Paradoks Iman

Versi printer-friendly
Kode Kaset: 
T574B
Nara Sumber: 
Ev. Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil.
Abstrak: 
Iman dan akal sehat bukanlah hal yang bertentangan, Allah dalam diri manusia Yesus Kristus adalah paradoks, iman sejati dinyatakan lewat berdoa dan bertindak, “Ora et labora”, jadilah murid Kristus yang sedia, senang dan setia untuk belajar.
Audio
MP3: 
Play Audio: 


Ringkasan

dpo. Ev. Sindunata Kurniawan, M.K., M.Phil.

Kita semua adalah pemimpin. Keyakinan dan tindakan kita akan memengaruhi puluhan hingga ribuan orang: antara menyelamatkan atau menjerumuskan.

Pertama, adalah sebuah kemurahan besar Tuhan jika kita yang sempat beberapa minggu lalu bepergian ke luar negeri dan selama sekian hari ini sudah ada di Indonesia dengan tanpa menunjukkan gejala-gejala terinfeksi Covid-19. Saya sendiri selama 2,5 bulan sejak awal Januari 2020 lalu tinggal di Manila di saat Covid-19 mulai mewabah dan selama 7 hari ini sudah berada di Malang dengan tanpa menunjukkan tanda-tanda terinfeksi Covid-19. Itu benar-benar kemurahan Tuhan.

Kedua, adanya kemurahan Tuhan tidak membenarkan kita untuk bersikap pongah dan mengabaikan hukum alam dan hukum tabur tuai yang juga Tuhan ciptakan. Siapa yang bermain-main dengan api, ujungnya akan terbakar. Siapa yang bermain-main dengan virus, ujungnya akan terinfeksi.

Ketiga, sejalan dengan itu, sesungguhnya iman dan akal sehat bukanlah hal yang berkontradiksi, saling bertentangan dan saling meniadakan. Iman dan akal sehat adalah paradoks. Keduanya seolah-olah berlawanan, namun sesungguhnya keduanya sama-sama mengandung kebenaran dan tidak saling meniadakan. Gagasan paradoks yang bersifat keutuhan ini, dan bukan bersifat dikotomis, mudah kita temui dalam dunia kekristenan.

Kita mengakui bahwa Allah memerkenalkan diri lewat wahyu umum (alam semesta dan sains) dan wahyu khusus (Kristus dan Alkitab). Kita mengenal dwisifat Alkitab yang natural dan sekaligus supranatural. Demikian pula, kita memercayai Yesus Kristus yang 100% Allah dan sekaligus 100% manusia. Dalam praktik hidup orang percaya, kita mengenal motto "ora et labora", berdoa dan bertindak.

Justru pikiran-pikiran dikotomis yang saling mempertentangkan adalah pikiran sekuler dan tidak Alkitabiah.

Alam filsafat Yunani memertentangkan antara tubuh dan jiwa. Tubuh itu hina dan jiwa itu mulia. Menjadi pendeta itu rohani dan menjadi politisi itu rohana. Berakal sehat itu sekuler dan beriman itu rohani. Berdoa itu tanda beriman dan bertindak itu tanda kurang iman. Kebenarannya, Tuhan menuntut akal sehat dan iman, kedua-duanya, ada sekaligus dan bertumbuh dinamis di dalam diri kita sebagai orang percaya, terlebih sebagai pemimpin rohani.

Maka, di tengah ancaman nyata perluasan wabah Covid-19 di Indonesia dan kota Malang, iman sejati perlu kita demonstrasikan bukan hanya dengan sikap tenang dan merasa aman di dalam Tuhan, melainkan juga pada saat yang sama kita demonstrasikan lewat tanggungjawab sosial kita dalam melindungi diri sendiri, keluarga, warga jemaat dan masyarakat yang bisa kita jangkau, dari perluasan wabah dan kematian sia-sia akibat bersikap pongah, pasif dan menunggu.

Dalam konteks Indonesia, sesungguhnya bukan hanya Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, dan kota-kota besar tertentu yang zona merah. Sesungguhnya seluruh daerah dan kepulauan Indonesia zona merah, termasuk Blitar dan Rogojampi di Jawa Timur, Sibolga di Sumatera, Jeneponto di Sulawesi Selatan, Jayapura dan Nabire di Papua.

Kita yang tampak sehat hingga hari ini di seluruh kepulauan Indonesia, belum tentu tidak terinfeksi Covid-19. Ada peluang kita tampak sehat, namun pada saat yang sama kita sesungguhnya adalah pembawa virus (carrier) yang menjadi agen penularan bagi ratusan hingga ribuan orang yang berdekatan dengan kita. Dan yang paling rawan untuk terinfeksi dan meninggal sia-sia adalah bayi dan lansia, terlebih yang memiliki sejarah gangguan jantung, pembuluh darah, dan lainnya.

Sisi lain, Fenomena Gunung Es sangat relevan untuk menjelaskan wabah Covid-19. Satu orang ketahuan terinfeksi, maka sangat masuk akal 100 hingga 1.000 orang sudah tertular, jika tidak segera dilacak dengan siapa saja yang terinfeksi itu telah berdekatan.

Sesungguhnya pemerintah Indonesia perlu mengikuti jejak Presiden Duterte untuk melakukan karantina wilayah (lockdown) Filipina. Namun, kebijakan ini benar-benar dihindari oleh Presiden Jokowi.

Karena, berdasarkan UU No. 20 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, ketika karantina wilayah diberlakukan secara nasional, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menyuplai sembako dari rumah ke rumah di seluruh kepulauan Nusantara nan luas ini. Hal yang terasa sangat amat berat sekali untuk diwujudkan.

Maka, kebijakan pembatasan sosial dengan motto belajar, bekerja dan beribadah di rumah, saat ini merupakan upaya jalan tengah yang pemerintah galakkan dan memerlukan dukungan sepenuh hati seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang ke Merauke, dari Mingas sampai Pulau Rote, terlebih dari kita semua orang percaya dan para pemimpin rohani yang memiliki dwikewarganegaraan yakni warganegara Indonesia dan warga kerajaan Allah.

Per 19 Maret 2020 angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia 8%, dua kali lipat dari angka kematian di banyak negara yg rata rata 4% ke bawah. Angka terinfeksi Covid-19 di Indonesia, diprediksikan para ahli, akan meningkat sangat tajam dalam beberapa minggu ke depan, ketika warga jemaat dan masyarakat luas masih tetap beraktivitas sebagaimana biasa dan tidak bersedia patuh pada himbauan pemerintah, sebagaimana telah terjadi di Italia.

Oleh karena itu, mari kita wujudkan DwiCinta kita pada Tuhan dan Indonesia Raya dengan menjadi gembala perlindungan warga jemaat dan masyarakat melalui :

  1. Kesediaan menghentikan Ibadah Minggu di gereja dan pertemuan raya lainnya serta menggantikannya dengan ibadah keluarga di tiap rumah jemaat dengan panduan yang gereja sediakan.
  2. Aktif mengkampanyekan tips perlindungan diri dan pembatasan sosial yang telah digencarkan pemerintah untuk dipatuhi sepenuh hati.
  3. Pencerdasan diri, warga jemaat dan masyarakat lewat kesediaan selalu memelajari dan mensosialisasikan informasi benar serta akurat yang disediakan pemerintah secara resmi lewat covid19.go.id.
  4. Bersama warga jemaat dan masyarakat turut ambil bagian secara konkret upaya-upaya kemanusiaan yang pemerintah dan lembaga kemanusiaan lainnya galang berkenaan pencegahan dan penanganan Covid-19.
  5. Mobilisasi gerakan doa dan puasa sesuai konteks dan tradisi gereja masing-masing untuk meminta belas kasihan Tuhan di tengah upaya penghentian wabah mendunia Covid-19 dan penyembuhan bagi yang terinfeksi.

Kiranya Tuhan melindungi dan memakai kita semua bagi Kemuliaan-Nya di tengah wabah mendunia Covid-19.

II Korintus 10:5, "Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus".