oleh Ev. Carolina Soputri, MK.
Kata kunci: Masalah kerumitan sehari-hari remaja; pertengkaran orangtua; penyakit atau kecelakaan; menjadi teman bagi remaja, menemani remaja saat dibutuhkan, empati dengan sikap tulus, dukungan positif lewat kata-kata dan bahasa tubuh, mengajak teman-teman remaja untuk membantu dia, mengenalkan Kristus sebagai pengharapan remaja.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi di mana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerja sama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Mega, akan berbincang-bincang dengan Ibu Carolina Soputri, M.K. Beliau adalah seorang konselor dan praktisi di bidang remaja. Perbincangan kami kali ini adalah tentang "Tatkala Stres Melanda Remaja". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
MT : Ibu Carolina, ketika saya membaca judul untuk rekaman kita kali ini "Tatkala Stres Melanda Remaja", ada satu pikiran yang menggelitik saya, "Memang remaja bisa dilanda stres?"
CS : Iya, Bu Mega. Sepertinya kalau kita mendengarkan kata ‘stres’ kita mengidentifikasikan bahwa stres itu dialami orang dewasa saja, tapi tidak. Mulai anak-anak bahkan bayi sekalipun itu punya stres tersendiri. Dari pengertian ‘stres’ itu ialah respons individu; berarti, sejak seseorang itu lahir ke dunia dia mengenali lingkungannya yang berada di dunia ini, maka terdapat hal-hal yang memicu membuat dia berespons terhadap situasi atau peristiwa yang mengancam mereka dan menuntut mereka untuk menghadapinya; makanya dari kecil pun orang bisa stres.
MT : Jadi termasuk anak-anak itu juga, ya?
CS : Iya betul.
MT : Memang kali ini kita membahas remaja. Jadi orangtua perlu untuk lebih memahami dinamika yang terjadi di dalam diri remaja ini ya ?
CS : Betul sekali, Bu Mega. Karena banyak orangtua yang kurang memahami dengan baik bagaimana anak-anak mereka menghadapi stres atau apa saja yang membuat stres dalam kehidupan remaja. Ditambah lagi kehidupan saat ini tidak gampang, sekalipun banyak hal yang membuat praktis ternyata dalam kemudahan itu juga banyak menimbulkan stres bagi anak remaja.
MT : Begitu, ya?
CS : Iya betul.
MT : Biasanya contohnya apa ya Bu, hal-hal sebagai pemicu sehingga anak-anak remaja bisa mengalami stres, yang umum dulu begitu.
CS : Secara umum stres itu ditimbulkan oleh keadaan di sekitar remaja. Jadi bisa saja karena keadaan di rumah.
MT : Jadi mungkin termasuk orangtua sendiri ?
CS : Betul. Orangtua juga bisa menjadi penyebab stres anak. Misalnya orangtua yang bertengkar, orangtua yang memberikan tuntutan-tuntutan tertentu "Kamu harus belajar ! Kamu tidak boleh ini !", jadi itu bisa menjadi salah satu penyebab stres juga dari lingkungan terdekat anak, yaitu keluarga.
MT : Jadi keluarga bisa, sekolah tentunya bisa, mungkin juga pergaulan dengan teman-teman sebagai pemicu stres anak remaja. Jadi alangkah pentingnya kita bisa memahami dunia remaja dan terlebih kita juga bisa melihat kira-kira penyebab-penyebab seperti apa yang bisa memicu untuk anak-anak remaja ini mengalami stres ?
CS : Dari seorang pakar remaja, John Santrock, memaparkan ada tiga hal yang disimpulkan sebagai penyebab stres remaja. Pertama, peristiwa hidup. Dari lingkungan kehidupannya dia, misalnya ada anggota keluarga yang meninggal, kemudian putusnya relasi pertemanan atau dalam berpacaran, perceraian orangtua, penyakit yang dialami atau kecelakaan. Peristiwa-peristiwa hidup ini yang dialami oleh remaja sulit buat mereka untuk dihadapi sendiri, karena tekanan-tekanan itu tidak hanya menyerang fisik mereka tapi juga menyerang psikis mereka.
MT : Tadi ibu sempat menyebutkan kalau misalnya orangtua bertengkar, jadi maksudnya tidak harus bercerai ya, Bu ?
CS : Iya, tidak harus bercerai.
MT : Bertengkar atau bagaimana relasi orangtua di dalam rumah, ini bisa memicu anak-anak ini untuk memunculkan stres di dalam diri mereka.
CS : Betul.
MT : Tadi juga sempat disebutkan mengenai penyakit atau kecelakaan. Apakah ini penyakit atau kecelakaan yang timbul dari orang lain atau yang dirasakan oleh anak remaja itu sendiri ?
CS : Bisa keduanya, Ibu. Jadi kalau misalnya ada orangtua yang menderita kanker, sakit penyakit terminal tertentu, atau si anak sendiri yang mengalami. Misalnya dia punya penyakit tertentu itu menyebabkan stres, karena pasti membingungkan. Bagaimana cara menolong orangtua kalau misalnya orang tua yang mengalami atau bagaimana dia menghadapi penyakitnya kalau si anak menghadapi penyakit tertentu.
MT : Jadi ternyata pemicu hal tersebut cukup banyak ya, Bu ?
CS : Iya betul.
MT : Dari peristiwa hidup sendiri cukup kompleks. Jadi memang tugas orangtua ialah mungkin bisa melihat kehidupan anak-anak sendiri ya, "Apa yang sedang dihadapi oleh mereka?" Apalagi kalau zaman sekarang tugas-tugas sekolah yang banyak ya ?
CS : Saya setuju sekali. Sekarang jam remaja sekolah itu seperti jam kerja orang dewasa. Sekarang ada istilah "full-day". Nah, ini juga.
MT : Pulangnya sore.
CS : Betul. Jadi stres buat anak-anak remaja. Mereka sering mengeluh, pagi berangkat sekolah pulangnya sudah sore-sore, capek, belum lagi ditambah tugas yang menumpuk. Ini yang menjadi salah satu penyebab stres yang berikutnya Bu Mega; yaitu kerumitan sehari-hari. Seperti contohnya tugas dari sekolah, pertengkaran dengan teman-teman atau misalnya di lingkungan si anak berada kurang mendapatkan penerimaan yang cukup baik seperti mendapat ejekan, kemudian kekhawatiran untuk memenuhi tuntutan orangtua yang berlebihan. Bahkan tidak sedikit remaja-remaja itu merasa kesepian karena kurangnya relasi yang mendalam dengan orang-orang sekitarnya.
MT : Untuk yang bagian ini saya cukup tertarik dengan masalah ‘memenuhi tuntutan orangtua’. Apakah dari pengalaman ibu sendiri, kira-kira seperti apa keluh kesah anak-anak remaja ini ketika mereka menanggapi tuntutan orangtua? Biasanya tuntutan seperti apa yang biasanya mereka terbeban itu?
CS : Pada umumnya yang saya temukan di lapangan, ketika anak-anak menghadapi kerumitan dalam kehidupan mereka, orangtua tidak cukup memberikan support yang mereka butuhkan. Sebaliknya tuntutan yang berlebihan. Mereka sudah belajar terus-menerus lalu belum ditambah tugas-tugas yang sangat menumpuk, orangtua malah menambah komentar-komentar seperti, "Kamu harus bisa ! Papa sudah bayar mahal !" misalnya seperti itu. "Kamu harus jadi ranking satu. Kamu harus masuk IPA karena mama sudah berharap kamu jadi dokter", misalnya. Nah, padahal si anak belum tentu punya keinginan untuk menjadi dokter, misalnya dia punya kelebihan di bidang lain tetapi orang tua tidak mau tahu. Karena persepsi orangtua bahwa ada bidang-bidang tertentu yang menjamin masa depan, itu menjadi tuntutan bagi anak yang memicu stres.
MT : Padahal mungkin sebetulnya anak sendiri memiliki keinginan yang lain atau cita-cita yang lain. Disitu pentingnya orangtua, yaitu bisa memahami anak remajanya.
CS : Iya.
MT : Lalu mungkin apakah ada penyebab stres yang lain, selain tadi peristiwa hidup dan kerumitan sehari-hari yang mungkin terjadi di rumah maupun di sekolah; apakah ada yang lain ?
CS : Ada satu lagi, Bu. Jadi bagian lain dalam kehidupan remaja yaitu faktor sosial-budaya. Nah, perbedaan gender juga. Konflik antar budaya, misalnya si anak berada di sekolah yang mayoritas dengan budaya tertentu sedangkan dia berasal dari budaya yang berbeda; adaptasi itu juga bisa membuat stres. Komentar teman di media sosial; sekarang tidak sedikit remaja yang sangat aktif di media sosial. Nah, sesuatu yang di-posted di akun mereka itu bisa jadi semua orang akan mengetahui ketika orang memberikan komentar tertentu yang mereka tidak harapkan, ini juga bisa jadi pemicu stres. Dan juga dalam faktor sosial-budaya yaitu masalah kemiskinan, masalah tingkat ekonomi, ini juga menjadi problem buat remaja.
MT : Jadi sebetulnya faktor ekonomi bukan hanya masalah orangtua ya, anak-anak remaja pun khususnya mereka juga memikirkan masalah itu, ya ?
CS : Iya.
MT : Ibu, kalau untuk masalah gender sendiri ini bagaimana, ya ?
CS : Untuk masalah gender misalnya dalam budaya tertentu kalau laki-laki itu harus begini, ketika dia belum bisa mencapai standar tersebut kemudian diberi ‘label’ yang negatif. Nah, misalnya tuntutan budaya tertentu laki-laki harus memunyai syarat, harus begini, harus begitu. Contohnya laki-laki itu harus bisa bawa motor, lalu kemudian dia belum bisa bawa motor karena belum diijinkan, belum mencapai usia. Nah, itu menjadi stres tersendiri juga buat si anak.
MT : Jadi ada beberapa yang bisa menjadi poin penyebab stres pada remaja yaitu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, kerumitan sehari-hari yang terjadi dalam kehidupan anak ini sendiri termasuk juga faktor sosial-budaya. Jadi kita sekarang sudah memahami kira-kira seperti apa penyebab-penyebab stres yang mungkin terjadi pada remaja. Sekarang, gejala-gejalanya seperti apa yang dialami oleh remaja ketika mereka dilanda stres; apakah menangis? Apakah terus mungkin diam di kamar? Atau bagaimana ?
CS : Pertanyaan yang bagus sekali, Bu Mega. Nah, ini penting, karena gejala ini menolong kita untuk memahami bagaimana kondisi remaja dan menolong mereka. Yang pertama tadi, suasana hati. Jadi misalnya tampak mudah tersinggung, kemudian mudah marah, sedih, merasa kosong dan beranggapan bahwa hidup mereka itu tidak berarti. Bahkan beberapa remaja menunjukkan sikap agresif yang menyerang orang-orang di sekitarnya. Jadi karena terlalu kuat perasaan stres itu, kemudian akhirnya mereka sulit mengendalikan sikap mereka dan itu terekspresikan kedalam sikap-sikap yang merusak atau merugikan dirinya dan orang lain di sekitarnya. Yang kedua, minat pada aktifitas sehari-hari menurun, Bu. Jadi misalnya yang tadinya suka basket atau suka menari, ikut kegiatan yang menjadi hobi sehari-hari, itu tidak lagi sesuatu yang menarik. Dan kemudian mereka mulai menarik diri juga dari teman-teman dan keluarga. Lebih sering mengurung diri di kamar, lebih sering melamun dan misalnya perubahan nafsu makan yang kemudian memengaruhi berat badan yang berangsur-angsur menurun. Yang tadinya suka makan, suka mencoba makan ini, makan itu. Perubahan mood-nya bisa untuk menghindari makan dan memengaruhi berat badan.
MT : Iya. Jadi mungkin yang kita bisa tarik secara sederhana, ada perubahan yang cukup tampak, begitu ya Bu, yang dialami oleh remaja ini; baik secara emosi maupun perilaku.
CS : Iya, betul. Selain tadi pola nafsu makan yang berubah, bisa semakin banyak makan juga, jadi bukan hanya kurang nafsu makan tapi bisa menambah. Kemudian juga waktu istirahat atau waktu tidur itu menjadi terganggu. Misalnya, biasanya malam-malam menjadi sering begadang. Kemudian jadi sering sulit bangun tidur di pagi hari. Itu dampaknya, sehingga memengaruhi juga konsentrasi belajar. Biasanya ini jadi keluhan guru-guru di sekolah, melaporkan kepada orang tua: anak-anak ini mulai sering melamun atau bahkan tertidur di ruang kelas. Ini laporan dari para guru-guru tentang kondisi anak yang mengalami stres. Hanya saja masalahnya tidak semua guru itu punya kepekaan atau keingintahuan yang tinggi tentang penyebab stres tersebut.
MT : Dari anak-anak ini, ya ?
CS : Iya.
MT : Jadi penting sekali jika orangtua secara berkala berkomunikasi dengan guru-guru, terutama mungkin pada saat terima rapor, jadi jangan dititipkan ke tetangga. Tetapi diambil sendiri, karena itu adalah saat-saat emas untuk bisa mengetahui perkembangan yang paling baru dari anak-anak kita, begitu ya Bu ?
CS : Betul. Pernyataan yang bagus sekali, ‘saat-saat emas’ mendampingi remaja dan itu memang tugas dan peran orangtua. Kemudian untuk gejala yang berikutnya yang bisa diperhatikan juga: ada remaja yang cukup ekspresif mengutarakan tetapi tidak langsung menyatakan bahwa dia stres. Hanya saja lewat keluhan-keluhan misalnya pusing, sakit kepala, tiba-tiba sakit perut. Bisa saja kalau ditelusuri lebih lanjut ternyata si remaja itu mengalami stres. Ini salah satu alarm dan kemudian sekarang juga ada banyak remaja yang mulai mengkonsumsi kafein yang berlebihan.
MT : Kopi ya, Bu ?
CS : Iya. Mengatasi khawatir, cemas yang dirasakan akibat dari stres. Sehari bisa beberapa kali mengkonsumsi kafein. Itu untuk mengatasi stres.
MT : Berarti tadi tidak hanya secara emosi atau perilaku tetapi fisik juga? Jadi anak mungkin secara fisik mudah drop, tiba-tiba mudah sakit, itu juga alarm bagi orangtua untuk bisa lebih memerhatikan.
CS : Iya, betul.
MT : Nah, tadi kita sudah belajar mengenai penyebab stres dan kita sudah belajar mengenai gejala-gejala stres. Tentunya para pendengar yang sekarang sedang mendengarkan acara ini mereka pasti mengalami seperti : "Lalu, saya harus bagaimana sebagai orangtua?" atau mungkin juga guru "Apa yang harus saya lakukan ketika saya menemukan anak saya atau murid saya, ketika saya mencurigai mereka mengalami stres ?"
CS : Sebagai orangtua dan juga mungkin guru atau praktisi remaja, penting sekali untuk bisa menolong remaja supaya mereka bisa menghadapi stres mereka, kemudian mereka bisa menjadi pemenang-pemenang yang bisa menolong diri mereka bahkan juga bisa menolong sesama mereka. Dari pengalaman saya, saya menemukan pendekatan ke remaja itu yang penting. Karena sulitnya menghadapi remaja tentu saja orangtua dan juga guru itu perlu melakukan pendekatan khusus, disini kita sebut sebagai T.E.M.A.N. Karena remaja itu sangat menyukai teman dan sangat sangat terpengaruh oleh teman. Ketika mereka memutuskan apa, mereka melakukan apa itu berdasarkan apa kata teman. Nah, kalau begitu pendekatan yang baik adalah kita menjadi teman buat mereka. Saya membuat beberapa deskripsi dari kata T.E.M.A.N ini. Yang pertama huruf T; yaitu TEMANI REMAJA DI SAAT MEREKA MEMBUTUHKAN KEHADIRAN KITA. Misalnya ketika ia sedang sedih tanyakan apa yang dapat kita lakukan untuk membuat dia merasa lebih baik. Jadi sewaktu ia sedih, kita tidak langsung memberikan pernyataan, "Kamu mengapa sedih ? Sudah jangan sedih-sedih. Kamu mengapa galau ? Mengapa galau terus?" tetapi tanyakan, "Apa yang dapat saya lakukan untuk membuat ia merasa lebih baik ?"
MT : Mungkin anak remaja ini, kita ajak agar mereka bisa mengeluarkan perasaannya.
CS : Iya, betul. Mereka sangat membutuhkan teman untuk mendengarkan mereka. Karena itu kita pakai kesempatan ini untuk menjadi teman dimana hadir dalam keadaan yang membuat mereka stres. Nah, yang kedua dari kata T.E.M.A.N yaitu E; EMPATI DENGAN SIKAP YANG TULUS DAN MENERIMA APA YANG DIRASAKAN SI REMAJA, contohnya mendengarkan tanpa memberikan terlalu banyak nasehat. Ini penting sekali, Bu Mega.
MT : Dan itu sulit lho, Bu.
CS : Iya, kebanyakan orangtua dan orang dewasa sangat suka memberikan nasehat karena merasa lebih pengalamannya. Padahal belum tentu hal itu yang dibutuhkan oleh remaja. Jangan menganggap remeh apa yang disampaikan perasaan remaja. Seringkali orangtua atau orang dewasa suka meremehkan, "Begitu saja dipikirkan. Begitu saja dirasakan"; ini komentar-komentar yang menganggap remeh perasaan si remaja. Ini tidak menunjukkan empati yang tulus, tetapi lebih kepada penghakiman. Akhirnya dengan pendekatan yang seperti itu membuat relasi berjarak, remaja tidak mau lagi terbuka dengan orangtua atau orang dewasa lainnya. Kemudian dari kata T.E.M.A.N yaitu huruf M; yang ketiga, MEMBERIKAN DUKUNGAN YANG DIPERLUKAN DENGAN CARA YANG TEPAT. Ini bukan hanya kata-kata, Bu Mega, tetapi juga sikap bahasa tubuh yang ia butuhkan. Contohnya, kalau kita mendampingi remaja yang sedang mengalami stres, dukungan bahasa tubuh kita itu penting.
MT : Seperti apa Ibu yang dimaksud ?
CS : Contohnya ada seorang remaja yang sedang mengeluhkan permasalahannya. Kemudian ketika kita benar-benar ingin menunjukkan perhatian kita, tatapan mata kita, bahasa tubuh kita itu benar-benar berhadapan dengan dia. Jadi bukan ketika, "Oh iya kamu silakan cerita, nanti saya dengarkan" sambil kita main handphone, sambil kita mengerjakan sesuatu. Itu berarti kita benar-benar tidak memberikan dukungan.
MT : Jadi anak juga merasa tidak diperhatikan.
CS : Betul sekali. Kemudian yang keempat adalah huruf A yaitu AJAKLAH ORANG-ORANG DI SEKITAR REMAJA UNTUK IKUT MEMBANTUNYA. Kita tidak bisa menggunakan kekuatan kita sendiri sebagai orangtua.Tentu saja ada hal-hal itu di luar dari kemampuan kita, karena itu ajaklah orang-orang yang kita rasa atau yang kita lihat mereka ini cukup bisa memengaruhi remaja dan menolong mereka. Misalnya kalau si anak punya teman-teman, kenali teman-temannya, mana yang membawa positif yang baik. Ajak, undang teman-temannya; jika bisa melakukan pertemuan di rumah. Kita mendukung kehadiran orang-orang yang positif dalam kehidupan si anak. Atau misalnya juga ada guru; komunikasikan dengan guru, ada pembimbing di gereja yang mungkin bisa menolong, itu juga komunikasikan. Sedapat mungkin kita libatkan supaya semakin banyak tim yang menolong maka itu makin baik untuk si anak.
MT : Iya, jadi anak juga bisa lebih cepat ditangani stresnya sehingga tidak berlarut-larut dan tidak menjadi bertambah parah.
CS : Iya. Karena ada komunitas, karena ada orang-orang yang dia tahu itu mengerti dan mau menerima dia.
MT : Saya cukup tertarik dengan bagian ini ya. Jadi orangtua dan juga komunitas di sekitar remaja, mereka seyogyanya memberikan dukungan bagi remaja ini untuk bisa keluar dari stresnya. Tentunya memang pertolongan dari orang-orang di lingkungan sekitar sangat memberi kekuatan. Cuma saya ada satu pertanyaan, apakah seorang remaja yang mengalami stres tentunya dia juga memunyai kesadaran bahwa dia mengalami stres ? Apakah anak-anak ini memiliki kemampuan untuk menanggulangi stresnya sendiri sebelum mungkin mereka lari kepada orangtua atau kepada guru-guru atau orang lain yang sekiranya bisa menolong mereka?
CS : Setiap individu punya cara Bu Mega untuk menghadapi tekanan, menghadapi stres. Nah, untuk remaja sendiri pada umumnya remaja bisa menghadapi stres mereka. Tapi yang perlu digarisbawahi ialah cara mereka menghadapi stres. Tidak semua remaja itu memiliki kemampuan dengan cara yang sehat. Tadi saya katakan di gejala-gejala stres itu, ada yang nafsu makan bertambah, ada nafsu makan berkurang, itu salah satu topik.
MT : Oh, jadi itu salah satu cara mereka menanggulangi stres mereka itu ya, Bu ?
CS : Iya, betul. Atau misalnya ada yang menghabiskan waktu dengan main games. Itu cara yang tidak sehat.
MT : Jadi sebetulnya gejala-gejala ini, walaupun memang ini merupakan gejala bahwa anak ini sedang mengalami stres tapi itu juga bisa jadi adalah cara mereka untuk menanggulangi, untuk menolong diri mereka sendiri juga.
CS : Benar sekali. Oleh karena itu penting sekali orangtua berperan sebagai teman, untuk bisa menularkan memengaruhi remaja memiliki cara-cara mengatasi stres yang sehat.
MT : Iya. Nah, kalau dari saran Ibu, ‘kan komunitas itu banyak ada dari keluarga, ada dari sekolah, ada dari mungkin gereja; apakah menurut Ibu jika misalnya guru mengetahui tentang "Oh anak ini mungkin mengalami stres" apakah menurut Ibu, guru ini sebaiknya langsung memberikan informasi ini kepada orang tua atau bagaimana? Atau mungkin langkah pertama yang harus dilakukan atau yang harus diambil ialah tanggung jawab orangtua terlebih dahulu ? Menurut Ibu siapa yang memegang tanggung jawab terbesar dari anak-anak ini ?
CS : Seharusnya adalah orangtua itu sendiri, karena orangtua adalah wakil Allah di dalam keluarga tentunya. Dan guru, pembina atau siapa pun orang-orang di sekitarnya hanyalah partner. Jadi sekali lagi fungsi utama adalah orangtua itu sendiri. Tetapi yang di sekitarnya adalah partner.
MT : Oke. Hanya saja sekarang dengan sekolah yang full-day anak-anak memiliki waktu yang sangat banyak di sekolah; katakanlah kalau masuk jam 7 pagi, pulang jam 4 sore itu berarti sudah 9 jam di sekolah. Dari apa yang sering saya dengar biasanya orangtua melemparkan tanggung jawab itu ke sekolah atau kepada guru-gurunya.
CS : Nah, ini hal yang keliru. Tadi saya menyebutkan bahwa guru pembina atau siapa pun di sekitar remaja adalah partner orangtua, artinya bekerjasama , bukan melimpahkan tanggungjawab. Nah, kalau pun si anak itu full-day di sekolah tetapi si anak itu bukan tanggungjawab gurunya. Kenapa ? Karena guru itu berganti mengajar pelajaran, jadi tidak mungkin satu guru akan sangat mengenal satu pribadi anak dengan mendalam sekali. Kenapa ? Karena pertemuannya juga hanya beberapa jam sesuai dengan mata pelajaran di sekolah. Jadi tetap bisa dikatakan orangtualah yang paling penting; sejauh mana orangtua mengenal anak mereka. ‘kan ironi sekali kalau misalnya memang mereka sekolah tapi yang jauh lebih mengenal adalah gurunya yang mau tahu si anak daripada orangtua.
MT : Iya. Jadi orangtua tetap memegang tanggungjawab yang terutama ya, Bu ?
CS : Betul.
MT : Walaupun mungkin dalam pembelaan mereka, hanya bertemu anak sekian jam. Justru bertemu hanya sekian jam, gunakanlah waktu itu dengan baik....
CS : Ciptakan...
MT : ... untuk dekat dengan anak-anak itu.
CS : Betul. Ciptakan waktu berkualitas. Sekalipun hampir setengah hari di sekolah tapi setengah hari kemudian dimana ? Tetap di rumah ‘kan ya, Bu?
MT : Iya. Oke. Apakah ada langkah berikutnya, Ibu ?
CS : Yang terakhir dari T.E.M.A.N adalah huruf N; yaitu NYATAKAN HARAPAN UNTUK BERJUANG BERSAMA DI DALAM KRISTUS YANG MEMBERIKAN KEKUATAN DAN PENGHIBURAN SEJATI. Tadi Bu Mega menanyakan apakah stres itu dialami hanya oleh orang dewasa, dan remaja sepertinya tidak mengalaminya. Saya tadi bilang, segala usia bisa mengalami stres tapi beda-beda bentuknya dan penyebabnya. Nah, karena itu kita boleh mengatakan kepada remaja bahwa stres itu bisa dialami siapa saja. Namun dia tidak sendiri. Itu sebabnya orangtua punya peran yang sangat penting untuk mendampingi remaja, supaya mereka juga mengenal Tuhan. Lewat kehadiran orangtua sebagai wakil Allah, peran ini sangat penting supaya mereka mengenal Tuhan. Jadi ketika mereka mengalami stres, mereka tidak menyerah pada kondisi stres. Tapi ada satu pengharapan yang ditularkan, yang dipengaruhi oleh orangtua. Teman, tadi saya katakan bahwa penolong disini disebut oleh ‘saya adalah T.E.M.A.N’; orangtua sebagai teman membuat anak-anak itu menjadi orang-orang yang berkemenangan. Kehadiran orangtua bukan menjadi salah satu sumber stres, tetapi menjadi penolong yang membawa remaja untuk tidak menyerah dan dikendalikan oleh stres. Dan itulah yang membuat remaja menjadi cukup tahu, ketika dalam keadaan stres, seorang teman yang membawanya kepada Allah yaitu orangtua mereka. Pada akhirnya ketika remaja memiliki pengharapan yang benar, ia akan mengamini apa yang dikatakan oleh Mazmur 121:1-2, "Aku melayangkan ke gunung-gunung dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi". Intinya kita orangtua, kita orang-orang dewasa punya peran menolong remaja mengenalkan mereka kepada Tuhan supaya mereka punya pengharapan menghadapi permasalahan hidup mereka. Melalui orang-orang yang ditempatkan Tuhan untuk menjadi penolong, menjadi teman bagi mereka.
MT : Terima kasih banyak, Ibu Carolina, sekiranya bagi pendengar terutama orang tua, guru dan juga pembina semuanya bisa dipakai oleh Allah untuk membawa anak-anak ini untuk semakin dekat dengan Tuhan.
CS : Terima kasih.
MT : Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Carolina Soputri, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tatkala Stres Melanda Remaja". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Atau Anda juga dapat menggunakan e-mail ke alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhir kata dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa dalam acara TELAGA yang akan datang.