Kesalahan dalam Membangun Relasi

Versi printer-friendly
September

Berita Telaga Edisi No. 142 /Tahun XIII/September 2016


Diterbitkan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Sekretariat: Jl.Cimanuk 56 Malang 65122 Telp.: 0341-408579, Fax.:0341-493645 Email: telagatelaga.org Website: http://www.telaga.org Pelaksana: Melany N.T., Rr. Fradiani Eka Y. Bank Account: BCA Cab. Malang No. 011.1658225 a.n. Melany E. Simon



Kesalahan dalam Membangun Relasi


Sesungguhnya relasi pernikahan berawal bukan pada waktu bel gereja berdentang. Relasi pernikahan bermula di titik kita memulai relasi dengan pasangan. Sebenarnya yang terjadi setelah pernikahan merupakan kepanjangan atau lanjutan dari apa yang terjadi sebelum pernikahan. Berdasarkan pemahaman ini, marilah kita melihat hal-hal apa sajakah yang perlu terjadi atau jangan sampai terjadi pada masa berpacaran supaya relasi pra-nikah ini dapat menjadi fondasi yang kokoh dan sehat bagi pernikahan itu sendiri.

A. Kejujuran dan Keterbukaan

Saya membedakan kejujuran dan keterbukaan dalam pengertian, kejujuran adalah menyingkapkan yang sebenarnya tentang diri kita—dengan kata lain kita tidak mendistorsi fakta. Jadi, bila kita pernah berpacaran sebelumnya, jangan berkata bahwa kita tidak pernah berpacaran. Atau, jika kita tidak pernah duduk di bangku kuliah, jangan mengklaim bahwa kita pernah menjadi mahasiswa.

Keterbukaan sudah tentu mengandung kejujuran namun keterbukaan bukan hanya kejujuran. Keterbukaan adalah menyingkapkan sebanyak-banyaknya tentang diri kita. Dari awal berelasi kita harus bersikap jujur, dalam pengertian menyingkapkan yang sebenarnya kepada pasangan. Namun mungkin ada hal-hal yang tidak dapat dengan segera kita bagikan dengan pasangan, bukan karena kita hendaknya menutupinya melainkan karena kita mau memastikan bahwa kita akan dapat memercayakannya dengan hal yang pribadi ini.

Bila kejujuran ternoda oleh kebohongan, pertumbuhan rasa percaya niscaya mengalami hambatan. Setidaknya ada dua dampak buruk kebohongan pada relasi :

  • Rasa sakit akibat dibohongi jauh lebih berat ketimbang rasa sakit akibat pertengkaran oleh karena dalam pertengkaran kita sudah berjaga-jaga untuk diserang sedang kebohongan datangnya tidak diduga.

  • Kebohongan membuat relasi berhenti sebab kebohongan menumbangkan rasa percaya—sesuatu yang mutlak harus ada di dalam relasi nikah. Relasi baru akan kembali beranjak tatkala rasa percaya mulai bertunas. Masalahnya adalah, relasi tidak bisa berlanjut mulai dari titik di mana kebohongan terjadi. Singkat kata, kebohongan membuat kita merasa asing dengan pasangan.

Apabila kejujuran bertalian erat dengan kepercayaan, keterbukaan berkaitan erat dengan keintiman. Makin kita terbuka—menyingkapkan sebanyak-banyaknya tentang diri kita—maka makin bertambah keintiman.

B. Kesalehan dan Kekudusan

Kekudusan berhubungan langsung dengan godaan dan dosa seksual, sedang kesalehan berkaitan dengan kehidupan rohani secara menyeluruh. Kesalehan atau kehidupan rohani yang sehat menandakan adanya ketaatan kepada kehendak Tuhan dan ini berdampak pada relasi. Bersama dengan Tuhan secara intim akan menolong kita hidup dalam jalur kehendak-Nya dan akan memberi kita kekuatan untuk bertahan di dalam pencobaan.

Di samping berkaitan langsung dengan kehendak Tuhan dan dosa, kekudusan juga berhubungan erat dengan relasi itu sendiri. Hilangnya kekudusan pada masa berpacaran dapat menimbulkan dampak yang panjang:

  • Acapkali hilangnya kekudusan berakibat hilangnya respek atau penghargaan, baik pada diri pasangan atau diri sendiri.

  • Begitu relasi berpacaran beranjak masuk ke ranah seksual, berubahlah relasi itu menjadi sebuah relasi yang tidak aman. Kita bertambah takut kehilangannya dan tak lagi percaya padanya sebab kita senantiasa dihantui bayangan bahwa ia dapat melakukan hal yang sama dengan orang lain.

  • Relasi berpacaran yang terisi oleh kontak seksual pada akhirnya menjadi relasi yang stagnan alias tidak bertumbuh. Akhirnya relasi berubah menjadi relasi yang lemah sebab pertumbuhan yang seyogianya terjadi, luput berkembang.

  • Terakhir, hilangnya kekudusan menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memulai proses penyesuaian dan penyelesaian ketidaksesuaian atau konflik. Hubungan seksual di masa pra-nikah membuat kita terfokus hanya pada kepuasan jasmaniah dan ini akhirnya membuat kita melupakan masalah yang ada atau membuat kita terlena sehingga luput mendeteksi masalah yang berpotensi muncul. Setelah menikah barulah kita terkejut menemukan begitu banyak ketidaksesuaian di antara kita.

Jika demikian besar dampaknya, kita mesti berusaha keras untuk menjaga kekudusan di masa berpacaran. Kendati tidak mudah, kita harus terus berupaya sebab harga yang mesti dibayar teramat mahal. Berikut adalah saran untuk menjaga kekudusan :

  • Kita harus mengundang Tuhan masuk ke dalam relasi kita sejak awal. Kita mesti menjadikan Tuhan sebagai “orang ketiga” yang senantiasa hadir dalam relasi kita.

  • Sejak awal kita harus mengikatkan diri ke dalam sebuah relasi pertanggungjawaban dengan seorang mentor atau kakak pembimbing.

  • Sedapatnya jauhkan kontak fisik dan hindarkan tempat yang memberi kita kesempatan untuk berbuat jauh. Jangan sungkan untuk menolak ajakan atau sentuhan yang melanggar batas.

  • Pada akhirnya, jangan berhenti bergumul. Jangan putus asa dan jangan berkata bahwa Tuhan tidak lagi peduli. Tuhan peduli dan Ia akan menerima kita yang babak belur bergumul dengan dosa.

C. Kejelasan dan Kefleksibelan

Pada masa berpacaran ada kecenderungan kuat untuk bersikap samar, yaitu tidak berani mengambil sikap atau menunjukkan selera dan pendapat pribadi. Akhirnya kita mendiamkan perbuatan pasangan yang tidak kita sukai karena khawatir penyataan pendapat dapat memicu konflik.

Sejak awal berelasi seyogianya kita bersikap jelas kepada pasangan. Kita mesti berani menyatakan sikap kepadanya walaupun dengan bersikap jelas, mungkin saja terjadi konflik. Kalaupun terjadi konflik, ini adalah konflik yang sehat. Dengan menyatakan sikap yang jelas, kita pun memberi kesempatan kepada pasangan untuk melihat siapakah kita—apa adanya. Makin jelas ia melihat kita, makin terbuka kemungkinan ia memilih—atau tidak memilih kita—dengan alasan yang tepat, bukan karena kesalahpahaman. Jadi, beranikanlah diri untuk menyatakan sikap. Tunjukkan diri apa adanya—baik itu apa yang diharapkan maupun apa yang tidak diharapkan. Lewat kejelasan ini, kita akan dapat memulai proses penyesuaian. Namun, ingat bahwa di samping jelas, kita pun mesti bersedia untuk bersikap fleksibel. Jangan bersikap kaku—apalagi egois. Dalam proses penyesuaian dituntut kesiapan kedua belah pihak untuk mengurungkan niat, untuk membatalkan tuntutan, untuk mengubah permintaan dan untuk mengakui kesalahan. Kedewasaan dibuktikan lewat kemampuan untuk memilah-milah, mana yang penting dan mana yang tidak penting. Tanpa fleksibilitas kita tidak akan dapat membangun sebuah relasi nikah yang langgeng dan sehat.

D. Keserasian dan Kenikmatan

Keserasian adalah kesamaan minat. Memang tidak mungkin kita menemukan orang dengan kesamaan minat pada semua bidang; pasti ada perbedaan minat. Namun bila kita mendapati bahwa pasangan kita begitu berbeda sehingga dalam hampir segala lini kehidupan, kita berbeda, besar kemungkinan pernikahan kita akan mudah rapuh. Minat sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan tingkat kecerdasan. Orang dengan latar belakang pendidikan dan tingkat kecerdasan yang sama cenderung mengembangkan kesamaan minat.

Faktor lain yang berpotensi menumbuhkan relasi adalah kenikmatan. Pernikahan baru dapat bertumbuh bila kita dapat menikmati kebersamaan dengan pasangan. Apabila kita menemukan kecocokan, kita akan senang bersamanya. Kita akan menanti-nantikan waktu untuk bersamanya. Kita tidak sabar untuk berbagi dan bercerita; kita ingin dapat mendengar suaranya dan menghabiskan waktu bersamanya. Inilah pertanda bahwa kenikmatan sudah menjadi bagian dari relasi.

Oleh : Pdt. Dr. Paul Gunadi

Audio dan transkrip secara lengkap bisa didapatkan melalui situs www.telaga.org dengan kode T345A dan T345B.




TELAGA MENJAWAB

TANYA

Shalom,

Saya sudah bertunangan dengan seorang pria. Di awal hubungan kami, saya pernah menanyakan apakah dia pernah berhubungan seks, dia bilang belum pernah. Namun setelah saya terima lamarannya, dia mengaku sudah pernah berhubungan seks. Saya merasa terjebak, merasa dibohongi, tapi saya terlanjur jatuh cinta dan sulit memutuskan hubungan kami.

Selama kami pacaran, dia selalu menjaga saya. Tapi saya ragu apakah saya bisa memercayainya. Saya merasa sayang memberi diri seutuhnya padahal dia memberi saya “barang bekas”. Saya bingung. Dia sebenarnya cinta Tuhan, baik hati, bertanggung jawab dan sayang keluarga walau memang ada kebiasaan buruk seperti merokok, bicara kasar dan gengsi untuk mengakui kesalahan.

Apa yang harus saya lakukan? Mohon sarannya.


JAWAB

Saudari yang terkasih,

Hubungan harus dilandasi dengan kasih dari Tuhan dan komitmen berdua untuk saling menghargai. Hubungan yang sehat harus saling membangun dan membawa masing-masing pasangan semakin mengenal dan mengasihi Tuhan Yesus. Apakah itu ada dalam hubungan kalian? Atau hanya kasih Eros yang menguasai?

Ketika menjalin hubungan dengan seseorang dan Anda merasa kuatir, merasa tidak adil karena mendapat bekas saja, menurut kami hubungan ini belum kuat dalam arti rentan terhadap masalah dan tidak kuat ketika ada guncangan.

Saran kami, berdoalah lagi, uji apa sungguh dia pasangan yang Tuhan sediakan untuk Anda dan apakah Anda sungguh pasangan yang Tuhan sediakan untuknya. Jangan melangkah lebih jauh sebelum semua ini jelas. Ketika Anda siap, Anda akan siap menerima segala kekurangannya dan melangkah ke arah yang lebih serius karena kasih menutupi segala sesuatu. Namun saat ini Anda belum siap. Masih ada waktu untuk berdoa dan bertanya lagi pada Tuhan.

Demikian saran kami, Tuhan memimpin dan memberkati Anda.

Salam: Tim Pengasuh Program TELAGA




DOAKANLAH:

  1. Bersyukur untuk pemulihan kesehatan dr. Lo Siauw Ging, suami dari Ibu Gan May Kwee (salah seorang donatur Telaga) di Solo. Beberapa minggu yang lalu sudah bisa praktek kembali walaupun untuk berjalan masih menggunakan walker.

  2. Bersyukur untuk donasi dari Shepherd of Your Soul (SYS) yang akan digunakan untuk pembuatan video dari rekaman Telaga yang sudah ada. Jumlahnya Rp 32.712.500,- dan Telaga akan bekerjasama dengan Sdr. Jethro Elia dalam pembuatan video tersebut.

  3. Bersyukur selama kurang dari 1 bulan berada di Malang, Bp. Paul Gunadi dan Bp. Gunawan Santoso sudah bisa menyelesaikan 8x rekaman, di antaranya 3x rekaman video.

  4. Doakan untuk Ev. Sindunata Kurniawan yang akan mengadakan rekaman lanjutan judul “LGBT” dan beberapa kali rekaman lagi pada akhir tahun 2016 ini.

  5. Doakan untuk buku “Tujuh Bantal Keluarga” yang akan segera terbit dan juga buku “Tertawa dan Menangis Bersama Anak”. yang diterbitkan oleh C.V. Evernity Fisher Media.

  6. DVD Telaga yang terbaru sudah diperiksa ulang oleh SABDA dan saat ini tinggal menunggu penggandaannya, tetap doakan!

  7. Doakan secara khusus untuk tambahan radio yang mau bekerjasama menyiarkan program Telaga.

  8. Tetap doakan untuk Bp. Andrew A.Setiawan dalam menyelesaikan pembuatan artikel seputar berpacaran.

  9. Bersyukur untuk karunia Tuhan kepada Bp. dan Ibu Hendra Liem, seorang putri telah lahir pada tgl. 23 Agustus yl. Yang diberi nama Cayla Adrielle Asha (Kayla).

  10. Bersyukur untuk donasi yang diterima dalam bulan ini dari donatur tetap, yaitu :

         001 – Rp 200.000,- untuk 2 bulan.