oleh Ev. Carolina Soputri, M.K.
Kata kunci: Berpacaran online tidak sehat menuntut remaja memiliki relasi eksklusif dengan handphonenya, mengganggu prioritas sebagai murid, menjerumuskan remaja ke pornografi, mengganggu perkembangan sosial terutama menghadapi konflik dan perkembangan gerak motorik; saran yang tepat ialah orangtua menjadi pendengar yang aktif, bersikap sabar dan tabah ketika mendekati remaja hingga mereka merasa aman dan nyaman, menjadi ‘teman’ dengan batasan jelas dan dapat dipercaya.
TELAGA 2019
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (TEgur Sapa GembaLA KeluarGA). Saya, Gunawan Santoso, dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini bersama dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi, akan berbincang-bincang dengan Ibu Carolina Soputri, MK. Beliau adalah seorang konselor di Pastorium SAAT Malang. Kami akan berbincang-bincang tentang "Tren Remaja Berpacaran Online yang Tidak Sehat ". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Bu Carolina, sebenarnya berpacaran online atau offline sekalipun itu memiliki positif negatifnya, ada yang sehat ada yang tidak sehat juga begitu. Kali ini kita membicarakan justru yang online dan yang tidak sehat. Ini apa kira-kira yang Ibu mau sampaikan ?
CS : Untuk zaman sekarang remaja itu banyak sekali mengalami kesepian, kekosongan, Pak. Itu sebabnya mereka mengembangkan relasi-relasi di media sosial secara online. Mereka bangga jika punya pengikut di akun mereka misalnya bisa sampai 1000 atau 1 juta pengikut, dengan demikian seperti populer. Dan dengan perasaan diakui keberadaannya secara media sosial itu seperti seakan-akan mengisi kekosongan mereka. Ada beberapa penyebab berpacaran online yang tidak sehat sebenarnya. Kenapa dikatakan tidak sehat ? Karena ada hal-hal yang harusnya tidak boleh dilakukan dan itu berbahaya, merusak. Contohnya rasa ingin tahu. Sekarang akses informasi itu cepat sekali dan mereka mudah mendapatkannya di handphone, di gadget mereka. Kebutuhan akan relasi yang bermakna ini sangat penting. Dan ketika mereka tidak memilikinya, mereka kemudian mencari hal-hal yang dapat mengisi. Apalagi di masa pertumbuhan remaja hormon-hormon secara seksual itu juga memengaruhi dan akses untuk informasi-informasi yang harusnya perlu pendampingan orang dewasa itu mereka dapatkan dengan mudah. Contohnya, rasa ingin tahu yang berlebihan terhadap seks itu menjadi minat. Mereka tidak perlu komitmen karena jauh lebih aman untuk dinikmati. Banyak remaja-remaja berpacaran secara online mereka saling bisa mengirimkan foto-foto bugil, tampilan tanpa busana karena rasa ingin tahu. Dan ketika rasa ingin tahu itu dipenuhi mereka kemudian melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya.
PG : Bu Carolina, saya ingin memang lebih banyak membahas hal ini karena saya kira hal ini memang masalah yang lumayan serius sebab cukup banyak anak-anak muda yang melakukan ini dan bukan hanya anak muda tapi juga orang-orang dewasa juga melakukan ini. Bahkan ada yang sampai akhirnya gambarnya disebarluaskan dan sebagainya. Menurut Ibu pertama-tama bisa jelaskan kepada kami ini, kenapa ada orang yang tidak apa-apa memberikan gambar bugilnya itu kepada orang lain, kepada orang lain lewat media sosial. Bagaimana pun juga seharusnya mereka mengerti bahwa sekali gambar itu direkam dan dikirimkan itu gambar akan selalu ada dan bisa beredar kemana saja. Tapi tetap saja mau melakukannya. Bisa Ibu memberikan kepada kami pencerahan ?
CS : Iya Pak. Ini ironis sekali begitu. Dalam relasi berpacaran online yang tidak sehat mereka lebih mementingkan perasaan dikasihi, perasaan diterima. Karena ketika misalnya pacarnya menanyakan, "Kamu mau tidak kasih saya foto bugil kamu?" mungkin di awal dia menolak, tapi karena dia merasa pacarnya itu kemudian memuji dia, lalu pacarnya berkata, "Sudah tidak apa-apa, ‘kan kita pacaran. Saya akan bertanggung jawab, saya tidak akan macam-macam, saya hanya ingin tahu"; alasannya ingin tahu. Lalu berkata, "Tidak apa-apa nanti kita simpan ini sebagai rahasia bersama, kita nikmati bersama, ‘kan pacaran jadi tidak apa-apa". Jadi karena dangkalnya definisi cinta itu mengelabui semua alasan ini untuk mereka lakukan. Karena merasa diterima cukup, "Oke saya diterima sebagai pacar dan diakui sebagai pacar, sudah tidak apa-apa dan dia berjanji bahwa dia tidak akan menyebarkan".
PG : Jadi alasan dicintai menjadi alasan yang kuat untuk membuat mereka rela, tidak apa-apa meskipun tetap dalam hati ada resiko takut bahwa hal ini bisa disebarluaskan. Apakah mungkin ada juga pengaruh perkembangan zaman ? Yaitu di zaman sekarang ini ada orang-orang berkata, "Saya ini bangga dengan tubuh saya. Kalau pun tubuh saya itu dilihat apa adanya tanpa busana oleh siapapun kenapa saya harus malu?" Apakah juga mungkin ada pengaruh dari perubahan paradigma terhadap tubuh ini ?
CS : Bisa jadi, Pak. Dalam kebutuhan seseorang untuk diakui, ketika dia merasa bagian yang membanggakan dalam dirinya itu adalah penampilan fisiknya kemudian mendapatkan afirmasi dari orang lain, "Wah, kamu keren sekali. Wah, bagian tubuh kamu ini menarik", ini seperti memberikan suatu peneguhan, kebanggaan akan siapa dirinya dengan konfirmasi-konfirmasi demikian. Dan itu menjadikan si pribadi tersebut semakin menikmati, jadinya makin menikmati karena ada kebanggaan ketika dia memamerkan bagian tubuhnya dan mendapat pujian dari orang lain.
PG : Jadi misalnya di zaman-zaman saya, zaman Pak Gunawan dulu misalnya anak itu nakal meskipun itu hal negatif tapi gara-gara nakal dia menjadi populer, dikenal orang dan sedikit banyak dihormati. Mungkin di zaman sekarang pengiriman foto bugil ini seperti itu, yaitu dengan mereka berani mengirimkan ini orang menjadi tahu siapa dia, eksistensinya diakui dan mungkin menjadi bahan pembicaraan; mungkin ada pengaruh itu juga.
CS : Iya, ada Pak.
PG : Oke. Ibu, mungkin juga ada penyebab yang lainnya kenapa akhirnya ada anak-anak remaja bisa terlibat dalam relasi orang yang tidak sehat itu ?
CS : Kebanyakan dari kasus yang saya temukan Pak, sebenarnya relasi dengan orang tua yang bermasalah. Jadi ketidakhadiran secara emosional itu sangat membuat remaja itu mengalami kekosongan. Dan mereka mencari itu untuk mengisi. Jadi ketika orangtua tidak memerhatikan, orangtua tidak memedulikan meskipun hadir secara fisik begitu, tapi secara emosi tidak ada relasi yang mendalam kemudian komunikasi juga sangat berjarak maka si anak seperti tidak punya pagar begitu. Lalu kemudian membiarkan orang lain masuk ke dalam kehidupan mereka. Dan juga karena ada beberapa orangtua yang kenyataannya sekarang itu banyak orang tua yang kedua-duanya bekerja, Pak. Jadi bukan hanya papa yang bekerja, atau mama yang bekerja dan itu menambah kesibukan orangtua sehingga perhatian orangtua kepada perkembangan anak itu sangat minim. Dan membiarkan sekolah atau orang lain seperti gereja atau pihak lain yang memantau perkembangan anaknya, lepas tanggung jawab, sepertinya begitu.
PG : Jadi bisa tidak kita katakan, pada umumnya kalau anak-anak itu tidak mendapatkan perhatian dari orangtua yang cukup lebih besar kemungkinannya dia mencari perhatian itu dari luar dan dari relasi online yang tidak sehat ini. Namun kita tidak mau menghakimi semua orangtua, jadi kita juga tidak mau berkata bahwa kalau anak sampai terlibat dalam hubungan online tidak sehat maka pasti orangtuanya salah, kurang memerhatikan anak sebab memang belum tentu selalu begitu. Kadang-kadang anak-anak karena terpengaruh oleh teman-teman.
CS : Pertemanan.
PG : Dan ini akhirnya melakukan itu.
GS : Dan remaja sedang mencari jati dirinya itu seperti apa begitu. Dia bisa diterima atau tidak, sehingga segala cara dikatakan ditempuh untuk memeroleh identitas dirinya yang seperti itu.
CS : Iya. Jadi remaja kadang-kadang tidak berpikir lagi apakah ini benar atau salah, tapi lebih kepada apakah ini menyenangkan atau tidak; "Kalau ini menyenangkan buat saya, saya tidak peduli apa pendapat orang lain" karena bagian dari pembentukan identitas diri.
GS : Iya.
PG : Kepedulian terhadap remaja itu apakah juga, Ibu rasa, membawa dampak terhadap perilaku remaja yang akhirnya terjun ke dalam relasi online yang tidak sehat ?
CS : Iya, Pak. Mungkin bukan hanya orangtua tapi orang dewasa, karena merasa misalnya ‘gap’ atau jembatan yang terlalu besar antara kehidupan orangtua dengan kehidupan remaja. Jadi karena susahnya untuk menjembatani pergumulan remaja zaman sekarang kadang-kadang orang dewasa, orangtua atau mungkin siapa pun itu yang dewasa yang merasa, "Wah, remaja ini sulit diatur jadi tidak mau dekat-dekat. Remaja ini terlalu banyak maunya, susah untuk dibilangi", jadi pemikiran ini menghalangi orang dewasa untuk dekat dan peduli kepada remaja karena sudah berpikir remaja ini sulit didekati, susah diatur.
GS : Ibu Carolina, kalau remaja ini sudah melakukan pacaran secara online yang tidak sehat itu dampaknya apa yang kelihatan atau yang terasa ?
CS : Dampaknya, pertama jelas karena mereka masih status siswa, fokus utama belajar mereka menjadi terganggu. Kenapa ? Karena mereka sering sekali menghabiskan waktu untuk berkomunikasi di chat, media sosial, bisa sampai pagi. Jadi waktu sekolah mengantuk, sore mengantuk, tapi waktu malam jam 10 ke atas sampai pagi itu melek karena mereka sangat menyukai komunikasi tengah malam. Itu istilahnya ‘privasi’ karena tidak diketahui oleh orang di rumah, dan orangtua juga sudah tidur; jadi itu kesempatan untuk bisa chat, berkomunikasi. Dan pastinya ini mengganggu belajar mereka di sekolah, konsentrasi mereka juga. Lalu yang kedua adalah relasi sosial terhambat karena menjadi terlalu eksklusif dengan pacar. Yang tadinya mereka punya geng, punya kelompok tertentu untuk keluar bersama, menikmati aktifitas bersama tapi waktu punya pacar secara online mereka jadi malas keluar rumah. Atau mereka keluar rumah cari tempat untuk bisa terhubung dengan pacar secara online. Dan biasanya mereka tidak terlalu suka diikuti atau diganggu ketika mereka sudah benar-benar menikmati pacaran online ini.
PG : Tentang yang pertama tadi, Ibu Carolina, mana yang lebih Ibu rekomendasikan kepada orangtua: melarang anak-anak itu menggunakan misalnya smartphone atau menggunakan hal-hal ini, atau membolehkan tapi membatasi dan lebih mengaitkannya dengan tanggungjawab dia sebagai seorang pelajar ?
CS : Saya setuju yang kedua, Pak. Jadi memberi batasan. Ada kebebasan tetapi ada batasan juga. Nah, batasan ini diberikan tentu saja bukan sekadar pokoknya tetapi ada pengertian mengedukasi anak kenapa ada batasan. Banyak yang saya temukan orangtua yang punya strategi seperti ini cukup berhasil untuk menolong anak tidak sampai kecanduan gadget berlebihan dan mengganggu fokus utama mereka. Jadi dengan adanya orangtua yang bisa terlibat seperti ini, itu menolong remaja sebenarnya untuk bisa fokus.
PG : Jadi lebih baik kita ini memercayakan remaja untuk bertanggung jawab. Nah, kalau misalkan dia tidak bisa membuktikan tanggung jawabnya barulah kita memunyai alasan untuk mengurangi pemakaiannya, begitu.
CS : Iya, Pak.
PG : Dan yang kedua tadi Ibu sebut tentang relasi sosial terhambat karena terlalu eksklusif dengan pacar. Saya membayangkan adanya smartphone itu menjadi seperti adanya orang di tangan kita terus-menerus. Sebab kapan pun orang itu bisa mengirim pesan dan bertanya, "Kamu dimana ? Kamu sedang berbuat apa ?". Kalau zaman dulu tidak pernah ada benda yang bisa menjadi seperti roh di tangan kita yang bisa selalu bertanya-tanya kita. Namun tadi Ibu katakan justru karena itu relasi bisa sangat sangat eksklusif secara tidak sehat, ya ?
CS : Iya, Pak.
PG : Bisa Ibu jelaskan kenapa itu tidak baik kalau anak-anak remaja itu hanya menempel dengan pacarnya baik secara fisik maupun secara gadget itu?
CS : Iya. Kalau secara fisik pasti itu memengaruhi kesehatan misalnya yang paling nampak kesehatan mata, kesehatan tubuh juga. Pada remaja yang sangat kecanduan seperti ini komunikasi eksklusif dengan pacar itu membuat batasan terhadap gerakan motorik. Jadi banyak remaja yang suka, istilah mereka ‘PW’ jadi sudah enak sekali dengan satu posisi akhirnya tidak menggerakkan tubuh dengan banyak gerakan padahal itu dibutuhkan karena mereka, remaja dengan pertumbuhan, masa-masa pertumbuhan secara fisik.
PG : Jadi apa artinya ‘PW’, maaf Ibu karena sampai tidak mengerti.
CS : Itu berarti ‘posisi wenak’, jadi bahasa mereka ‘PW’ itu posisi enak.
PG : Oke. Posisi yang enak maksudnya begitu; yang nyaman begitu ?
CS : Iya. Karena posisi enak ini juga sering sekali mereka, misalnya mereka sebenarnya berada pada tempat ramai, misalnya di sekolah. Tapi karena sedang komunikasi chatting dengan pacarnya, mereka sampai tidak memerhatikan bahwa ada temannya yang sedang menghampiri dia, ada temannya yang sedang curhat, atau ada temannya yang sedang mengajak dia berbicara. Jadi kadang-kadang itu seperti, istilahnya ‘seperti autis’; mereka suka menyebutkan, "Ini autis nih, ditanya tidak dijawab. Diajak ngobrol tidak balas" karena memang sangat sangat terfokuskan kepada relasi yang di online tadi. Jadi secara sosial ini sangat menghambat mereka untuk berkembang, bertumbuh, memahami orang lain, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, menghadapi konflik dengan nyata dengan orang-orang di sekelilingnya.
GS : Jadi seperti tadi yang Pak Paul tanyakan tentang ‘PW’ dan sebagainya. Tadi kita bicara bahwa sebenarnya orangtua perlu akrab juga dengan perangkat-perangkat media sosial ini, juga istilah-istilah itu. Jadi sekarang sudah begitu banyak istilah-istilah dari remaja yang kita terkadang sebagai orangtua tidak mengerti apa maksudnya. Tetapi kita bisa cari tahu karena mereka akan berbicara dalam bahasa mereka itu, yang kita kadang-kadang juga tidak mengerti, sekalipun kita juga menguasai perangkat media sosial sendiri. Jadi mengenai relasi terhambat itu dari dulu sekalipun pacaran yang tidak memakai media sosial pun kita tidak mau orang lain terlibat atau menjadi pengganggu saat-saat yang kita itu eksklusif; termasuk orangtua pun jalan di depan kita kita acuh saja. Nah, tetapi selain hal-hal itu apakah ada dampak yang lain yang tidak sehat, Bu Carolina?
CS : Iya. Saya melanjutkan kalau zaman dulu itu kita pacaran, tahu-tahu putus kita akan merasa malu, merasa bersalah. Kalau sekarang tidak. Ini dampaknya. Mereka cepat sekali beralih, cepat berpacaran, cepat bosan, bahkan cepat juga move on atau cepat berganti tanpa ada rasa bersalah atau dikenal ‘tukang ganti pacar’ tidak apa-apa, karena bagi mereka, istilahnya suka mempermainkan, tapi ya tidak cocok mengapa harus dilanjutkan. Atau tidak apa-apa itu artinya banyak yang suka, banyak yang menjadi fansnya. Jadi bagi mereka ini menjadi satu kebanggaan bukan lagi sesuatu yang memalukan atau menimbulkan rasa bersalah terhadap orang yang diputuskan begitu. Ini jadi sangat membuat mereka bertumbuh secara emosional tapi dangkal, tidak mudah memahami apa yang orang lain rasakan dan bagaimana menempatkan diri dalam situasi sosial, begitu.
PG : Ini sangat berkaitan juga nantinya dengan perkembangan menghadapi konflik ya Bu Carolina. Bisa tidak Ibu jelaskan dampaknya apa kalau akhirnya terlalu menjalinnya lewat online dengan kemampuan menghadapi atau mengatasi konflik?
CS : Saya pikir salah satunya kita biasa lihat dengan jelas adalah zaman sekarang tingkat perceraian sangat tinggi. Baru konflik sedikit sudah menjadi alasan tidak cocok dan cerai. Kenapa ? Karena kemampuan untuk mengatasi konflik itu tidak terlatih. Zaman sekarang remaja seperti ini. Mereka mengadopsi hal-hal yang spontan, cepat, lalu kemudian kalau misalnya sudah punya masalah dengan pacar, beda pendapat akan menjadi alasan untuk putus, tidak diselesaikan dengan baik. Lalu bagaimana memahami pribadi seseorang, kelebihannya, kekurangannya. Sedangkan yang mereka tahu, "Kalau membuat dia nyaman lanjut kalau tidak putus saja". Ini hal-hal yang menghambat mereka untuk mengatasi konflik secara sehat padahal itu perlu.
PG : Jadi akhirnya mereka terbiasa menggunakan cara putus untuk menyelesaikan masalah. Jadi mungkin sekali pacar pertama begitu, akhirnya pacar kedua begitu, pacar ketiga juga begitu, sedikit-sedikit tidak cocok atau tidak suka atau apa maka sudah daripada pusing, ribut lebih baik putus. Nah, yang Ibu khawatirkan adalah kalau ini sudah menjadi sebuah pola dalam hidupnya dan ketika ini dibawa ke pernikahan misalnya dia bertemu seseorang dan cocok lalu menikah terus menghadapi konflik namun karena tidak pernah terlatih, tidak tahu bagaimana langsung juga ketika ada konflik pernikahan yang terpikir ialah mau cerai.
CS : Betul, Pak.
GS : Iya. Dan sebagai orang yang lebih dewasa apa yang perlu kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan untuk mendampingi atau membimbing para remaja kita didalam melakukan pacaran yang tidak sehat itu ?
CS : Saya pikir ada 3 hal yang boleh dilakukan. Tentu saja ini baik sekali dan menolong. Pertama, mendengarkan secara aktif, menanggapi dengan tepat. Kemudian bersikap sabar dan tabah. Jadi kadang-kadang remaja itu, mereka butuh rasa aman untuk bisa menceritakan kepada orang dewasa. Jadi kita harus sabar. Belum tentu ketika dia di awal pendekatan kita sepertinya dia menjaga jarak itu artinya dia menolak kita. Tidak. Kadang-kadang kita perlu bersabar. Ketika dia melihat bahwa kita memang ingin sekali untuk terlibat maka dia juga akan melihat bahwa kita memerhatikan dan memedulikan dia; bukan sekadar ingin tahu saja lalu mengurus masalah mereka tapi benar-benar terlibat untuk memahami mereka. Dan yang ketiga menjadi teman dengan batasan yang jelas. Mereka tahu kita bisa menjadi teman, tapi juga mereka tahu kita figur dewasa, orangtua, guru, atau pun pembimbing. Yang tidak boleh dilakukan adalah jangan terlalu cepat menghakimi, jangan tergesa-gesa mengatakan, "Kamu salah" sebelum tanyakan kenapa dia melakukan itu, apa itu alasannya kenapa dia melakukan itu. Jadi perlu ditanyakan dulu alasannya. Mereka sangat suka ketika kita berusaha cari tahu alasannya sebelum kita mengatakan itu salah atau itu benar. Ajak mereka berpikir apa yang sebenarnya yang dia butuhkan, jadi sebelum menyatakan itu salah, ajak dia untuk berpikir, "Apakah itu yang benar-benar dia butuhkan? Apa itu yang benar-benar memuaskan dia?". Biasanya pertanyaan-pertanyaan seperti ini menolongnya untuk berpikir dan kemudian ada pengakuan dari dia; ini yang sering saya dengar, "Iya sih sepertinya tidak butuh sekali. Iya sepertinya saya salah" akhirnya pernyataan salah ini keluar dari mulut dia sendiri ketika kita ajak mereka berpikir sebenarnya. Lalu yang kedua yang tidak boleh dilakukan adalah karena konteks remaja zaman ‘now’ mereka memunyai bahasa atau tren tersendiri. Saya menghimbau para orang tua, para orang dewasa yang ingin mengenal remaja sekarang akses internet sangat terbuka, tinggal cari saja di internet ketik ‘bahasa gaul’ maka itu akan keluar bahasa gaulnya apa, artinya apa. Itu bisa menolong untuk bisa memberikan pemahaman supaya tidak salah konteks dan bisa menjalin komunikasi yang searah dengan mereka. Lalu jangan sampai tidak dipercaya. Sekalipun mereka kelihatannya itu sangat suka untuk membuka diri menyatakan siapa diri mereka di media sosial tapi mereka sangat sangat peka dengan sikap-sikap orang dewasa yang tidak bisa dipercaya. Jadi misalnya dia menceritakan sesuatu yang benar-benar menjadi pergumulan lalu istilahnya kita mencari dukungan untuk menolong dia. Kemudian tanpa seijin dia, tanpa sepengetahuan dia kita ceritakan kepada orang lain dan dia tahu itu akan membuat semakin berjarak. Dan karena mereka canggih mereka pasti cepat mendapatkan informasi apa yang mereka butuhkan. Jadi sedapat mungkin jangan terlalu cepat menghakimi, jangan juga gagal paham dalam pengertian tidak memahami konteks mereka dan jangan menjadi orang dewasa yang tidak dipercaya lagi oleh mereka.
PG : Banyak sekali informasi yang Ibu telah bagikan dan semua ini sangat bermanfaat, saya percaya buat para orangtua. Untuk bisa merangkumkan supaya orangtua nanti ingat apa yang Ibu sampaikan, apakah Ibu ada prinsip yang bisa dibagikan kepada orangtua ?
CS : Karena ini urusan remaja zaman ‘now’ pasti berurusan dengan orangtua zaman ‘now’, Pak. Saya beri NOW dari arti sekarang. N itu adalah ‘Nerima tanpa menghakimi’. Kita perlu masuk kepada remaja, berusaha untuk mengenal dunia mereka tanpa menghakimi. Dari awal atau terlebih dahulu kenali mereka. Lalu kita punya O itu ‘Oke dalam mengenal dan memahami mereka’. Dan yang ketiga adalah W yaitu ‘Waktu untuk mendengar dan mendampingi’. Tidak bisa tidak kehadiran orangtua dan orang dewasa yang penting bagi mereka ialah mendampingi dan menolong mereka untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan melewati setiap tantangan yang mereka alami.
GS : Itu mudah-mudahan mudah diingat buat kita karena ini sangat penting. Dimana hubungan orangtua dan remaja ini menjadi lebih akrab dan lebih saling mengerti karena intinya disana, bukan hanya peralatan-peralatan. Kalau zaman ini pasti berubah-ubah terus.
CS : Betul sekali, Pak.
GS : Tapi prinsip yang Ibu katakan ini lebih langgeng. Dan yang terpenting adalah bagaimana firman Tuhan itu membimbing kita baik sebagai orang dewasa maupun sebagai anak remaja. Dan apakah ada ayat firman Tuhan yang Ibu Carolina sampaikan ?
CS : Baik Pak. Saya ambil dari Amsal 29:15, "Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya". Kiranya kita bersama-sama dengan Tuhan, mengandalkan Tuhan untuk menjadikan hikmat dalam kehidupan setiap kita dalam menolong anak-anak kita bukan membiarkan mereka sehingga mereka tidak menjadi anak-anak yang memermalukan Tuhan. Kiranya Tuhan menolong.
GS : Terima kasih sekali Ibu Carolina juga Pak Paul yang sudah bersama-sama dengan kami berbincang-bincang. Dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Carolina Soputri, Magister Konseling dalam acara TELAGA (TEgur sapa GembaLA KeluarGA). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tren Remaja Berpacaran Online yang Tidak Sehat". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.