Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Proses Berpacaran". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, tentunya kita tidak hanya menunjukan perbincangan ini bagi yang sedang berpacaran atau akan berpacaran, tetapi kepada para pendengar kita semua baik orang tua atau pun para pemuda dan pemudi atau bahkan remaja untuk memersiapkan, karena bagaimana pun juga pernikahan itu sendiri merupakan proses dan berpacaran itu juga proses hanya kadang-kadang kita luput mengamatinya, langsung terlibat di dalam proses itu dan tiba-tiba saja menikah. Sebenarnya bagaimana proses berpacaran itu sendiri ?
PG : Sebetulnya kita ini harus mengerti jalan-jalannya atau langkah-langkahnya alias prosesnya itu sendiri agar kita bisa pada akhirnya mencapai sasaran dalam berpacaran. Saya kira inilah yang kadang terhilang dalam kamus kita. Kita seringkali ketika melihat seseorang, naksir, cinta, istilah mudanya sekarang tembak dan sebagainya dalam menyatakan cinta. Jadi apa tujuannya adalah agar senang-senang ada pacar dan kemudian menikah, tapi benar-benar kita harus mengerti bahwa sebetulnya ada maksud yang kita harus capai dengan masa berpacaran ini. Karena benar-benar berpacaran adalah bagian yang penting dalam persiapan pernikahan. Kita tahu tanpa persiapan yang matang pernikahan beresiko gagal. Itu sebabnya kita benar-benar harus mengawali dengan benar dan baik. Mengawali dengan baik bukan hanya waktu menikah kita terus mencoba untuk memupuk relasi yang sehat, tapi kita justru harus memulainya di masa berpacaran itu sendiri.
GS : Karena ada banyak orang yang mengaitkan hal ini dengan usia, sudah mencapai usia tertentu maka dia merasa mau tidak mau saya harus memasuki proses berpacaran.
PG : Jadi akhirnya tidak lagi memunyai sebuah target yang spesifik. Itu sebabnya kita mau mengangkat topik ini agar para pendengar kita dapat mengerti sebetulnya apa yang harus dilakukan dalam masa berpacaran.
GS : Tapi tidak semua orang pasti akan menjalani proses ini, Pak Paul ?
PG : Sudah tentu. Jadi memang tidak semua orang akan menikah sebab saya juga harus tekankan sebetulnya tidak ada ayat di Alkitab yang mengatakan, "Engkau harus menikah" tidak ada. Memang ada yang berkata, "Penuhilah bumi, berkembangbiaklah dan penuhilah bumi" itu sebetulnya adalah perintah umum kepada manusia bahwa Tuhan menciptakan bumi ini untuk kita huni dan kita kelola, jadi tolong penuhi dan jangan hanya mengumpul di satu tempat saja, tapi itu bukanlah perintah untuk menikah. Jadi kita juga harus mengerti bahwa ini bukanlah sebuah keharusan tapi memang berkat Tuhan tersedia bagi orang yang menikah. Saya ingat firman Tuhan di Amsal 18:22 berkata, "Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN". Jadi barangsiapa ingin menikah akan ada berkat yang tersedia juga untuk kita.
GS : Ayat yang sering dikutip adalah "tidak baik kalau manusia itu sendirian saja", ini dianggap sebagai perintah Tuhan untuk menikah, Pak Paul.
PG : Sebetulnya ayat itu ditujukan khusus kepada Adam, tapi itu juga ayat yang ditujukan secara umum bahwa Tuhan menciptakan pasangan bagi Adam supaya pada akhirnya Adam memiliki seorang pendamping. Dalam hidup sebagai manusia kita memang memerlukan teman, pendamping dan ini sudah tentu bukan hanya dalam konteks menikah sebab yang Tuhan ingin tekankan di situ bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai manusia yang bersifat atau berkodrat sosial, karena Dia berkodrat sosial maka Dia membutuhkan orang dan dia tidak bisa hidup sendirian, dia perlu orang lain. Jadi itu perkataan bukan sekali lagi ditujukan kepada orang supaya menikah.
GS : Kalau yang namanya proses pasti ada awal dari proses dan proses berpacaran ini dimulai dari mana, Pak Paul ?
PG : Mulailah membangun lingkup pertemanan yang luas dan mendalam. Jadi dengan kata lain, carilah teman dulu baru teman hidup. Kadang-kadang kita keliru, mau langsung cari-cari teman hidup, tidak seperti itu tapi carilah teman dahulu. Firman Tuhan di Amsal 18:24 mengingatkan, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara". Jadi artinya penting kita hidup di dalam dunia ini memiliki sahabat, inilah yang akan kita bangun yaitu persahabatan dengan teman, pergaulan yang memang mendalam dengan banyak teman, nanti dari kolam ini barulah kita menjalin relasi dengan beberapa teman secara lebih akrab. Sudah tentu biasanya pengelompokan seperti ini terjadi secara alamiah berdasarkan kesamaan sifat dan minat, "Kalau kita berbicara dengan orang ini enak, nyambung, minatnya sama, kesamaannya banyak" akhirnya secara otomatis kita semakin dekat dengan beberapa teman ini. Jadi sekali lagi kita mulai dengan pertemanan. Lingkup pertemanan yang luas yang dinamis, dari sana kemudian kita fokuskan pada persahabatan dengan beberapa orang, inilah yang nantinya menjadi kelompok dimana kita akan benar-benar memberikan pengamatan yang lebih seksama kepada lawan jenis di dalam kelompok kita itu. Inilah kesempatannya kita benar-benar meneropong hal-hal atau sifat-sifat tentang teman-teman kita ini.
GS : Dengan kemajuan teknologi yang secepat sekarang ini, untuk membangun lingkup pertemanan bisa dengan mudah dilakukan, tapi masalahnya bagaimana kita justru memilih dari yang banyak itu untuk menjadi sahabat ?
PG : Sudah tentu ada beberapa hal yang harus kita perhatikan yaitu bagaimanakah kita menentukan seseorang menjadi sahabat kita atau tidak, sudah tentu yang terpenting menurut saya adalah nilai-nilai hidup itu harus sama, kita tidak bisa bersahabat dengan orang yang nilai-nilai hidupnya itu bertentangan dengan kita, misalnya bagi dia berbohong tidak apa-apa, bagi dia mengambil yang bukan miliknya juga tidak apa-apa, yang penting tidak merugikan orang tidak apa-apa dan tidak ada lagi batas-batasnya. Sudah tentu kita mau bersahabat dengan orang yang memunyai nilai-nilai moral dan kehidupan yang sama dengan kita dan kita juga mau bersama dengan seorang sahabat yang sungguh-sungguh peduli dengan kita, bukan untuk mencari manfaat dari kita tapi benar-benar untuk menjalin sebuah persahabatan yang saling mengisi. Jadi dengan kata lain, persahabatan ini didasari atas kriteria bahwa dia orang yang baik dan juga dia orang yang memedulikan kita.
GS : Seringkali perjodohan atau berpacaran dilakukan oleh mereka yang seringkali bertemu. Jadi misalnya di tempat kerja yang sama atau di dalam persekutuan yang sama. Ini bagaimana, Pak Paul ?
PG : Tidak bisa tidak memang kita akan memilih seseorang dari lingkup pertemanan kita itu, baik di sekolah atau pun di tempat pekerjaan atau pun mungkin di gereja. Sudah tentu biasanya kita akan bertemu dengan teman-teman ini sehingga dari kolam teman-teman inilah kita nanti akan mulai mengamati beberapa teman-teman lawan jenis, nantinya dari kelompok inilah kita mulai menyempitkan seleksi kita dan mulai menjalin hubungan yang lebih khusus dengan salah satu dari mereka.
GS : Tapi sebaliknya ada orang yang kesulitan untuk menemukan pacarnya di kelompoknya sendiri karena sudah seringkali bertemu dan sebagainya sehingga dia bisa melihat kekurangan dari orang-orang di sekelilingnya, kemudian dia bertemu dengan orang yang jarang bertemu dengan dia.
PG : Kalau pun dia bertemu dengan orang yang di luar kelompoknya maka yang dia selalu harus perhatikan adalah dia harus benar-benar mengenal orang itu. Jadi jangan sampai dia memotong jalan dengan berkata, "Tidak perlu dengan dia" padahalnya dengan teman-temannya yang lain, dia berteman bertahun-tahun dan sudah mengenal dengan baik. Justru sebetulnya itu adalah modal yang sangat-sangat berharga. Jangan sampai karena kita tidak mendapatkan yang kita inginkan kita langsung lompat keluar dan jika ada orang di sana kita langsung dekati dan langsung berpacaran, itu yang bahaya. Jadi tetap proses mengenal harus kita jalani dari awal.
GS : Memang dibutuhkan waktu untuk mengenal yang lebih lama, tapi akhirnya dia jadian betul dengan orang yang kita tidak sangka-sangka. "Dia jarang bertemu tapi bisa jadi" dan jawabannya adalah "Saya melihat sisi-sisi positif dari orang itu dibanding dengan orang-orang yang setiap hari ada di lingkungannya".
PG : Sudah tentu tidak apa-apa kalau itu yang terjadi, namun saya mau bagikan setidak-tidaknya ada tiga hal yang kita harus amati waktu kita mulai mau menyempitkan seleksi kita. Yaitu yang pertama adalah kerohanian yaitu apakah dia seiman, apakah dia mementingkan Kristus dalam hidupnya. Jadi saya juga mau mengingatkan bahwa hati-hati dengan penampilan rohani dengan orang yang nampaknya rohani padahalnya hidupnya tidak karuan, dia mungkin bisa mengutip-ngutip firman Tuhan tapi kehidupannya tidak konsisten dengan apa yang diyakininya. Jadi hati-hati dengan orang yang berpenampilan rohani. Kenapa saya bicara seperti ini karena saya sudah bertemu dengan orang yang akhirnya tertipu oleh orang lain yang menampilkan pengetahuan tentang firman Tuhan, tampilnya rohani, memimpin ini dan itu, kegiatan-kegiatan gereja juga dilakukannya padahal di belakang itu dia melakukan hal-hal yang sangat berdosa dan sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jadi waktu kita melihat seseorang, "Baiklah dia seiman, dia percaya kepada Tuhan Yesus Kristus" tapi kita harus melihat bukti atau buah kehidupannya, apakah sama atau tidak dengan perkataannya.
GS : Ini mungkin bagian yang tersulit, Pak Paul, untuk mengamati kerohanian seseorang karena hal-hal yang tersembunyi seperti itu tidak mudah kita ketahui dalam waktu satu atau dua tahun.
PG : Jadi memang yang bisa kita lihat yang pertama adalah buah-buah kehidupannya. Jadi apakah dia benar-benar memunyai kehidupan yang sesuai dengan apa yang diyakininya. Yang kedua, kita juga mau melihat apakah dia memunyai minat terhadap hal-hal rohani, apakah dia memunyai minat untuk mengenal Tuhan dengan lebih mendalam, apakah dia juga memunyai ketaatan untuk melakukan apa yang Tuhan juga minta darinya. Sebetulnya itu adalah gambaran yang lebih memperjelas apakah seseorang itu sebetulnya rohani atau tidak.
GS : Padahal ini bagian yang sulit, pada masa-masa berpacaran pasti akan ditunjukkan atau ditampilkan kehidupan rohani yang bisa mengimbangi orang yang diharapkan jadi pacarnya, bahkan ada orang yang rela ganti agama demi dia bisa berpacaran dengan orang tersebut.
PG : Bisa sekali. Saya mau cerita istri saya waktu berpacaran dengan pacarnya yang pertama, pacarnya itu bukanlah seorang Kristen tapi gara-gara mengenal istri saya akhirnya ikut ke gereja dan sebagainya. Istri saya melihat dia sekarang sudah bersungguh-sungguh mau ke gereja, senang menyambut dia. Mereka berpacaran selama dua atau tiga tahun setelah itu pacarnya lulus kemudian memasuki bidang profesinya dan kemudian dia mulai jarang ke gereja dan istri saya sering bertanya, "Kenapa sekarang kamu jarang ke gereja hari ini ?" Dia menjawab, "Saya repot, saya ada tugas ini dan sebagainya" karena pekerjaannya mulai menuntut dia untuk itu. Saya masih ingat sekali istri saya cerita apa yang membuat dia putus dengan pacarnya itu. Dia bertanya pada pacarnya, "Kalau nanti kita telah menikah dan punya anak, anak-anak kita itu misalnya tidak mau ke gereja apakah engkau akan meminta mereka ke gereja?" dan dia berkata dengan terus terang, "Tidak, kalau anak-anak saya tidak mau ke gereja maka saya tidak akan menyuruh anak-anak ke gereja". Istri saya cerita, itu adalah jawaban yang benar-benar membukakan mata dia bahwa sebetulnya dia itu sedang memasuki sebuah relasi yang sangat serius dengan seseorang yang tidak mementingkan Tuhan dalam hidupnya dan buat dia Tuhan boleh ada, boleh tidak ada, waktu ada ya mencari Tuhan dan ketika tidak ada ya tidak perlu mencari Tuhan. Jadi Tuhan benar-benar bukan yang terutama dalam hidupnya, waktu istri saya menyadari sebetulnya inilah pacarnya maka dia putuskan hubungan dengan pacarnya itu.
GS : Kalau kedua-duanya memunyai pandangan yang menggampangkan hal-hal rohani maka saya rasa mereka tetap bisa pacaran seterusnya.
PG : Pasti. Kalau mereka sama-sama sejenis tidak terlalu mementingkan Tuhan maka sudah tentu hal ini tidak akan menjadi hal yang mereka perhitungkan.
GS : Jadi bagaimana kita bisa menentukan kriteria bahwa seseorang itu memang pacar kita, Pak Paul ?
PG : Jadi hal kedua setelah melihat kerohaniannya dalam kelompok kecil, kita amati dari beberapa teman kita, seperti apa kerohaniannya. Maka kita masuk kepada yang kedua, yaitu kita mau melihat karakternya apakah dia sungguh-sungguh berkarakter baik, artinya kita benar-benar harus mencari orang yang baik hati. Kalau ditanya baik hati apa ? Saya mendefinisikan orang yang murah hati adalah orang yang baik hati, murah hati berarti orang yang bisa memberi, orang yang bisa mengampuni, orang yang bisa mengalah, orang yang bisa berbelas kasihan, orang yang bisa mengedepankan orang lain, inilah bagi saya orang yang murah hati dan kalau orang itu murah hati maka saya akan melabelkan dia adalah orang yang baik. Kita tahu bahwa salah satu atribut Tuhan yang sangat-sangat hakiki adalah kasih setia-Nya. Kata kasih setia itu adalah kata yang mengandung arti sangat baik dan sangat penuh kasih dan akan terus setia baik dan mengasihi kita, seperti itulah kira-kira definisi kasih setia Tuhan. Jadi kalau kita juga mau melihat karakter orang maka cobalah cari apakah orang ini memunyai kasih setia, "loving kindness". Saya mengukurnya dari sudut atau dimensi murah hati. Hati-hati dengan orang yang memang berkarakter kompleks dan kita harus waspadai, siapa yang berkarakter kompleks ? Saya definisikan orang yang berkarakter kompleks adalah orang yang tidak bisa melihat realitas dengan tepat sehingga nantinya merespon realitas juga dengan keliru. Jadi kalau kita berbicara dengan orang yang berkepribadian kompleks maka kalau kita berkata apa maka nanti dijawabnya apa, kita nanti berbuat apa nanti ditaksirnya salah, atau hari ini dia berpikirnya A, besok dia berpikirnya B, hari ini yang kita lakukan dia terima dan besok yang kita lakukan dia tidak terima. Kenapa ada orang yang begitu kompleks sehingga susah sekali dimengerti dan susah sekali diprediksi tindakannya, umumnya orang-orang ini memang dibesarkan dalam keluarga yang bermasalah, karena permasalahannya di dalam kehidupan sehingga akhirnya cara dia melihat hidup sudah terdistorsi, penuh kecurigaan, tidak percaya pada niat baik orang, berpikir negatif terhadap orang sehingga seperti orang berkacamata dan kacamatanya dipenuhi oleh debu dan dia selalu bukan melihat realitas di depannya tapi melihat debu-debu yang ada di dalam dirinya sendiri, sehingga bergaul dengan dia sangat sulit. Maka saya mau berikan peringatan dalam masa-masa memilih teman dari kelompok kecil ini, perhatikanlah karakter yang kompleks dan sebaiknya jangan.
GS : Tapi untuk mengetahui karakter seseorang atau kita mengharapkan karakter yang baik dan sungguh baik terhadap seseorang, itu juga tergantung dengan kematangan dari orang itu, makin dewasa seseorang maka makin karakternya terbentuk. Padahal ketika masa pacaran ini sedang dalam masa pembentukan.
PG : Memang ada waktu-waktunya kita bertumbuh, kita juga sadar kalau kita itu tidak bertumbuh tuntas pada usia tertentu dan sampai sekarang kita masih bertumbuh, ada karakter kita yang masih dipoles oleh Tuhan namun setidak-tidaknya kita sudah harus bisa melihat bahwa orang ini memang baik, orang ini murah hati, siap menolong, tidak perhitungan, siap memberi, siap mengalah, siap mendahulukan yang lain. Jadi ini adalah ciri orang yang murah hati, perhatikanlah karakter ini di dalam kelompok kecil kita dan kalau kita temukan orang ini berkarakter seperti ini dan kerohaniannya juga sama dengan kita, artinya makin mendekatkan kita dengan pilihan kita terhadapnya.
GS : Selain kerohanian dan karakter yang perlu diamati apakah ada hal lain yang perlu diamati, Pak Paul ?
PG : Yang ketiga adalah kariernya, artinya apakah dia memunyai tujuan hidup yang sesuai dengan tujuan hidup kita, karena ini akhirnya sangat-sangat berperan besar di dalam penentuan final apakah kita bisa bersamanya atau tidak. Tujuan hidup sudah tentu sangat-sangat berkaitan dengan nilai-nilai hidup itu sendiri. Sebagai contoh ada orang yang benar-benar tujuan hidupnya adalah mau menjadi kaya, saya sudah bertemu dengan beberapa orang pemuda yang mau memulai karier dan sebagainya dan dengan terbuka jelas-jelas berkata, "Yang penting saya ingin kaya" kalau di masa lampau mungkin orang masih malu-malu mengakui tapi di zaman sekarang rupanya orang lebih terbuka. Kalau orang sudah memunyai cita-cita menjadi kaya, berarti itulah yang nanti akan diprioritaskan dan segala hal yang lain dia akan taruh di bawah prioritas yang pertama ini. Apakah kita akan mau dan cocok dengan orang yang seperti ini sebab orang yang misalnya mau kaya mungkin dia akan mau bekerja 7 hari seminggu dan dia tidak apa-apa bekerja 7 hari seminggu. Ada orang yang saya tahu bekerja jauh lebih banyak di luar rumah dibandingkan di dalam rumah dan tidak apa-apa sebab itulah yang dikejarnya di dalam hidup yaitu kariernya atau prestasinya itu. Jadi kita harus benar-benar mencocokkan diri dan hal ini tidak hanya berkenaan dengan laki-laki, karena kita sering berpikir bahwa ini adalah laki-laki yang mau memikirkan kariernya yang setinggi itu, tidak, saya bertemu juga dengan perempuan yang memunyai ambisi yang sama tingginya yaitu dia mau menjadi orang yang seperti ini dan tidak peduli dengan jam kerja atau orang di rumah, ini yang harus dipelajari dalam masa-masa perkenalan itu dalam kelompok kecil. Jadi sebelum kita bersama-sama dengan satu orang, di dalam kelompok yang lebih kecil cobalah ketahui hal ketiga tentang karier atau tujuan hidupnya apakah sama atau tidak, jikalau kerohanian sudah sama, karakter sudah pas orangnya murah hati, baik hati, kemudian kariernya dan cita-cita sama berarti sudah dipenuhi ketiga-tiganya maka kita boleh menjalin relasi yang khusus dengan dia, kita dekati dia, kita jalin dengan keterbukaan relasi itu dan misalnya kita berkata, "Saya mau mengajak kamu mendoakan relasi kita ini dan kita tentukan satu waktu untuk berdoa, jikalau memang engkau siap dan aku siap maka kita meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pacaran". Jadi waktu kita mengajaknya berdoa kita belum memasuki fase berpacaran tapi hanya mau mengajak dia mendoakan dulu apakah dia juga memunyai hati yang sama terhadap kita.
GS : Inisiatif itu harus diambil dari pihak pria atau pihak wanita atau siapa pun boleh ?
PG : Memang secara tradisional adalah pria, tapi di zaman sekarang tidak mengapa kalau ada seorang wanita yang ingin memulai terlebih dahulu dan menanyakan "Benar saya memiliki perhatian terhadapmu apakah engkau juga bersedia mendoakan seminggu atau sebulan ini apakah kita bisa memulai relasi berpacaran". Kalau prianya berkata, "Boleh, saya akan doakan dan apakah memang Tuhan menumbuhkan rasa suka terhadap dirimu, kalau memang satu minggu atau satu bulan berdoa tentang hal ini dan memang Tuhan akan menumbuhkan, dia melihat perempuan itu dengan lebih jelas lagi maka barulah bisa dilanjutkan fase berikutnya yaitu fase berpacaran.
GS : Itu berarti kita harus terus terang mengatakan kalau kita berpacaran, begitu Pak Paul ?
PG : Betul. Jadi setelah kita masuk ke fase itu sudah tentu relasi kita akan lebih eksklusif sebab kita akan mau menghabiskan waktu bersamanya, benar-benar lebih mengenal dirinya, lebih perdalam lagi hal-hal yang sudah disebut itu sekaligus mulai belajar mencocokkan dan mencocokkan diri karena sudah tentu nanti muncul tentang hal-hal diri kita yang tidak sama dengan pacar kita. Itulah PR yang harus kita mulai selesaikan.
GS : Di situ unsur perasaan damai, senang, besar pengaruhnya atau tidak, Pak Paul ?
PG : Saya kira ya, sudah tentu kalau kita lagi bertengkar maka kita tidak akan sedamai itu atau sesenang itu tapi secara umum waktu kita bersama dengan orang yang tepat biasanya akan merasakan sukacita dan kita rasanya enak bersama dengan dia, menanti-nantikan untuk bersama dengan dia, bukannya yang saya maksud di sini adalah perasaan yang menderu-deru yang bersemarak yang gegap gempita, tidak. Mula-mulanya akan seperti itu tapi seharusnya setelah beberapa saat mulai mendatar stabil, tapi karena dia kita pilih dari kelompok teman baik kita, maka berarti kita tidak akan bosan bersama teman baik kita. Kita akan senang berbicara dengan teman baik kita maka sekali lagi saya tekankan bahwa pentingnya memilih pacar dari kelompok teman-teman atau sahabat-sahabat kita sendiri.
GS : Pak Paul, pada umumnya sejak proses awal sampai tahap ke seseorang menyatakan bahwa mereka mau berpacaran, kira-kira waktunya dibutuhkan berapa lama ?
PG : Saya kira dari fase dia berteman dan sampai berpacaran bisa makan waktu paling kurang 1 tahun karena menjalin persahabatan dengan kelompok ramai-ramai keluar dan sebagainya memang perlu banyak waktu agar bisa sungguh-sungguh menilik kerohanian karakter dan karier tujuan hidup orang tersebut memang akan perlu waktu yang agak lama.
GS : Dan jarak itu juga menentukan, jadi kalau mereka agak berjauhan tempatnya apalagi yang satu di luar negeri maka akan mempersulit mereka saling mengenal, begitu Pak Paul ?
PG : Setuju sekali. Jadi saya selalu anjurkan kalau orang harus berpisah dalam fase berpacaran sebelum menikah mereka harus tinggal di kota yang sama bukannya tinggal bersama, tapi di kota yang sama sekurang-kurangnya setahun agar bisa saling mengenal kembali karena kita tidak bisa memotong jalan dalam soal-soal relasi.
GS : Berarti juga dalam proses berpacaran ini tidak ada proses yang bisa dipercepat begitu, Pak Paul ?
PG : Saya setuju, memang sekarang ini apalagi di Amerika ada yang namanya "dating service" lewat tes-tes psikologis menyatukan orang dan sebagainya. Tapi tetap kalau pun ditemukan kecocokan secara psikologis maka tetap mereka harus menjalankan fase berpacaran ini.
GS : Sebelum kita mengakhiri perbincangan ini karena perbincangan ini masih akan berlanjut pada kesempatan yang akan datang, namun sebelum kita mengakhirinya mungkin ada ayat yang ingin Pak Paul bacakan ?
PG : Saya akan ulang lagi dari Amsal 18:22 yang berkata, "Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN". Jadi Tuhan itu memang ingin memberkati kita lewat pernikahan, ada berkat yang tersedia bagi kita dan kemudian di Amsal 18:24, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara". Jadi pilihlah pasangan hidup dari sahabat karib kita itu sebab dialah yang memang sangat dekat dan peduli dengan kita, pilihlah dari salah satu orang sahabat karib kita.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Proses Berpacaran" bagian yang pertama dan kami akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.