan. Anak-anak dilatih dengan nilai-nilai spiritual, diarahkan dalam kebenaran dan didorong dengan doa.

Di tengah-tengah modernitas yang penuh dengan ketidakpastian dan tantangan moral dunia ini, pola asuh otoritatif spiritual membekali orang tua dengan landasan yang kokoh dan kompas yang jelas. Penerapan nilai-nilai struktural yang konsisten dari pendekatan otoritatif bergabung dengan nilai-nilai spiritual dalam perjalanan hidup, orang tua tidak hanya memersiapkan anak-anak mereka untuk bertahan hidup, tetapi untuk berkembang dan menjadi terang bagi dunia mereka.


Sumber:

  1. Danny Huerta. Why Authoritative Parenting Doesn't Fall Short. www.focusonthefamily.com/parenting/why-authoritative-parenting-doesnt-fall-short/. Diakses pada hari Rabu, tanggal 22 Oktober 2025.
  2. _____. Spiritual parenting is the most significant thing leaders in the church can do to make the church function like a family instead of an organization or institution.https://doveusa.org/spiritual-parenting-and-families/. Diakses pada hari Rabu, tanggal 22 Oktober 2025.
  3. DR. Michele Antony. How to Become A Spiritual Parent: Beyond Managing Behavior.https://ministryspark.com/spiritual-parenting-beyond-behavior/. Diakses pada hari Rabu, tanggal 22 Oktober 2025.
  4. ______. Five Essential Spiritual Parenting Skills.https://pastorscoach.com/5-essential-spiritual-parenting-skills-parent/. Diakses pada hari Rabu, tanggal 22 Oktober 2025.
  5. Dr. Erlin Sp.A. Kenali Tipe Parenting Dan Pengaruhnya Pada Anak.https://www.halodoc.com/artikel/kenali-tipe-parenting-dan-pengaruhnya-pada-anak. Diakses pada hari Rabu, tanggal 22 Oktober 2025.
  6. Rekno Handayani, et al. Tipe-tipe Pola Asuh Dalam Pendidikan Keluarga. REFLEKSI EDUKATIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan Volume 11 Nomor 1 Desember 2020.

*) Salah seorang konselor PKTK Sidoarjo yang berdomisili di Klayatan, Malang

POKOK DOA (Oktober 2025)

Tahun 2025 tinggal 2 bulan lagi akan berakhir. Musim penghujan telah dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia. Beberapa pokok doa syukur dan doa permohonan dari program TEgur sapa gembaLA keluarGA (TELAGA), Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo dan Pusat Konseling Telaga Pengharapan (PKTP) Jember adalah sebagai berikut:

  1. Bersyukur dalam bulan Oktober 2025 telah dikirimkan bahan rekaman Telaga ke Radio Bahana Sangkakala FM di Jayapura dan Radio Suara Sion Perdana (RASSINDA) di Karanganyar, Solo.
  2. Bersyukur Yayasan Lembaga SABDA di Solo telah merayakan Ulang Tahun ke-31 pada hari Senin, 20 Oktober 2025 dengan tema "AI-4-God! Center for Excellence".
  3. Doakan untuk radio Suara Pembaruan FM di Waingapu yang sejak bulan Desember 2024 sementara "off" karena transmitter bermasalah dan sedang dalam perbaikan, berharap bisa selesai sebelum tahun 2025 berakhir.
  4. Doakan untuk radio Kristal-J2 di Jayapura sudah sekitar 1 bulan tidak siaran langsung karena server hosting penyedia bermasalah dan sedang dalam perawatan. Tetap doakan juga untuk radio Swaranusa Bahagia AM di Jayapura yang hanya memutar lagu saja atau kadang me-'relay' dari radio Bahana Sangkakala FM.
  5. Doakan untuk pengerjaan transkrip dari rekaman yang telah diadakan dalam bulan Juni 2025 dan September 2025.
  6. Apabila Tuhan berkenan, doakan agar ada tambahan 1 rekaman lagi dalam bulan November 2025, karena dalam tahun ini baru ada 2x rekaman.
  7. Tetap doakan untuk pemerintah Indonesia yang telah 1 tahun dilewati, pimpinan Tuhan kepada Presiden, Wakil Presiden, para Menteri dan Wakil Menteri serta segenap jajarannya, agar dapat bersehati dalam mengelola berbagai permasalahan bukan saja di Pulau Jawa, akan tetapi di seluruh wilayah Indonesia.
  8. Bersyukur untuk penyertaan Tuhan pada pelayanan Telaga Kehidupan sampai saat ini. Bersyukur untuk setiap konselor dan setiap tim yang Tuhan percayakan untuk mendukung dan melayani di Pusat Konseling Telaga Kehidupan (PKTK) Sidoarjo. Doakan juga untuk setiap klien yang Tuhan percayakan. Kiranya Tuhan terus menyatakan pimpinan dan kemurahan-Nya.
  9. Bersyukur untuk setiap proses konseling yang dapat berlangsung secara 'online' dan 'onsite'. Doakan agar setiap proses konseling berjalan dengan baik.
  10. Doakan untuk visi dan misi Telaga Kehidupan pada tahun 2026.
  11. Doakan untuk persiapan ulang tahun Telaga Kehidupan yang ke-6 pada tahun 2026 yang akan datang.
  12. Kami sangat bersyukur Tuhan telah membuka jalan bagi pelayanan Telaga Pengharapan di kota Jember.
  13. Kami menerima kunjungan dari beberapa pengurus Pokja Pendampingan dan Perlindungan Anak, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jember (Ibu Dyah Vitasari, SP., S.H., M.H., Ibu Sinaniati dan Bpk. Frandy Risona Tarigan, S.H., M.H.) pada tanggal 29 September 2025 yang lalu. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengajukan permohonan kerjasama agar Telaga Pengharapan memberikan layanan pendampingan bagi anak, remaja dan orang tua di lingkungan GKJW. Pertemuan rencananya akan diadakan pada tanggal 2 November 2025 untuk membicarakan kerjasama dan kesepakatan di GKJW.
  14. Pada tanggal 15 Oktober 2025, kami menerima kunjungan dari Penyuluh Kristen Kantor Kementerian Agama Kab.Jember, yaitu Bpk. Yusuf Deswanto, S.S., M.Div. dan Bpk. Lumba Naibaho, S.Th., M.Th. Adapun maksud kedatangan Pengurus Penyuluhan Kemenag meminta agar Telaga Pengharapan ikut terlibat aktif dan berkontribusi dalam program penyuluhan di Lembaga Pemasyarakatan, Sekolah Khusus Perempuan dan Kelompok Gusdurian. Kiranya Tuhan Yesus memberikan hikmat dan kemampuan yang cukup pada tim konselor Telaga Pengharapan, agar pelayanan yang diberikan dapat menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk melayani jiwa-jiwa yang membutuhkan sentuhan kasih Kristus.

Oktober
Jenis Bahan