Model-Model Pernikahan

Versi printer-friendly
Februari

Berita Telaga Edisi No. 66 /Tahun VI/ Februari 2010


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagaindo.net.id Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Dewi K. Megawati Bank Account : BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon


Saya baru saja membaca sebuah buku yang sangat menarik sekali, buku itu berjudul "Why Marriages Succeed or Failed", mengapa pernikahan bisa sukses atau gagal. Buku yang ditulis oleh John Gartmand ini memaparkan bahwa sebetulnya pernikahan itu sangat unik sekali, seperti baju yang kita pakai itu tidak bisa pas untuk semua orang. Baju itu bisa pas untuk saya tapi mungkin tidak pas untuk orang lain, nah demikian juga dengan pernikahan.

Ada 3 model pernikahan berdasarkan gaya menyelesaikan konflik, tiga model tersebut adalah:

1. Model pertama disebut "validating", pasangan yang "validating" adalah pasangan yang saling mengukuhkan, saling menguatkan satu sama lain.

Dalam proses menyelesaikan konflik sekurang-kurangnya ada 3 tahapan:

  • Tahap pengukuhan, mereka akan duduk bersama, memberikan kesempatan untuk pasangannya mengeluarkan unek-uneknya dan mereka akan saling mendengarkan.

  • Tahap pembujukan, masing-masing mencoba meyakinkan lawan bicaranya akan kebenaran pendapatnya.

  • Tahap kompromi, masing-masing mencoba untuk mengalah atau menemukan titik temu atau jalan keluar dari masalah mereka.

Yang mereka lakukan secara konkret adalah:

  • Mereka berupaya memelihara komunikasi.
  • Mereka berupaya untuk saling terbuka.
  • Mereka berusaha mesra.
  • Berupaya membagi waktunya dengan pasangan, mengerjakan aktivitas atau hobbynya secara bersama-sama.

Kelemahan model ini adalah:

Suami-istri cenderung mengorbankan minat pribadinya demi kebersamaan dengan pasangannya.

2. Model kedua adalah "volatile" berarti tidak stabil mudah naik turun. Pasangannya ini kalau marah, marah tapi kalau mesra luar biasa mesranya.

Ciri pasangan dalam kategori ini adalah:

  • Sering terjadi pertengkaran
  • Tidak saling mendengarkan ketika pasangannya mengutarakan unek-uneknya.

Ada beberapa tindakan konkret yang tampak nyata dalam model ini yaitu:

  • Sangat menekankan kejujuran dan keterbukaan.
  • Mereka sarat dengan kemarahan, namun juga penuh dengan kemesraan.

Kelemahannya adalah kalau marah mereka langsung bicara apa yang mereka rasakan dan akan menjatuhkan pasangannya, kalau tidak hati-hati akhirnya melewati batas, mereka akan saling menghancurkan dengan kata-kata yang mereka lontarkan.

3. Model ketiga disebut "avoidant" yaitu pasangan nikah yang cenderung menghindarkan diri dari pertengkaran.

Cirinya adalah:

  • Menekankan falsafah setuju artinya untuk menghindari pertengkaran, mereka cenderung menyetujui meskipun mereka tidak setuju.

  • Berupaya mengakui perbedaan, tapi tidak berupaya meyakinkan pasangan akan kebenaran pendapatnya.

Tindakan konkret yang dilakukan pasangan ini adalah:

  • Yang pertama, saling menghindarkan.

  • Yang kedua mereka akan menekankan pada apa yang disukai bukan pada apa yang tidak disukai.

Kelemahan model ini adalah masalah tidak diselesaikan dan itu akan mengganggu terus, tapi segi positifnya pasangan ini tidak saling menyakiti.

Contoh-contoh konkret untuk pasangan masing-masing model itu adalah sbb:

  • Pasangan "volatile", pasangan yang tidak stabil, penuh emosi, mereka cukup sering bertengkar, namun kalau cinta dan kemesraan mereka 5 kali lebih banyak dari pertengkaran, pernikahan mereka akan kuat.

  • Pasangan yang "validating" yang saling mengukuhkan, memberikan pengakuan, dengan kepala dingin menghadapi problem. Tingkat ketegangannya sedang-sedang, tapi cinta dan kehangatan juga sangat tinggi.

  • Pasangan "avoidant" yang menghindar sepintas kurang menunjukkan kemesraan atau kedalaman hati. Tapi yang positifnya adalah sangat sedikit kritikan, penghinaan, atau pelecehan.

Hal-hal positif dan negatif menurut penemuan Dr. Gartman:

Tindakan yang negatif
  • Mencela dan menghina.
  • Membenarkan diri tidak mau mengalah, defensif dan akhirnya menarik diri.
  • Menolak untuk berbicara dengan pasangannya.
  • Kesepian dan kesendirian.
Tindakan yang positif
  • Memperlihatkan ketertarikan pada apa yang dikatakan oleh pasangan kita.
  • Menunjukkan kemesraan, misalnya kita menyentuhnya, berpegangan tangan, bercerita tentang masa lalu yang indah, dan tidak menyalahkan pasangan.
  • Membelikan sesuatu yang disenangi oleh pasangan kita.
  • Menghargai pernikahan, misalnya kita mengingat-ingat kebaikannya dan kita sampaikan pujian itu.
  • Tindakan yang mencerminkan penghar-gaan yaitu kita tidak melawan, berdebat dengan dia, tidak setuju.
  • Kadang-kadang bercanda.
  • Mintalah maaf kalau kita telah melukainya.
  • Menerima, menghormati pandangannya meskipun kita berbeda pandang.

Firman Tuhan:

"Efesus 4: 1 dan Efesus 4: 25, 26"

Firman Tuhan memberikan kita beberapa petunjuk yang sangat jelas:

a. Tuhan meminta kita untuk jujur.

b. Tuhan juga memberikan ruang kemarahan tapi Tuhan menekankan jangan sampai kemarahan ini berubah menjadi suatu dosa.

Oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Catatan: Audio dan transkrip bisa di dapat melalui situs kami dengan kode T55.

Doakanlah

  1. Bersyukur untuk sumbangan yang diterima dari Bp. Yahya Adi Purnomo di Malang sebesar Rp 3.000.000,-.

  2. Bersyukur tim rekaman telah menyelesaikan 16 judul baru dan doakan untuk 4x rekaman lagi.

  3. Doakan untuk pemasaran 6 booklet baru yang diterbitkan oleh Literatur SAAT, demikian pula buku "Bantal Keluarga" yang diterbitkan oleh Metanoia Publishing.

  4. Bersyukur karena proyek CD SABDA versi 3.0 yang dikerjakan oleh YLSA di Solo sudah selesai, doakan untuk tim SABDA yang akan mengadakan road show pelatihan CD SABDA dan situs Alkitab SABDA untuk para hamba Tuhan di beberapa kota.

  5. Doakan agar Tuhan membuka jalan untuk bisa bekerjasama dengan radio-radio di 14 Provinsi lainnya.

  6. Doakan untuk Yayasan Eunike yang akan mengadakan Bina Relasi Muda-Mudi ke-3 dan Seminar Pembaharuan Relasi ke-10 di Jakarta pada tgl. 5-6 Maret 2010 yad. Bp. Paul Gunadi menjadi salah seorang pembicara dari kedua acara tersebut.

  7. Doakan untuk Radio Bahtera Hayat FM di Kuala Kapuas, Kalteng yang membutuhkan 150 pesawat radio untuk para pendengar di pedalaman dan membutuhkan dana sekitar Rp 9,1 juta untuk mengganti peralatan yang sudah tidak memadai.

  8. Doakan untuk Sdri. Betty Tjipta Sari yang sementara menantikan beasiswa untuk melanjutkan studinya pertengahan tahun ini.

  9. Bersyukur bulan Maret yad. Telaga berusia 12 tahun.

  10. Doakan untuk Pemerintah R.I. agar Tuhan selalu ikut campur mengatasi permasalahan yang terjadi.

Telaga Menjawab

Tanya

Saya ingin berkonsultasi mengenai kepemilikan rumah. Saya memiliki masalah dengan istri saya karena kami belum punya rumah setelah hampir 6 tahun kami menikah. Kami hampir tiap hari bertengkar karena istri saya ingin punya rumah secepatnya walaupun kami harus hutang ke bank selama 15 tahun. Tapi masalahnya untuk membayar uang muka saja kami belum mampu sehingga istri saya ingin saya atau dirinya sendiri berusaha supaya bisa mendapatkan uang tambahan. Saya berpikir kalau kami mencari tambahan uang selain pekerjaan kami saat ini, hal itu akan membuat kurangnya kasih sayang kepada kedua anak kami karena sehari-hari akan kami habiskan hanya untuk mencari uang tambahan. Tapi istri saya tetap kukuh dengan pendiriannya untuk kredit rumah dan mencari tambahan uang karena kebutuhan rumah sudah menjadi hal yang pokok. Hal ini dia sampaikan karena kedua anak kami yang mulai beranjak dewasa sedangkan kami masih menumpang di rumah orang tua istri saya. Lebih parah lagi lingkungan rumah orang tua istri saya sering terjadi banjir kalau musim hujan. Dan istri saya pernah merasa sakit hati terhadap adik/ipar saya ketika terjadi banjir yang saat ini mereka sudah punya rumah sehingga ada kepahitan di dalam diri istri saya.

Saya pun tidak sepenuhnya menyalahkan istri akan hal ini. Untuk itu saya kembali pada pergumulan saya selama lebih dari 6 tahun ini untuk minta tuntunan Tuhan dan minta supaya kami bisa mempunya rumah tanpa harus kredit/hutang ke bank. Tentunya istri saya tidak terima akan hal ini karena baginya lebih baik berusaha mencari uang tambahan dan hutang ke bank supaya cepat dapat rumah karena dia sudah lelah menunggunya. Hal ini membuat saya sedih sekali dan saya tidak dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan saya karena semangat saya sudah patah.

Jawab

Keinginan untuk memiliki atau menempati rumah sendiri adalah impian setiap orang. Itu adalah keinginan yang wajar, bukan dosa. Selain perasaan aman, tinggal di rumah sendiri dapat mengurangi konflik dengan anggota keluarga yang lain serta mendukung pertumbuhan yang sehat bagi anggota keluarga itu sendiri. Suami dan istri serta anak-anak semakin bertumbuh dalam hal tanggung jawab dan kemandirian. Berbeda dengan kalau masih tinggal serumah dengan orang tua. Sikap manja dan bergantung pada orang tua kandung itu biasanya masih ada. Alkitab juga mengajarkan bahwa setelah menikah, kita seharusnya berpisah dengan orang tua (Kejadian 2:24).

Namun persoalannya adalah usaha pengadaan rumah sendiri. Di zaman yang serba sulit seperti ini, ditambah lagi dengan melambungnya harga tanah dan rumah, membuat tidak setiap pasangan yang sudah menikah segera dapat membeli rumah. Tidak tersedianya dana yang cukup membuat banyak pasangan terpaksa untuk sementara numpang di rumah orang tua atau menyewa rumah.

Sebagai manusia ciptaan Allah, kita diberi akal budi oleh Allah untuk menguasai bumi dengan segala isinya serta membuat bumi ini nyaman untuk ditempati. Mandat ini diberikan oleh Allah jauh sebelum manusia jatuh dalam dosa (Kejadian 1:28). Mandat ini menjadi tugas yang tiada hentinya sepanjang manusia diam di muka bumi ini. Namun usaha memenuhi mandat ilahi itu menjadi semakin berat dan sulit setelah manusia jatuh di dalam dosa. Selain karena bumi ini sudat terkutuk oleh dosa, manusia yang telah jatuh dalam dosa itu juga cenderung malas. Iblis menanamkan sifat malas dalam diri manusia.

Oleh sebab itu, kita membutuhkan "kondisi terpaksa" agar segala sesuatu yang kita harapkan dapat tercapai. Demikian juga dalam keinginan memiliki rumah sendiri, kita membutuhkan "kondisi terpaksa". Ada beberapa "kondisi terpaksa" yang bisa kita lakukan agar dapat membeli sebuah rumah. Pertama, adalah dengan menabung. Dengan menabung, kita "dipaksa" untuk menyisihkan sebagian dari penghasilan kita untuk disimpan. Untuk maksud tersebut, kita "dipaksa" untuk menggunakan uang seperlunya. Kita "dipaksa" untuk berbelanja hal-hal yang menjadi keperluan kita saja. Cara kedua adalah dengan mengambil KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang ditawarkan oleh bank. Ini juga suatu "kondisi terpaksa" yang wajar. Dengan KPR, kita bisa langsung menempati rumah yang kita inginkan lalu membayar cicilannya setiap bulan. Cara kedua ini dirasa oleh banyak orang sebagai cara paling ampuh untuk memaksa seseorang mendapatkan rumah. Kita "dipaksa" untuk menyisihkan penghasilan kita dengan lebih serius dan bekerja lebih keras lagi.

Menurut pandangan kami, mengambil kredit di bank tidak berdosa. Yang salah adalah kalau kita terjebak dengan kredit di bank yang hanya memuaskan hawa nafsu belaka. Contoh sederhana adalah pengambilan kredit bank melalui kartu kredit. Kartu kredit pada hakekatnya adalah netral, bisa menjadi penolong agar terhindar dari membawa uang tunai dalam jumlah besar, tetapi juga dapat membawa kita pada malapetaka besar apabila kartu kredit itu membawa kita pada sikap konsumtif yang berlebihan.

Buku Tamu

Nama: Andre Carl Mangindaan
Gereja: GPIB Bukit Benuas Balikpapan
Jabatan: Penatua
Komentar: Apa yang disajikan oleh TELAGA sungguh amat baik dan benar-benar bermanfaat bagi siapa saja yang ingin belajar Firman Tuhan dan Hidup di dalam Tuhan.
Nama: Sanin
Komentar: Terima kasih untuk pelayanannya kiranya TUHAN memberkati!